22

250 32 3
                                    

.










. 131020











.


















.

















.

Cahyo memindahkan Yana ke kamar nya di lantai atas. Ia putuskan untuk memanggil dokter ke rumah nya setelah melihat kondisi janggal sang istri. Dengan pikiran yang masih terus bertanya-tanya, ia membersihkan darah yang mengalir di kaki sang istri. Tak lupa juga mengganti pakaian nya juga.








Selama menunggu dokter nya datang, Cahyo juga berusaha menyadarkan Yana dari pingsan nya itu. Dengan cara mengoleskan minyak kayu putih di pelipis dan tengkuk nya. Cukup berhasil, meski butuh waktu hampir lima belas menit untuk mengusahakan nya.









Dan syukur nya tak lama dari Yana bangun dari pingsan nya. Sang dokter tiba di tempat dan langsung melakukan pemeriksaan. Hasil dari pemeriksaan dan sedikit wawancara dengan pasutri itu, dokter menyimpulkan bahwa seperti nya Yana mengalami keguguran. Untuk penanganan selanjut nya bisa langsung ke rumah sakit agar di periksa lebih mendetail, perlu tindakan kuretase atau tidak. Setelah nya sang dokter memberikan beberapa resep obat dan kemudian berpamitan pulang.








Sepeninggal dokter dari kamar itu, air mata yang sedari tadi coba Yana tahan, luruh begitu saja. Yana menangis dengan diam. Tak percaya apa yang harus ia alami lagi. Ini terhitung masih empat bulan dari sejak ia menangis di makam Irina karena keguguran. Dan hari ini ia harus menangis lagi karena hal yang sama. Hati siapa yang tidak akan hancur mendapat kenyataan seperti itu. Yana lebur sekali akan cobaan ini.










Yang lebih menyakitkan lagi adalah pelaku yang menyebabkan ia keguguran ini adalah Cahyo sendiri. Usia kandungan Yana masih sangat muda dan rentan, namun karena emosi sesaat suami nya yang tega memukul nya sampai jatuh ke lantai tadi. Mengakibatkan kehamilan yang baru menginjak minggu ketiga itu harus berakhir kembali.











Dengan perasaan hancur, Yana menuruni ranjang dan berjalan tertatih ke luar dari kamar untuk pergi ke kamar nya sendiri di lantai bawah. Sekarang ia tidak mau melihat dan berbicara terlebih dahulu dengan Cahyo. Hati nya terlampau sakit. Lebih baik ia menghindar, daripada dihujam rasa menyakitkan ini.









Semingguan dari kejadian itu, suasana rumah itu seperti sepi senyap tidak berpenghuni. Suara tawa maupun tangisan Widy yang biasa mengisi. Entah kenapa seminggu ini jarang terdengar. Seperti ikut perang dingin yang terjadi kepada orang tua nya. Ya, Cahyo dan Yana saling mendiamkan satu sama lain.









Awal nya Cahyo berusaha mengajak istri nya itu berbicara. Meski ia pun juga bingung apa yang harus ia ucapkan agar tidak menyakiti hati Yana. Tapi Yana sama sekali enggan menggubris panggilan Cahyo. Dia benar-benar mendiamkan sang suami. Enggan diajak bicara. Melakukan pekerjaan juga dengan diam. Dipanggil pun tidak menjawab.










Tak mau ambil pusing, Cahyo malah ikut berdiam diri sama seperti yang Yana lakukan. Tidak mau saling bertegur sapa. Padahal jika Cahyo bisa sedikit melunakkan hati nya untuk sang istri, perang dingin itu tak kan terjadi. Sayang, dia terlalu kelu dan bodoh akan hal yang seharus nya ia lakukan.











Beberapa malam Cahyo tidak bisa tidur dengan nyaman karena terus memikir kan sang istri. Namun karena gengsi nya yang terlampau tinggi itu, selalu saja menahan nya agar memperbaiki keadaan. Padahal ia tahu, Yana begini karena apa.










Jujur di dalam hati nya Cahyo sebenar nya ada seberkas rasa bersalah kepada Yana dan calon anak - anak mereka yang lagi lagi tidak bisa terselamatkan. Dan penyebab nyata nya adalah diri nya. Seharus nya ia minta maaf dan mendampingi Yana yang jelas psikis nya pasti terguncang karena mengalami keguguran untuk kedua kali nya.









Jangan kan mendampingi, ucapan maaf  pun tidak pernah Cahyo katakan kepada Yana. Dia bersikap seolah tidak terjadi apa-apa. Dan tidak peduli dengan nasib Yana. Seperti tidak ada simpati apalagi empati. Terlihat sangat bajingan.











Acara perang dingin itu berakhir setelah hampir satu bulan lama nya. Itu pun tidak sepenuh nya berakhir.   Keadaan nya tidak sama seperti dulu. Yana sekarang berani berkata ketus kepada Cahyo. Dan pria itu pun seperti nya tak sama sekali seperti dulu. Dulu jika Yana berani menjawab,  membantah atau menolak meski dengan nada lembut pun, ia akan marah dan memaki Yana.









Tetapi sekarang tidak begitu. Jika tidak membalas ketus balik Yana. Pria itu akan diam atau berlalu pergi begitu saja. Entah apa yang membuat nya begitu. Mungkin rasa bersalah yang belum di akui nya itu yang menyebabkan nya.





TBC

Mau komen kalian dung😘

Mau komen kalian dung😘

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Senja MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang