6

529 74 47
                                    

.



.





.




.


.

Setelah mbak Siti, pembantu nya Mama nya Cahyo itu pulang. Yana juga di tinggal sendiri oleh Cahyo di kamar nya Widy. Sebelum pria itu keluar, ia beritahukan bahwa Yana akan sekamar berdua dengan Widy. Dan tak akan pernah tidur bersama Cahyo sampai entah kapan itu waktu nya. Yang jelas pria itu mengatakan bahwa ia menikahi Yana sebatas karena ingin memenuhi permintaan terakhir istri tercinta nya. Serta tak mau repot di buat pusing oleh si anak yang rewel banget kalau enggak sama Yana.

Yana yang mendengarkan setiap untaian kalimat suami nya itu merasa sesak di dada nya. Bukan karena ia melunjak ingin di perhatikan. Bukan itu, tapi kata kata sang suami yang seolah menganggap dia sebagai pengasuh nya Widy itu terdengar sangat miris sekali. Istri mana yang tak merasa teriris hati nya diperlakukan begitu oleh suami nya hanya dalam kurun waktu beberapa jam setelah menikah. Orang waras manapun pasti akan memaki sang suami yang kelewatan tak punya hati tersebut.

"Kalau cuman gara gara yang bisa nanganin Widy cuman aku saja. Kenapa pak Wisnu tidak memperkerjakan ku sebagai pengasuh nya Widy saja? Kenapa repot repot menikahi ku kalau ujung-ujungnya aku hanya dia anggap pengasuh nya Widy? Lagian bu Irina kan hanya meminta pada nya agar aku yang merawat Widy. Bukan menikahi ku. Sebenarnya apa ya yang pak Wisnu pikirkan?" Tanya Yana kepada diri nya sendiri.

Ia bingung dengan jalan pikiran sang dosen yang menurut nya itu sangat aneh. Kata nya mencintai istri nya setengah mati. Tapi baru di tinggal beberapa hari saja, pria itu sudah menikah lagi. Ya meskipun alasannya karena Widy. Bukan karena rasa ketertarikan yang lain. Tetapi bukan kah itu agak gimana gitu ya? Menikah saat makam sang istri masih belum kering. Apa kata tetangga nanti?

Ngomong ngomong soal tetangga. Bagaimana ya nanti ia akan menjawab mereka ketika menanyakan statusnya dengan pak Wisnu? Apa iya dia ngomong jujur kalau dia istri baru nya pak Wisnu? Wah.., bisa bisa ia kena dampratan kalau mereka tau hal ini. Hih..., memikirkan nya saja dia bergidik. Dia kurang terbiasa kalau di maki orang. Kek peribahasa tipis telinga, alias perasa banget dia orang nya. Di ajak bicara dengan nada tinggi saja terkadang hati nya kek ngondok ngondok siap meluncurkan air mata. Apalagi di nyinyirin tetangga yang pedas nya ngalahin sambel lombok ori sekilo. Beuh...., jamin langsung muntaber sama komenan tetangga.

.


.



.




.




.

Pukul setengah lima pagi Yana sudah bangun dari tidur nya karena tangisan si bayi yang seperti nya kehausan. Dengan kesadaran yang masih tinggal di alam mimpi. Yana beranjak dari tempat tidur nya. Beberapa kali dia sempat kek oleng gitu karena masih ngantuk. Kepala nya juga pusing dan nyut nyutan gegara dia baru tidur dua jam lalu. Dan kini ia malah harus bangun lagi untuk membuatkan susu. Selesai menyusui Widy, Yana menidurkan bayi mungil itu ke box bayi nya.

"Sayang, kamu tidur lagi ya. Kakak mau mandi dulu." Ujar Yana kepada si kecil. Yang hanya dibalas bayi itu dengan uapan di bibir nya. Mau tidur lagi karena sudah kenyang.

Akhir nya dia segera bersiap dengan rutinitas pagi nya. Karena dia hari ini akan berangkat kuliah pagi. Namun, saat hendak memakai sepatu nya ia dikejutkan oleh kedatangan Cahyo di samping nya seraya memberikan selembaran surat resmi dari kampus. Surat pernyataan persetujuan cuti selama tiga semester. Iya cuti sampai tiga semester atas nama diri nya.

Melihat hal itu mata Yana melotot terkejut. Kenapa bisa? Kapan diri nya mengajukan cuti? Kenapa tiba tiba surat pengajuan cuti ini sudah keluar?

"P-pak.., maksud nya ini apa?" Tanya Yana takut takut.

"Kau tidak bisa membaca..?!" Bukan jawaban malah sentakan yang ia dapat.

"Tapi saya tidak ingin cuti, Pak. Sa-saya ingin kuliah..,"

"Siapa kamu mau berbuat seenak nya saja. Kau di sini karena menjadi ibu sambung Widy. Tentu saja kau harus mengurus putri saya. Apa kau buta mau meninggal kan putri saya lama lama?! Lihat lah dia masih bayi yang berumur seminggu. Ibu nya seharus nya tidak jauh dari nya."

"Tapi, Pak....,"

"Apa kau tuli..?!!! Saya ingin kau fokus mengurus putri saya sampai dia bisa dititip kan ke orang lain. Setelah itu kamu baru boleh kuliah lagi."

"Tapi tiga semester itu terlalu lama, Pak. Sa-saya...."

"Kau pikir saya tega menitip kan putri saya yang masih satu setengah tahun ke orang lain karena ibu nya kuliah?! Tidak sama sekali, tapi saya ingat kau juga ingin kuliah. Apa kau ingin saya menambah kan masa cuti mu?!" Ancam nya dengan raut wajah yang marah.

"Tidak, Pak. Ini saja...," Hyunjin menunduk dalam mencoba menyembunyikan mata nya yang berkaca kaca.

"Bagus.., sekarang ganti baju mu sana..!! Urus rumah juga Widy. Selama satu setengah tahun ke depan kau hanya perlu menjadi istri dan ibu yang baik di rumah ini." Kemudian Cahyo meninggal kan kamar itu.

Yana meluruh kan air mata nya semua. Ia tidak tahu jika resiko yang harus ia tanggung harus seberat ini.

"Oek.. Oek... Oek...,"

Tangisan Widy menyadarkan Yana dari kesedihan nya. Mungkin bayi itu terbangun karena suara gertakan sang ayah yang di tunjukkan kepada ibu nya itu.

"Kamu sudah bangun sayang..," Yana mengangkat tubuh mungil bayi itu menimang nimang nya sayang.


Tbc

Pengen makan bibir nya masa'?🌚

Pengen makan bibir nya masa'?🌚

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Senja MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang