4. Pangeran Toilet

1.4K 345 9
                                    

"Kata bu Murni, si Dona itu tidak berbohong, anaknya memang kecelakaan dan sekarang sedang koma di rumah sakit." Ucap Marlina sepulang dari belanja sayuran di tukang sayur yang mangkal depan rumah. Hari ini hari libur Cinta, tapi bukan berarti dia bisa santai, karena sejak pagi dia sudah bergelut dengan cucian dan sekarang dia sedang menyetrika pakaian.

"Ibu juga orangtua, mengerti bagaimana perasan Dona sekarang." Ucap Marlina tiba-tiba bersikap simpatik padahal semalam wanita itu yang berdebat melawan Dona hingga mengabsen penghuni hutan.

"Ya gimana lagi bu, kita gak mungkinlah bisa bayar hutang 100 juta dalam waktu dekat." Ucap Cinta menanggapi ucapan ibunya, sementara Cinta bekerja sejak pagi, entah kemana kedua adiknya. Kedua anak itu memang benar-benar sulit untuk diandalkan, dan Marlina membiarkan saja kedua anak kembarnya itu berbuat sesuka hati mereka. Coba kalau Cinta yang bolos sekali saja membantu pekerjaan, habislah telinganya menerima omelan bertubi-tubi dari Marlina. Dengan alasan jika dia anak sulung, Marlina benar-benar memeras energinya dengan telaten.

"Haruskah kita meminjam uang ke bank dengan surat rumah ini?" tanya Marlina lagi, Jika masalah toleransi pada sesama ibu, Marlina kadang memang memiliki simpatik yang tinggi. Meskipun Dona seorang rentenir yang menjerat keluarga mereka dengan bunga yang tinggi, tapi Dona bukan wanita yang kejam. Wanita itu memotong sedikit hutang mereka saat tahu Ilham meninggal mendadak dipukuli oleh teman-teman berjudinya.

"Rumah kita harganya gak nyampe 100 juta kali bu, kalaupun dijadikan jaminan di bank. Kita beli rumah ini Cuma 70 jutaan itu juga karena ahli waris yang punya rumah tidak menginginkan rumah ini. Pemilik rumah sebelumnya meninggal disini dan baru ditemukan tiga hari setelahnya, seisi kampong ini tahu sejarah rumah ini, ibu pikir kita bisa mengajukan pinjaman 100 juta dengan rumah ini?"

"Tapi kalau si Dona sita kita mungkin akan kehilangan rumah ini." Keluh Marlina, ibu tiga anak itu memijat kepalanya karena pusing sendiri.

"Ibu..." suara cempreng Lala menghentikan pembicaraan mereka. Anak bungsu Marlina itu mendekat dengan wajah manyun. Dengan nada suara sok manja minta dijitaknya, Lala mengeluh jika dia membutuhkan peralatan tulis baru untuk try outnya minggu depan. Beberapa menit kemudian Lulu menyusul dengan keluhan yang sama. Jika saja tidak ada Marlina sudah Cinta getok satu persatu dua anak itu. Baru 2 hari lalu keduanya minta uang padanya untuk peralatan tulis baru, dan sekarang mereka mengeluh belum memilikinya. Sebenaranya Cinta bisa saja mengadukan mereka, tapi Marlina tidak akan pernah membelanya jika menyangkut si kembar.

"Cinta pelit bu, dia gak ngasih uang walaupun kami memintanya." Keluh Lulu ngajak ribut.

"Cinta, antarkan kedua adikmu membeli kebutuhan mereka." Ucap Marlina final sebelum Cinta membuka suaranya.

Kedua anak kembar itu memekik kegirangan mendengar ucapan ibunya, dengan sengaja keduanya tersenyum evil ke arah Cinta. Cinta meregangkan ototnya sambil mengacungkan kepalan tangannya pada kedua anak ABG itu. Jika didepan Marlina tentu saja Cinta tidak bisa berkonfrontasi secara langsung melawan dua anak setan itu, jika dia masih sayang telinga dan hatinya. Marlina dengan omelannya selalu berhasil memekakan telinganya dan menusuk hatinya.

"Antar kedua adikmu, biar ibu yang selesaikan pekerjaannya." Ucap Marlina lagi.

"Pastikan mereka hanya membeli yang penting saja." Ucap Marlina lagi setelah kedua anak kembarnya ke kamar untuk berganti pakaian.

Jika masalah irit dan penghematan, ibu dan anak itu selalu sepakat. Bahkan Marlina adalah orang yang paling irit yang Cinta kenal sepanjang hidupnya. Saat dia masih kecil, ibunya bahkan tidak pernah memberinya uang untuk jajan di warung, sebagai gantinya dia akan memasakan sesuatu untuk dimakan. Sayangnya ibunya bertemu pria tidak baik macam Ilham, semua usaha hematnya raib, dan malah meninggalkan hutang.

Cinderella, Adakah Cinta Tanpa Air Mata?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang