3. Kedatangan Anak Big Boss

1.4K 362 15
                                    

"Ada apa ramai sekali?" tanya Cinta ketika memasuki kantin gedung yang berada di lantai satu dekat dengan parkiran mobil khusus karyawan.

"Hari ini semua makanan di kantin gratis." Seru Levi girang. Pria berbadan bongsor itu terlihat sangat bersemangat melihat-lihat makanan apa yang akan mampir ke perutnya. Kantin di gedung M Entertaiment berkonsep seperti food court dimana ada beberapa stand yang bisa dipilih sebagai menu makanan. Tapi, harga makanan disini sedikit lebih tinggi daripada makanan kaki lima yang berada di angkiringan 10 menit jalan kaki dari kantor.

"Menu hari ini juga beda, katanya big boss syukuran kepulangan anaknya, katanya juga yah anak big boss langsung akan diangkat jadi CEO. Lihat yang sana, itu antrian makanan khas jepang, asal tempat kelahiran ibu boss." Ucap Levi. Sekalipun Levi bertampang macho, percayalah mulutnya tak jauh beda dengan ibu-ibu tukang gossip di tukang sayur. Meskipun pria itu bekerja ditempat paling depan, tapi dia tahu hampir semua info dari gedung 20 lantai itu.

"Buruan ikut ngantri sini, biar Mina juga kebagian makanan dari sini." Ucap Levi menarik Cinta agar mengantri di stand makanan khas Jepang tanpa bertanya apa Cinta mengingkan makanan itu atau tidak. Makanan Jepang adalah makanan yang harganya menguras dompet, ajang gratisan macam ini, adalah saat yang sempurna untuk penikmat makanan warteg seperti mereka.

"Enak yah jadi anak big boss." Ucap Levi kembali mulai bicara.

"Usianya baru 27, dia lulusan S2 perfilman di Inggris, sekarang pulang langsung jadi CEO. Katanya sih dia berhasil jadi produser film documenter gitu di luar negeri sana." Levi terus bercerita tentang sosok anak pak Mahad Bayu yang beginilah dan begitulah. Levi terus bicara hingga mereka dapat tempat duduk setelah selesai mengantri. Levi ini jenis pria tampan dan macho yang banyak bicara, mungkin untuk pria satu ini, bicarapun bisa menambah masa ototnya.

Selesai dengan makan siang sekaligus memberi makan telinganya dengan ucapan Levi, Cinta kembali ke posnya dibelakang meja resepsionis. Ketika sampai ke tempat tugasnya, Rama sudah ada di sana bersama Mina.

"Aku baru saja akan mengajakmu makan siang." Ucap Rama.

"Ajak saja Mina, Aku sudah makan di kantin bareng Levi barusan." Ucap Cinta menolak tawaran Rama.

Rama terlihat kecewa mendengar penolakan Cinta, tapi untuk beberapa menit saja wajah pria itu kembali normal. Dengan cerianya, pria itu mengajak Mina untuk makan makanan enak dan dia sendiri yang akan memasakannya sendiri untuk Mina. Kedua orang itu memanas-manasi Cinta, karena siapapun tahu betapa luar biasanya rasa masakan buatan Rama.

"Sana pergi sana...aku udah kenyang makan di kantin tadi, gratis lagi." Ucap Cinta mengusir keduanya. Rama memang sosok yang luar biasa, jika saja dia berada di tempat yang mudah di gapai mungkin Cinta akan tergila-gila pada Rama. Marlina selalu mengatakan jika jatuh cinta dengan perbedaan status yang terlalu jomplang pada akhirnya akan membuat menderita. Menilik dari kisah hidup ibunya, Cinta tidak pernah berpikir untuk jatuh cinta setidaknya dengan keadaannya yang sekarang.

Cinta menggelengkan kepala, dia mengalihkan penglihatannya dari Rama dan Mina yang menghilang di balik lift. Dia berpikir sudah gila karena memikirkan cinta sekarang, disaat semester akhir Lulu dan Lala berada di depan mata. Jangan lupakan cicilan hutang Ilham pada rentenir yang harus dia bayar. Kembali Cinta menggelengkan kepala, memikirkan nasib buruknya akan membuat moodnya akan turun.

"Sadarlah Cinta...sadar." Ucapnya pada diri sendiri, makan terlalu kenyang sepertinya membuat konsentrasinya memburuk.

***************

Cinta kembali mengenakan training kebesarannya ketika akan pulang kerja. Biasanya Cinta mengenakannya di toilet atau ruang ganti, tapi karena dia meninggalkan celana trainingnya di bagasi motor, dia mengenakan trainingnya di tempat parkir saja. Lagipula, sudah tidak banyak orang di tempat parkir saat ini. Dia pulang lebih telat hari ini, karena dia harus menyerahkan laporan dulu pada bu Arini.

Cinta mengenakan celana trainingnya dengan santai, dia melepaskan rok yang dia gunakan selama bekerja untuk membuat perutnya bernapas dengan baik. Memakai pakaian pas badan sepanjang hari membuatnya merasa sesak. Saat dia selesai mengganti roknya dengan training dan mengganti blazernya dengan jaket tebal, dia merasa ada seseorang yang memperhatikannya dari kejauhan. Cinta melihat sekeliling tapi parkiran terlihat sepi. Wanita itu mengangkat bahunya tak acuh dan segera mengenakan helmnya.

Gadis itu mengendarai sepeda motornya menjauh dari kantor menuju jalan raya dan bergabung dengan jalan yang ramai. Beruntung Suasana jalan tidak terlalu macet sehingga dia tubuh lelahnya tidak harus berjibaku dengan kemacetan juga. Meskipun mengenakan sepeda motor memungkinkan untuk salip kesana kesini untuk menghindar dari kemacetan, tapi Cinta adalah tipe pengendara yang tidak ambil resiko, alias no salip salip club.

Memasuki gang menuju rumahnya, sepanjang jalan terlihat ramai. Perumahan padat penduduk itu banyak dihuni anak kost yang kuliah dan bekerja, sehingga pedagang kaki lima sepanjang gang ramai diburu. Cinta tersenyum membalas sapaan orang-orang yang kenal dengannya. Membuka jasa mencuci membuat hampir seisi kampung mungkin mengenalnya dan juga keluarganya. Apalagi tingkah si Lulu dan Lala yang memang aneh juga lumayan terkenal di sana.

Cinta mengerutkan keningnya ketika melihat ada beberapa motor terparkir di depan rumahnya yang berpagar rendah itu. Siapa gerangan yang bertamu ke rumahnya hingga jam segini? Tidak mungkin itu teman-teman Lulu dan Lili karena setahu Cinta, Marlina ada di rumah hari ini. Jika ada Marlina, tidak boleh ada teman anak-anaknya yang bermain hingga lepas maghrib.

Cinta sedikit kaget ketika mendapati ibu Dona yang menjadi tamu di rumahnya. Dona adalah rentenir yang dihutangi ayah tirinya, jangan berpikir rentenir disini seperti rentenir di cerita hidayah. Dona tidaklah sekejam itu dalam menagih hutangnya, meskipun tetap saja bunga yang dikenakan oleh wanita asal Sumatra Barat itu tingginya mencekik. Sejak pelunasan setengah dari hutang Ilham hampir 2 tahun lalu, Dona tidak pernah datang lagi menemui mereka karena Cinta rutin menyicil hutang Ilham setiap bulannya, meskipun hingga sekarang hutang itu tak juga lunas.

"Eh, Cinta sudah datang kau." Sapa Dona melihat Cinta memasuki rumah. Cinta tersenyum canggung menanggapi sapaan Dona, seingatnya ini belum waktunya membayar hutang.

"Kebetulan sekali, ibu kau benar-benar tidak bisa diajak bicara." Ucap Dona sambli melihat ke arah Marlina yang berwajah masam.

"Hutang bapak kau tinggal 100 juta lagi, aku butuh uangnya secepatnya bisa kau bayar cepat hutang bapak kau?" tanya Dona.

"100 juta? Gila... terus selama ini uang yang dibayarkan Cinta bagaimana? Mana mungkin sudah dua tahun masih saja 100 juta nominalnya." Ucap Marlina tidak percaya.

"Yang dibayar si Cinta ini cuma bunganya saja, itu sudah ku potong karena aku butuh uang cepat sekarang." Ucap Dona dengan suara kerasnya.

"Aku tidak pernah menagihnya kalau aku tak perlu, anakku kecelakaan mobil parah, aku butuh duitku segera." Ucap Dona lagi.

Katanya Dona ingin bicara dengan Cinta, tapi Dona malah berakhir berdebat dengan Marlina. Dua ibu itu sama sekali tidak mau kalah satu sama lain dan terus berdebat.

"Pokoknya aku mau duitku secepatnya...kalau tidak aku sita kembali rumah kau ini." Ucap Dona seraya pergi bersama dua orang bawahannya setelah kalah berdebat dengan Marlina. Percayalah jika masalah debat Marlina adalah jagonya, sampai dept collector pengalaman seperti Dona saja kalah.

"Benar-benar menyebalkan..." gerutu Marlina setelah Dona pergi.

"Ini semua salahmu... kalau saja seandainya... ah sudahlah tidak penting juga aku membicarakan semuanya denganmu." Ucap Marlina seraya pergi.

Cinta hanya menaikan alisnya tidak mengerti,yang salahkan Marlina kenapa menikahi pria macam Ilham, kenapa berakhir diayang disalahkan?

Cinderella, Adakah Cinta Tanpa Air Mata?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang