.111222
.
.
"Saya yakin dengan sepenuh hati saya. Jika memang Nyonya keberatan oleh kehamilan saya. Dan menyuruh saya memilih. Lebih baik saya memilih berpisah dengan pak Wisnu." jawab Yana tegas tanpa keraguan sama sekali.
"Apa kau yakin ?! Kau bahkan belum mendapat kan tujuan mu untuk kuliah. Jika kau memilih bercerai. Otomatis perjanjian itu batal. Anak ku tidak berkewajiban lagi membiayai kuliah mu." kata Gitayu dengan nada angkuh nya.
"Saya yakin, lagipula saya masih belum bisa menginjak bangku perkuliahan lagi kan sampai sekarang?! Lalu untuk apa saya menunggu lagi?! Pasti nya itu akan sia sia juga. Lebih baik saya putus kuliah saja." sahut Yana.
"Baiklah..., kalau itu kemauan mu. Ku harap kau tak akan menyesal. Padahal aku sudah menawarkan kesepakatan yang bagus untuk mu. Tapi kau malah menolak nya. Yasudah...,"
"Saya tidak akan menyesal. Widy juga sudah bisa kok diasuh babysitter sekarang. Jadi anda tidak perlu khawatir lagi mengenai hal itu."
"Memang apa peduli mu..?! Dia Putri anak ku..," judes Gitayu.
"Memang Putri anak anda, Nyonya. Saya tidak bilang itu putri saya."
"Sudah...!!! Segera tanda tangani surat ini. Dan menyingkir dari pandangan ku sekarang..!! Aku tidak mau melihat mu lagi...!! Kita akan bertemu nanti di pengadilan. Jika kau ingin hadir. Tak hadir pun tak masalah. Itu malah bagus dan mempercepat sidang nya. " culas wanita setengah baya itu.
"Saya mengerti.., dan selamat tinggal." Pamit Yana berlalu, sesaat setelah menandatangani surat yang kata nya surat cerai itu.
"Ndaaa..., ndaaa," Rengek Widy memberontak di gendongan sang nenek, insting nya mengatakan bahwa ada hal aneh telah terjadi. Maka nya ia merengek ingin digendong Bunda nya lagi.
Yana melihat rengekan itu sangat iba sekali. Rasa nya seperti tidak mungkin ia meninggal kan bayi ini. Rasa nya benar-benar berat harus berpisah dengan Widy. Dia selama ini yang merawat balita ini sedari bayi. Menyayangi nya layak nya anak sendiri. Tapi kini diri nya harus terpisah dan mungkin tidak akan pernah dapat bertemu lagi.
"Maafin.., Bunda, nak. Ini demi adik kamu." bisik Yana mengelus kepala dan mencium pipi Widy, sesaat sebelum ia benar-benar meninggalkan kediaman itu.
Setelah Yana menandatangani surat perceraian itu. Tanpa banyak bicara dirinya langsung membawa seluruh barang barang nya dulu pergi. Ia tak membawa satu pun harta benda pemberian suami nya sama sekali. Bukan nya dia sombong, melainkan hal itu lah yang diinginkan keluarga suami nya. Atau bahkan mungkin suami nya juga menginginkan nya.
"Tes.....,"
Yana merasakan basah di pipi nya, mengingat kejadian menyakitkan yang ia alami sebulan lalu. Kejadian itu masih teringat jelas dan sakit nya amat membekas di hati nya. Rumah tangga nya harus berakhir dengan perceraian.
Yana sudah berusaha ikhlas dan tegar akan kejadian itu. Tapi rasa nya masih sakit saja. Apalagi saat hening hening begini, mengingatkan nya pada luka itu kembali. Meski sekarang ia telah bangkit dan mencoba memulai kehidupan baru nya dengan berani. Masa lalu masih sering membayangi nya.
Tetapi Yana selalu menekan hati nya, agar tidak lemah. Ia sadar bahwa diri nya tidak boleh sepenakut seperti dulu lagi agar tak dibodohi. Apalagi sampai merusak kehidupan nya begini. Tidak bisa!!!
Sekarang ia harus pandai melihat situasi. Karena ada orang lain yang akan bergantung kepada diri nya selain keluarga nya. Yaitu anak nya ini.
"Mungkin Bunda bukan orang yang bisa menjanjikan kehidupan yang seperti kamu ingin kan nanti, nak. Tapi Bunda akan berusaha semampu Bunda untuk membahagiakan mu. Bunda janji.., tumbuhlah dengan sehat di dalam sana."
Yana tersenyum mengelus perut nya itu. Perut rata nya, sekarang sudah nampak menonjol dari sebelum nya. Dari pemeriksaan nya beberapa hari lalu, anak nya ini tumbuh dengan baik di dalam sana. Yana sangat bersyukur anak nya baik-baik saja di perut nya.
Karena sebelum nya ia sempat khawatir akan keguguran lagi. Apabila tubuh nya ia gunakan untuk bekerja keras mencari uang. Ternyata Tuhan berbaik hati, kandungan nya kali ini lebih kuat dibandingkan kandungan nya yang sebelum nya. Meski fisik ibu nya yang dihajar habis habisan untuk bekerja. Dia dapat tumbuh sehat, tidak menyusahkan sang ibu.
Mungkin si jabang bayi tahu, ibu nya tidak punya siapa siapa untuk dijadikan sandaran. Dan perlu bekerja untuk tetap hidup. Jadi meski diajak kerja begini, dia tetap bisa tumbuh di dalam sana.
TBC
Aii aiii, siapa yang hadir?
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Merah
Fanfiction"Saya butuh kamu lebih dari yang saya kira sebelum nya ternyata" Warning!!! Hj!uke!bott!sub No bad comment dear❤ 14agus20-7okto20