.26921
.
.
.
Cahyo kembali ke rumah ketika hari hampir saja petang. Di saat ia memasuki rumah, rasa nya sepi dan dingin sekali. Seperti tidak berpenghuni. Lalu ke mana Yana pergi kalau tidak kembali ke rumah? Ke tempat mana yang bisa istri nya itu kunjungi? Sedang kan ia tahu, Yana tidak memegang banyak uang pun ia paham meski sudah tinggal di sini dal kurun waktu setahun, tak banyak tempat yang Yana ketahui.
Dalam hati Cahyo cemas tak mendapati keberadaan istri nya itu. Ingin sekali ia pergi keluar mencari nya. Tapi tentu hal itu tak kesampaian. Siapa yang akan menjaga anak nya di rumah? Ia tak tega membawa putri kecil itu pontang panting ke sana ke mari mencari ibu nya yang tidak diketahui keberadaan nya dalam keadaan masih tidur.
Cukup lama dia duduk termenung sendirian di ruang tamu menunggui kepulangan sang istri. Bahkan rasa perih di lambung nya sama sekali tidak terasa saking fokus nya terhadap kepulangan Yana.
Akhirnya Yana terlihat memasuki rumah sekitar pukul tujuh malam. Dengan wajah yang layu dan mata sebab, ketara sekali bahwa dia telah menangis dalam waktu yang lama. Cahyo yang melihat itu buru buru menghampiri nya dan bertanya,
"Yan.., kamu ke mana aja? Kenapa baru pulang?"
Namun tak ada satu patah kata pun Yana keluar kan untuk menjawab pertanyaan sang suami. Tanpa peduli ia berjalan ke dalam kamar dan mengunci pintu nya. Mengabaikan ketukan Cahyo yang terus bertanya dari mana ia sebelum nya.
.
.
.
Pagi ini Cahyo menyiapkan sendiri keperluan kerja dan sarapan nya. Mau bagaimana lagi, Yana seperti nya masih marah dengan kejadian di rumah Mama nya kemarin. Oleh sebab itu sampai jam menunjukkan pukul tujuh, istri nya itu belum menampakkan hidung nya di dapur.
"Ah.., sudahlah. Nanti aku akan membicarakan nya setelah pulang dari kampus." guman Cahyo sambil mengaduk kopi nya buru - buru.
Hari ini jadwal mengajar nya cukup pagi dan padat hingga sore hari. Jadi ia tak punya banyak waktu untuk bersantai menyiapkan semua. Apalagi melakukan nya sendiri. Di saat ia yang sudah terbiasa apapun disiapkan oleh orang lain. Jadi hal ini sedikit membuat nya keteteran.
Beberapa menit kemudian ia telah selesai sarapan dan bersiap. Sebelum berangkat ia sempat kan mengetuk pintu kamar istri nya itu untuk berpamitan.
"Yan.., aku berangkat kerja dulu. Uang buat belanja nya aku taruh meja ya." ucap nya berharap yang di dalam memberikan sedikit sahutan.
Tapi nyata nya hanya hening yang menyapa nya. Sedikit membuat nya kecewa namun mau bagaimana lagi. Kejadian kemarin di rumah Mama nya itu tidak pernah ia bayangkan akan terjadi. Jadi ia tidak bisa berharap banyak untuk segera di respon kembali oleh Yana yang pasti nya mendapat banyak luka dari kejadian kemarin.
.
.
.
Yana keluar dari kamar sekitar pukul sepuluh pagi ketika rumah sudah sepi. Ia langsung ke dapur membuat kan makanan untuk anak nya. Sebenar nya ia tidak bangun telat. Ia sudah bangun sejak subuh tadi. Namun, ia sengaja terus berdiam diri di kamar karena tidak mau berpapasan dengan suami nya.
Ia pun sebenar nya mendengar suara pamitan Cahyo yang akan berangkat kerja tadi pagi. Ia sengaja tidak menjawab memang karena masih sakit hati. Kenapa di saat begini begini saja dia mencoba berbuat baik kepada nya. Kenapa tidak pria itu lakukan di saat ia butuhkan seperti kemarin? Rasa nya kebaikan nya itu percuma saja jika dilakukan di waktu yang tidak tepat.
Di saat ia sibuk menyuapi Widy dengan makanan nya. Ia mendengar suara ketukan pintu depan. Dan ternyata setelah ia buka pintu nya sang tamu adalah Mama mertua nya beserta salah satu sepupu nya Cahyo.
Dengan senyum kepalsuan ia persilahkan kedua orang itu masuk ke dalam rumah. Meski sakit hati tapi apa yang bisa ia perbuat di sini. Ia menantu yang tidak punya kuasa apa apa. Seperti biasa dengan nada keangkuhan nya, Gitayu memulai perbincangan yang ternyata berujung dari niat nya yang kemarin. Wanita itu tetap pada pendirian nya menginginkan Yana menggugurkan kandungan nya.
Wanita itu yakin Yana mau menuruti kemauan nya karena dia yakin alasan dibalik Yana yang mau menikah dengan Cahyo selain karena balas budi nya terhadap Irina adalah Yana ingin kuliah yang tersendat oleh biaya itu dibiayai oleh Cahyo.
Ia yakin dengan paksaan materi ini, Yana mau menuruti kemauan nya. Memang seperti itulah orang miskin lakukan kan? Bisa melakukan apapun demi uang bukan?
Tapi jawaban yang ia dapat tidak sesuai. Yana tetap menolak menggugurkan kandungan nya. Bahkan dengan semua penawaran yang ia ajukan, Yana sama sekali tidak tergiur. Pun Yana seperti tidak keberatan saat ia paksakan menandatangani surat pernyataan cerai yang ia bawa.
Ah.., sudahlah. Ini juga tidak merugikan nya. Malah ia bersyukur tidak memiliki menantu dari kalangan rendah seperti Yana lagi. Cahyo juga pasti akan memahami maksud nya nanti. Meski apa yang ia lakukan sekarang ini tanpa sepengetahuan anak nya itu.
TBC
Yepppeiiiii, I am come back
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Merah
Fanfiction"Saya butuh kamu lebih dari yang saya kira sebelum nya ternyata" Warning!!! Hj!uke!bott!sub No bad comment dear❤ 14agus20-7okto20