3

749 88 9
                                    

.



.




.




.



.



.

Widy bayi merah itu sama sekali tidak berhenti menangis. Segala cara telah di lakukan. Banyak orang yang bergantian mengendong nya. Memberi nya susu, tapi tetap saja hasil nya nihil. Bayi itu semakin menangis keras.

Cahyo sangat pusing sekali. Apa yang harus ia lakukan? Semua keluarga nya dan juga keluarga istri nya pun tidak ada yang mampu menenangkan bayi Widy yang menangis kejer.

Kemudian ia teringat keseblatan wajah orang yang ikut menemani detik detik terakhir sebelum istri nya pergi dan juga pesan sang istri.

"Yana.., ya mungkin anak itu bisa membantu." Pikir Cahyo.

Buru buru ia menghubungi salah seorang mahasiswa nya yang merupakan ketua kelas dari kelas yang di hadiri Yana.

Setelah beberapa lama ditunggu tunggu akhir nya Yana tiba di kediaman sang dosen. Saat sampai di depan pintu dia mendengar dengan jelas tangisan bayi. Widy masih belum berhenti menangis. Sampai di dalam rumah banyak sekali orang tua yang mengernyit heran oleh kedatangan nya. Iya kan dia orang asing bagi mereka. Pernah bertemu kan, tapi hanya sebentar. Pasti mereka juga sudah melupakan nya.

Bayi Widy yang semula menangis keras itu. Tiba tiba langsung berhenti menangis sesaat setelah pindah ke dalam gendongan Yana. Putri kecil Cahyo itu langsung tertidur pulas dalam timangan Yana. Mereka yang ada di sana merasa bingung. Kenapa bisa dengan orang asing ini, bayi Widy bisa tenang? Kenapa malah dengan keluarga nya sendiri menangis keras?

Meski mereka dilanda kebingungan. Mereka tetap membiarkan Yana membawa Widy. Dirasa Widy benar benar sudah tenang. Mereka semua berpamitan pulang. Dan menyisakan Cahyo, Yana dan Widy saja.

.



.



.



.



.

"Yana..,"

"Iya.., pak." Yana terperanjat mendengar panggilan dosen nya itu.

"Widy sudah tidur kan? Ayo ikut ke ruang tengah! Saya ingin berbicara sesuatu dengan mu." Kata nya lalu berlalu dari hadapan Yana.

Di ruang tengah, suasanya amat sekali dingin. Yana luar biasa canggung nya duduk berhadapan berdua dengan si dosen. Ingat bahwa dosen nya ini salah satu dosen killer di kampus. Maka nya Yana tak nyaman berada di ruang yang sama berlama lama begini.

"Yana..,"

"Iya, Pak.".

"Kamu menginap di sini ya malam ini.  Tolong temani Widy." Pinta Cahyo yang lebih terdengar seperti perintah yang tidak bisa diganggu gugat.

"Baik, Pak." Yana menjawab lirih.

"Bagus. Dan saya ingin bertanya tentang uang semester mu yang hampir tenggat waktu itu. Apakah kau sudah mendapatkan uang nya?"

Yana langsung mencelos ditanyai seperti itu. Dia tadi bahkan masih dilanda pusing masalah itu. Dan belum dapat menyelesaikan nya. Namun, ia sempat lupa karena datang kemari.

"Belum kan?"

"Belum, Pak." Tanpa sadar memilin ujung baju nya merasa dilanda gugup bercampur takut.

Cahyo mengangkat sebelah alis nya dan sedikit tersenyum simpul. Tubuh nya agak di codongkan ke depan. Dan dagu nya ditumpu kan pada tangan nya. Lalu lanjut bertanya kepada Yana.

"Bagaimana kalau saya membantu mu. Dengan imbalan balik tentu nya."

"Imbalan macam apa, Pak?" Tanya Yana langsung duduk tegak. Apakah ini akan menjadi bantuan dari Tuhan untuk nya?

"Saya memberikan dua pilihan ke kamu. Pertama, jika kamu mau menjadi ibu sambung Widy seperti permintaan terakhir istri saya. Saya akan membiayai seluruh biaya kuliah mu sampai lulus. Dan pilihan kedua, kamu bisa menolak tawaran menjadi ibu sambung Widy. Tapi saya juga tidak bisa membantu kamu tentang beasiswa itu. Karena beasiswa itu pihak kampus lah yang memutus kan. Sekarang kamu boleh memilih. Pilih saja sesuai apa yang hendak kau raih. Saya tidak akan memaksa." Ujar Cahyo datar seperti biasa.

"Ma-maksud bapak?" Yana terngangap mendengar perkataan sang dosen.

"Saya ingin kamu menikah dengan saya dan menjadi ibu nya Widy. Apa kurang jelas?!" Tekan nya.

Tubuh Yana terasa kaku tak tau harus menjawab bagaimana. Menikah? Menjadi ibu? Hei.., Yana masih suka perempuan ngomong ngomong. Bagaimana bisa tiba-tiba dosennya itu menawarkan hal segila itu? Ini memang wajar sekarang di kota tapi dirinya berasal dari desa bukan kota. Cara berpikirnya berbeda, dan dia termasuk orang yang belum warm sama orang dari kalangan mereka. Meski tidak membencinya.

"Yana.., bukankah ini kesempatan yang bagus untuk mu? Kamu tidak mau kan di keluar kan dari kampus?"

"..." Yana masih diam.

Benar ini kesempatan bagus yang tidak bisa dilewatkan. Namun, apa iya dia harus menikah sekarang? Dengan laki laki lagi, umurnya dengan sang dosen pun cukup jauh. Akan jadi seperti apa dirinya nanti di mata masyarakat? Pelacur? Gundik? Jalang? Buruk sekali.

"Apa bapak serius ingin menikahi saya? Bu Irina baru saja tiada tiga hari yang lalu, Pak. Kalau orang lain mendengar, apa itu tidak akan menjadi masalah?" Argumen Yana, yang sebenarnya sedang berusaha menolak halus.

"Memang apa peduli ya mereka? Widy nangis apa mereka bisa bantu? Tidak kan?! Hanya kamu yang bisa menenangkan Widy. Dan sudah saya katakan, sebelum Irin meninggalkan kami. Dia bilang ingin kamu yang merawat Widy. Apa saya salah jika meminta mu menikah dengan saya? Ini sama sekali tak merugikan mu Yana. Anggap saja kita sedang melakukan simbiosis mutualisme. Saling menguntungkan satu sama lain."

Yana diam lagi. Diri nya bingung harus memilih apa?  Dia dilema, haruskah dia menjadi ibu sambung Widy? Tapi diri nya masih terlalu muda untuk menikah. Dia juga bukan orang yang mandiri. Bagaimana diri nya nanti harus mengurus Widy dan kuliah nya. Selagi mengurus diri nya sendiri pun, sebenar nya Yana sangat keteteran. Dan ini malah di suruh mengurus bayi yang baru lahir. Yang pasti nya sangat merepot kan sekali. Apa dia bisa? Kenapa sulit sekali pilihan nya.


"Tapi saya masih normal, pak."



"Maksudnya...?"



"Saya masih suka wanita bukan pria. Dan saya agak keberatan jika menikah dengan seorang pria, pak." lirih Hyunjin tak berani mendongakkan kepala. Ia takut dosen nya itu tersinggung.

"Saya pun masih sama seperti dirimu, Yana. Istri saya seorang wanita dan saya sangat mencintai nya. Saya ini masih normal. Dengan saya memintamu menikah dengan saya. Bukan berarti saya ini serong. Saya hanya ingin mencarikan ibu dan pengurus anak saya. Saya tak akan benar-benar memintamu berlaku sebagai istri sungguhan kepada saya. Hanya mengurusi semua kebutuhan putri saya saja. Apa kamu masih keberatan soal itu? Tolong pikirkan baik-baik tawaran saya ini!"
.

Tbc

Ingat Yana yang ini ya👇👇👇😗

Ingat Yana yang ini ya👇👇👇😗

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





Senja MerahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang