.
27920.
.
.
Waktu telah berlalu cukup cepat. Tak terasa kini Widy sudah berumur enam bulan. Anak sambung nya ini sudah dapat duduk sendiri, merangkak bahkan kini sudah mulai belajar berdiri. Yana sangat senang sekali karena bayi yang ia rawat penuh ketulusan ini bisa tumbuh dengan sehat dan normal.
Bahkan di waktu imunisasi tiba, Widy selalu mendapatkan pujian atas pertumbuhan anak itu. Sehat, lincah dan pintar. Tak jarang juga para ibu - ibu di sana mengucap kagum kepada Yana yang telah berhasil merawat si bayi. Berbondong mereka menanyakan berbagai tips agar bayi mereka dapat tumbuh sebaik Widy.
Namun, selain hal itu, ada saja para ibu - ibu yang menatap nya tak suka. Mecibir penampilan nya yang kata nya kurang sedap di pandang mata.
Padahal Yana merasa tidak ada yang salah dari diri nya. Dia sudah tak sedengkil awal menikah dulu. Karena suami nya menuntut nya merawat diri sekarang.
Ya kecuali tubuh nya kurusan dengan wajah yang pucat. Berbeda dengan para ibu - ibu itu yang terlihat subur sekali. Tetapi alasan seperti itu tidak bisa kan dijadikan mereka alasan untuk membenci nya.
"Mamam mamam...," suara Widy berceloteh kepada Yana yang sedang sibuk memanggang kue kering di oven.
Hari ini Yana membuat cemilan itu cukup banyak atas permintaan Cahyo yang ternyata menyukai kue kering buatan nya itu. Skill masak Yana sekarang sudah sangat meningkat. Jadi seluruh masakan nya ini sangat bisa dipertimbangkan rasa nya.
"Cantik mau makan, hmm?" tanya Yana yang sadar bahwa sekarang sudah waktu nya Widy makan siang.
"Mamamama....,"
"Tunggu sebentar ya sayang. Bunda buatkan dulu mamam nya Widy." ucap Yana segera menyiapkan makanan si bayi.
Tak butuh waktu lama untuk Yana menghidangkan makanan untuk si buah hati. Widy hanya baru bisa makan mpasi instan berbentuk bubur. Dan untuk makanan yang lain nya belum. Mungkin bulan depan atau kapan. Yang jelas bukan sekarang, dan Yana pun tak akan memaksakan itu.
Selesai makan siang, Widy langsung minta tidur. Dan mau tidak maupun Yana meninggalkan masakan nya terlebih dahulu untuk menidurkan anak nya. Merasa Widy sudah terlelap, dia pun kembali ke dapur menyelesaikan acara 'mari membuat kue' nya.
"Di mana cucu ku?"
Yana tersentak terkejut mendengar ucapan itu. Itu suara mama mertua nya. Sejak kapan beliau datang kemari? Dan kenapa ia tidak menyadari nya?
"Widy sedang tidur di kam..,"
Belum sempat Yana menyelesaikan ucapan nya, orang itu langsung memotong perkataan nya.
"Tsk.., buatkan teh kalau begitu."
"Ya...,"
Beberapa saat kemudian, Yana pun menyusul mertua nya di ruang tengah, memberikan secangkir teh permintaan nya.
"Silah kan teh nya di minum, Ma."
"Kau memanggil ku apa tadi?!" Delik Gitayu memicing ke arah Yana.
"Mama...,"
Yana yang mendapat tatapan seperti itu langsung menciut. Bahkan reflek dia memundurkan langkah nya. Dia sangat takut kepada mertua nya ini.
"Aku bukan Mama mu!!! Jangan seenak nya memanggil ku Mama, Mama."
Mama nya Cahyo itu mendelik tajam, menatap tidak suka terhadap Yana.
"Tapi saya istri nya anak Ma..,"
"Lalu...?! Kau pikir aku akan menganggap mu menantu ku begitu?! Jangan menghayal di siang bolong..!!! Sampai kapan pun aku tak sudi memiliki menantu seperti diri mu. Miskin, dengkil, tak berpendidikan." cemoh Gitayu tak berperasaan.
Hati Yana terasa dicabik cabik mendengar itu semua. Hati nya sakit sekali. Sangat remuk dan hancur berkeping keping. Selama menikah, mertua tak pernah bersikap baik sedikit pun kepada nya. Selalu memandang nya buruk.
'Yana kamu harus kuat. Ini demi bu Irina dan Widy. Ingat Yana bu Irina telah mempercayakan Widy kepada mu. Widy sangat membutuhkan mu.' Batin Yana mencoba tegar.
Yana berusaha sekuat tenaga bersabar selama ini karena ingat kebaikan Irina dan juga Widy yang bergantung kepada nya. Jika tidak tertahan oleh dua hal itu, mungkin sejak lama ia meminta bercerai. Pernikahan nya ini terlalu membawa banyak nestapa dalam kehidupan nya.
"Maaf kan saya yang lancang terhadap anda. Lalu saya harus memanggil anda bagaimana?"
Yana berkata sesopan mungkin agar tak menyinggung perasaan mertua nya.
"Panggil aku nyonya Gitayu seperti pembantu yang lain nya. Lagian anak ku menganggap mu tak lebih dari seorang pengasuh cucu ku kan? Aku pun sama..,"
Yana membalas dengan senyum manis yang biasa ia sungging kan ke orang lain. Senyum untuk menutupi rasa lara yang menggerogoti jiwa nya.
'Jika pak Wisnu menganggap ku hanya sebagai pengasuh Widy. Tapi mengapa jika dia butuh kehangatan di malam hari sampai menyeret ku di atas ranjang nya? Apa aku ini juga dianggap budak napsu nya juga? Serendah itu kah harga diri ku? Cuman karena aku orang miskin dan menjadi istri baru pak Wisnu seminggu setelah kepergian bu Irina?'
"Baik nyonya..,"
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Merah
Fanfiction"Saya butuh kamu lebih dari yang saya kira sebelum nya ternyata" Warning!!! Hj!uke!bott!sub No bad comment dear❤ 14agus20-7okto20