10

516 55 3
                                    

8.10.20

.








.




.

Yana sedang sibuk menimang nimang Widy ketika suara panggilan sang suami terdengar di depan pintu kamar Widy dan dirinya.







"Yana...!!"








"Iya.., pak." sahutnya.








"Setelah Widy tidur kamu ke kamar saya...!!!" perintah Cahyo bersedekap dan bersender di daun pintu.








"Ada apa, pak? Apa saya berbuat salah lagi?" Tanya Yana takut takut, biasanya saat Cahyo menyuruhnya ke kamar, dia pasti akan kena marah besar  oleh mantan dosennya itu.









"Tsk..., jangan banyak tanya kamu! Kalau saya suruh ke kamar saya ya ke sana saja! Jangan tanya tanya lagi!! Ngerti kamu!!!" judes Cahyo.









"Maaf..,pak."









Setelah mengatakan hal itu, Cahyo lalu melenggang pergi begitu saja ke luar kamar. Meninggalkan Yana yang masih kerepotan menidurkan Widy yang sedikit rewel malam ini. Setengah jam kemudian Widy baru bisa pulas digendongan Yana. Merasa yakin bahwa gadis kecil itu tertidur, Yana pun segera bergegas menuju kamar suaminya. Ia tak mau jika sampai membuat suami nya marah marah lagi.







Sesampainya di kamar Cahyo, ia melihat suaminya itu sedang bersantai di atas ranjang sambil membaca sebuah buku. Yana tidak tahu harus berbuat apa sekarang, suaminya itu diam saja setelah ia masuk. Pria itu tidak mencoba memarahinya seperti bayangan dia sebelum masuk kamar ini. Akhirnya Yana hanya berdiri saja di depan ranjang suaminya itu. Tidak berniat menegur atau apa, karena ia takut disalahkan lagi.








"Greeeppp..,"







Yana terkejut saat tiba-tiba tubuhnya ditarik cepat oleh seseorang yang tak lain adalah Cahyo sendiri. Alhasil karena ulah itu, Yana terjatuh menimpa tubuh si mantan dosen nya itu. Yana gelagapan dengan posisi ambigu macam itu. Ia merasa sepertinya sebentar lagi dirinya bakal jadi Yana geprek karena berani menimpa tubuh pria killer tersebut.








Buru buru dia bangun dari posisinya ini. Namun, ternyata tanpa diduga  pinggangnya malah dipegang erat oleh Cahyo. Bahkan beberapa saat kemudian salah satu tangan pria itu membelai gundukan daging bagian belakangnya sambil menatapnya intens. Yana merinding ditatap dan diperlakukan seperti itu.









"Pa..pak..., bapak mau ngapain?" gagap Yana.








"Panggil mas..., Yana!" Bisik Cahyo serak.









Yana mencoba mendorong pelan bahu suami nya. Dia ingin menolak nya.









"Kenyal sekali ternyata, hmm." Cahyo malah acuh dan bertindak lebih berani.










"Pak.., to-tolong jangan..," Yana kali ini benar-benar mendorong suaminya itu dengan kekuatan nya.







"Ada apa kau ini?! Kenapa mendorong saya?!!! Kau ingin menolak saya begitu?!" marah Cahyo oleh penolakan Yana.








"Bu... Bukan begitu maksud saya, pak. Ta... tapi bapak bilang dulu saya di sini hanya menjadi ibu sambung Widy. Mengurus dia dan rumah kan, pak. Saya tidak berkewajiban un-untuk... untuk..., "









"Dasar dungu!!! Namanya menjadi istri ya harus melakukan segalanya untuk suami dan anaknya. Tidak pilih pilih seperti ini."










Setelah berkata seperti itu, Cahyo membanting tubuh kurus Yana di kasur nya. Menduduki nya lalu dengan kasar mengikat pergelangan tangan Yana dengan dasinya yang berada di atas meja.









" Hiks.., paakk.., tolong lepasin, saya. " Yana menangis diperlakukan seperti itu.








Dia memang gampang menangis sebagai seorang laki-laki. Hatinya itu tidak sekeras lelaki pada umumnya. Dibentak dan dikatain, pasti dia sudah menangis. Apalagi diperlakukan secara kasar begini. Dan ditambah lagi, ia tahu akan menerima sesuatu yang tidak ia ingin kan. Memberikan tubuhnya kepada suaminya.









Mungkin dia memang terlihat seperti seorang yang tidak tertarik dengan wanita karena perilaku dan sifatnya yang terlampaui lembut untuk seorang laki-laki. Tapi pada sebenarnya, Yana masih menyukai seorang wanita. Meski tahu dirinya memiliki banyak kekurangan yang menyebabkan seorang wanita mungkin enggan berdekatan dengan dirinya.








Sementara Yana menolak melakukan hubungan suami istri dengan nya. Cahyo terlihat semakin bernafsu ingin merasakan tubuh si istri. Dia membelai wajah manis Yana yang secara tidak sadar mulai ia kagumi beberapa hari ini. Mengusap usapnya lembut, kemudian menangkup kedua pipi itu dan mencium bibir merah ranum yang membuat nya gila begini.






"Aku suka bibir ranum ini. Rasanya sangat manis."

TBC

Yeyyy, aku up lagi nih guys. Yang nunggu diramein kuy, biar cepet up part selanjutnya 😉

 Yang nunggu diramein kuy, biar cepet up part selanjutnya 😉

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Senja MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang