30. serangan dua arah

781 108 18
                                    

Vote dan komennya yaaa❤️

Dengan perasaan berat, Sekala memarkirkan mobil mahalnya di depan rumah mewah—yang belakangan ini jarang dia datangi

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dengan perasaan berat, Sekala memarkirkan mobil mahalnya di depan rumah mewah—yang belakangan ini jarang dia datangi. Cowok itu membuka seatbelt-nya dan turun dari mobil.

Saat Sekala baru menginjakkan kaki, dirinya sudah disambut oleh seorang pelayan—atau bisa dibilang pengasuhnya saat dia masih kecil.

"Den Kala akhirnya pulang." Begitu kata Mbok Inah, wanita paruh baya yang sudah lama menunggu kepulangan sang tuan muda. Seseorang yang sudah dia anggap cucunya sendiri.

Sekala tersenyum lalu salim pada Mbok Inah. "Mbok, sehat, kan?" Tanyanya, Mbok Inah mengangguk lalu mempersilahkan Kala untuk masuk dengan diiringi olehnya. Tentu saja Sekala menolak, cowok itu memilih masuk ke dalam rumah sambil merangkul Mbok Inah.

"Pulang juga kamu." Sekala menghentikan obrolan kecilnya dengan Mbok Inah begitu mendengar suara dari seseorang yang tadi menelponnya menyuruh pulang.

Sekala menatap sang Papa, lalu mengangguk pada Mbok Inah begitu wanita paruh baya itu izin untuk ke belakang—membuat camilan dan minuman untuk sang tuan.

"Kenapa nyuruh Kala pulang, Pa?" To the point, Sekala tidak ingin basa basi dengan Papanya. Dan dia tahu, kalau sampai Papanya menyuruh pulang saat itu juga berarti ada hal penting yang akan dibicarakan.

"Duduk sini." Sang Papa duduk di sofa, lalu menunjuk sofa di depannya pada Sekala—menitah anak satu-satunya itu untuk duduk di sana. Di hadapannya. Tatapannya lurus, tepat pada bola mata sang putra yang kini sudah duduk di hadapannya.

"Papa dengar dari Om Ardi kamu selingkuh dari Sesha?"

Sudah dia duga, Sekala sudah menduga sejak awal bahwa hal ini akan terjadi cepat atau lambat.

Cowok itu mendengus, menyibak rambutnya lalu menatap sang Papa. "Selingkuh? Aku bahkan gak pacaran sama Sesha, Pa."

"Kamu tunangannya."

"Apa aku pernah menyetujui pertunangan ini?" Sekala tersenyum remeh. Menatap sang Papa yang tampak frustasi dengan kelakuan anaknya. "Aku bilang, kan. Aku nggak mau dijodohin apalagi sama cewek modelan Sesha—"

"Modelan Sesha gimana maksud kamu?" Sang Papa—Zaki mengernyitkan alis bingung. "Setau Papa Sesha baik tuh, gak ada aneh-aneh anaknya." Balasnya, membela sang calon menantu.

"Mama juga oke-oke aja sama Sesha." Itu suara Mamanya, wanita yang melahirkan Sekala 20 tahun yang lalu. Wanita yang baru keluar dari kamarnya

"Ma..."

Sang Mama tersenyum, lalu mendekati sang anak dan mengecup pucuk kepala Sekala.

"Kalian cuma nggak tau kelakuan dia aslinya tuh kaya gimana. Coba kalian tau, Kala yakin Mama sama Papa bakal setuju sama Sekala."

Zaki mendengus. "Nggak usah ngada-ngada kamu, Kal. Ngapain sih boong kaya gitu segala, buat ngebatalin pertunangan kamu sama Sesha?"

Sekala menggeleng pelan. "Pa, buat apa Sekala bohong soal ginian? Nggak ada untungnya. Sesha tuh sinting, Pa."

Kita Ini Apa? Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang