16

372 52 8
                                    

.










.








.













.


















.
Hari semakin siang. Namun, sakit kepala nya tak kunjung juga sembuh. Bahkan sekarang tiba tiba perut nya terasa sangat nyeri sekali. Benar-benar sangat ngilu ke ulu hati.



Segera setelah menyelesaikan pekerjaan rumah nya. Buru - buru ia membaringkan badan nya di tempat tidur. Anak nya sedang tidur siang. Jadi ia tak mengawatirkan putri kecil itu merengek.





Setelah merasa diri nya mulai membaik, Yana memutuskan untuk periksa ke klinik. Mungkin dia bisa tahu penyakit apa yang sebenar nya menjangkit nya. Kram perut hebat sampai mengeluar kan bercak darah itu. Baru pertama kali ia rasa kan. Jadi wajar kan kalau diri nya merasa khawatir. Ia mengetahui adanya bercak darah itu saat hendak membersihkan diri sebelum nya.







Sebelum pergi, tak lupa ia menitipkan Widy sebentar kepada tetangga nya. Karena tak mungkin kan dia periksa sendiri sambil bawa bayi. Itu pasti sangat merepotkan.





Selesai pemeriksaan, Yana mengikuti sang dokter ke meja nya. Dia sempat merasa aneh dengan raut menyesal yang ditampakkan oleh sang dokter. Ada apa ya?





"Maaf.., nyonya saya harus memberikan kabar duka ini." ucap sang dokter kemudian mengambil napas sejenak.



"Kabar duka apa? Sa-saya kenapa, dok?" tanya Yana yang ikut gelisah.





"Anda mengalami keguguran." sesal sang dokter.




"Keguguran..? Apa saya hamil dok?" kaget Yana yang mendapat berita mengejutkan itu.






"Loh.., Anda tidak tahu jika hamil?" Tanya sang dokter yang keheranan.





Yana menggeleng kan kepala nya pelan. Wajah nya nampak sedih mendengar berita ini. Dia belum sadar kalau berbadan dua karena ya, bulan lalu dia masih mengalami bulanan kek sebelum nya.




"Mungkin karena janin anda masih berumur lima minggu, nyonya. Jadi anda masih belum sadar jika hamil." jelas sang dokter.



Wajar memang banyak orang yang mengandung tidak sadar bahwa diri nya hamil di usia kandungan yang semuda ini. Si dokter sudah beberapa kali mendapat pasien seperti Yana ini. Tidak sadar bahwa diri nya hamil.





Yana menunduk menatap perut datar nya.





"Anda tidak perlu terlalu bersedih, nyonya. Anda masih punya kesempatan lain waktu. Umur Anda kan masih muda. Ini saya berikan obat nya, tolong di minum sesuai resep ya. Jangan lupa seminggu lagi checkup keadaan anda lagi." Kata sang dokter memberikan beberapa jenis obat kepada diri nya.






.













.











.











.

Di rumah beberapa kali ia tidak fokus mengerjakan pekerjaan nya karena hal yang baru saja ia alami itu. Ia sangat sedih kehilangan anak nya.



Benar jika dia tidak menunggu kehadiran anak itu. Bahkan dia tidak kepikiran sama sekali akan hamil sebelum nya. Dia tahu diri nya memang berbeda.


Dia bukan lelaki sesungguh nya. Juga bukan wanita seutuh nya. Jadi mana mungkin ia mengharapkan hal hal seperti itu. Selama ini dia cuman sekedar menyesuaikan diri akan perubahan diri dia saja.




Tetapi saat mengetahui kabar duka itu sebagai orang yang mengandung nya. Mana mungkin ia tidak sedih. Sudah jelas pasti pedih nya bukan main. Itu anak nya. Darah daging nya.




Ini bukan berarti ia mulai ada perasaan terhadap Cahyo. Tidak sama sekali. Ia murni rasa sakit seseorang yang kehilangan anak nya. Tidak ada sangkut paut nya dengan sang suami. Meski ya, bayi itu tidak mungkin ada tanpa suami nya.






"Yan..,"



"Iya, pak."


"Saya lihat sedari tadi murung terus muka nya? Ada apa?" tanya Cahyo yang sadar sejak ia pulang dari pekerjaan nya tadi di sambut dengan wajah mendung sang istri.




Ya walaupun Yana jarang tersenyum lepas sih. Kalaupun senyum, senyuman terpaksa mungkin. Tapi Yana tetap terlihat manis dan cantik dalam keadaan apapun. Oh ya, jelas. Istri nya harus cantik dong. Dia saja tampan. Mana mungkin istri nya kentang. Terlalu besar kepala memang orang satu ini.










"Saya keguguran, pak." jujur nya.








Cahyo langsung berhenti sejenak membaca buku di tangan nya. Dan sedikit melirik ke arah sang istri. Sempat tertegun dengan berita itu. Keguguran? Berarti Yana juga bisa hamil dong. Benar-benar mengejutkan.






"Oh.., begitu. Tidak terjadi hal lain kan selain itu?" lanjut nya terdengar amat santai.




Seperti itu bukan hal besar yang terjadi. Padahal Yana ingin sedikit simpati dari pria itu. Masalah nya itu adalah anak pria itu sendiri. Kenapa dia malah seperti tidak kehilangan sama sekali. Yana sadar Cahyo tidak mencintai nya. Tapi tak bisakah untuk mencintai anak nya? Darah daging dia sendiri!








"Tidak."








"Yasudah. Aku mau menyelesaikan pekerjaan ku." ucap Cahyo beranjak dari tempat nya menuju kamar.






"Hn. Apa yang kau harapkan, Yana?"





Setitik air mata mulai menetes menuruni pipi nya. Sakit sekali rasa nya. Cahyo acuh tentang segala keadaan nya. Pria itu hanya peduli kepada nya jika menyangkut kesenangan pribadi nya saja. Selain itu tidak ada lagi. Jadi percuma saja ia mengadu kesedihan nya tentang kehilangan bayi mereka beberapa saat lalu itu. Percuma sekali!!!!


TBC

Happy end or sad end hayooo? 😁

Happy end or sad end hayooo? 😁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Senja MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang