12. Mari Bekerjasama

1.1K 314 14
                                    

Marlina kena tifus dan DBD, wanita paruh baya itu sepertinya memaksakan diri untuk bersikap baik-baik saja selama ini, sehingga saat masuk rumah sakit, penyakitnya sudah sangat akut. Butuh waktu beberapa hari perawatan di rumah sakit untuk memulihkan keadaan Marlina, dan Cinta kebingungan untuk mencari uang untuk melunasi biaya rumah sakit Marlina nantinya. Meskipun Marlina hanya berada di kelas 3 tapi tetap saja harganya tidak murah untuk ukuran dompetnya.

"Kalian pulang saja, biar aku yang jaga ibu." Ucap Cinta pada si kembar Lulu dan Lala yang datang sepulang mereka dari sekolah.

"Tidak mau, aku juga mau jaga ibu." Ucap Lulu.

"Kalau kalian mau bantu ibu, mending selesaikan pesanan cucian di rumah dan kirim ke orangnya masing-masing." Ucap Cinta yang langsung menuai protes dari keduanya. Memang sebuah keajaiban jika kedua anak itu mau membantu tanpa protes terlebih dahulu.

"Uang biaya cuci yang dibayarkan pelanggan, boleh jadi milik kalian." Ucap Cinta tahu apa yang paling diinginkan dua remaja itu.

"Nah gitu dong, kalau gitu kita pulang sekarang." Ucap Lulu bersemangat.

Cinta menghela napas melihat tingkah keduanya, ibu mereka sedang sakit dan baru sadar beberapa jam saja sebelum kembali beristirahat. Tapi, kedua adiknya masih saja memikirkan uang jajan, tanpa berpikir bagaimana cara membayar biaya rumah sakit ibu mereka. Atau setidaknya memikirkan keadaan ibu mereka.

Setelah kepergian si kembar yang kegirangan karena akan menerima upah hasil cucian, Marlina baru membuka matanya. Wanita paruh baya itu terlihat sangat lemah sekarang, tidak terlihat wujud Marlina tukang ngomel dengan kata-kata pedasnya.

"Ibu mau minum?" tanya Cinta yang hanya diajawab anggukan oleh Marlina. Wanita itu tidak banyak bicara dan kembali istrirahat setelah beberapa menit terbangun meninggalkan Cinta dengan helaan napasnya.

Cinta tidak mungkin menjaga ibunya selama di rumah sakit karena dia harus bekerja, kedua adiknya juga harus bersekolah. Menitipkan Marlina pada si kembar juga bukan ide yang baik, karena kedua anak itu benar-benar tidak bisa diandalkan. Mungkin inilah dilema bagi tulang punggung keluarga pada umumnya. Disatu sisi dia ingin menjaga ibunya, disisi lain dia harus mencari uang untuk biaya ibunya.

Menjelang maghrib, Mina datang membawa makanan untuk Cinta sekaligus menjenguk Marlina. Mina tidak datang sendiri karena Rama ikut bersamanya. Pria itu menyayangkan kenapa Cinta tidak meminta tolong padanya untuk membawa ibunya ke rumah sakit, padahal mereka teman.

"Wih makanannya enak nih." Ucap Cinta takjub dengan makanan yang dibawa dua temannya itu.

"Tadi kakak iparku mengadakan arisan di restoranku, dan ini menu special yang aku buatkan untuk mereka. Tadinya aku ingin kalian mencoba duluan sebelum disajikan sebagai hidangan, tapi karena aku sibuk banget, jadi gak sempet deh." Ucap Rama.

"Jadi, kita ini ibarat kelinci percobaan nih?" goda Mina yang langsung diklarifikasi oleh Rama. Sepertinya Rama menganggap serius ucapan Mina, sehingga membuat Mina semakin asyik menggodanya. Ketiganya tertawa karena obrolan absurd mereka. 3 orang lain yang menghuni kamar itu, sampai menatap ke arah mereka karena suara mereka cukup menggaggu yang lain.

Cinta meminta maaf pada yang lainnya, sembari membagi sedikit makanan yang dibawa oleh Rama kepada yang lain. Ketika ketiga anak muda itu sedang makan, terdengar erangan dari Marlina membuat Cinta otomatis bangkit untuk mendekati ibunya. Cinta memperkenalkan Mina dan Rama pada Marlina sebagai temannya yang menjenguk Marlina. Marlina tersenyum tipis melihat dua teman putrinya. Marlina pernah bertemu dengan Mina sebelumnya, sedangkan Rama, dia baru bertemu hari ini. Mata lelahnya memperhatikan Rama cukup lekat, dan terlihat jika mata tua itu sedikit membulat untuk beberapa detik sebelum akhirnya Marlina memalingkan wajahnya.

Cinderella, Adakah Cinta Tanpa Air Mata?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang