{26} target (2)

647 68 12
                                    

Jaehyun memijat bagian pelipisnya yang terasa berat dan pening. Terasa semakin parah saat ia menyadari beberapa jendela rumahnya pecah dilempar batu, pot bunga yang ikut hancur berserakan, dan sebuah tanda silang berwarna semerah darah yang sengaja ditinggalkan pada salah satu pilar di bagian rumahnya. Jaehyun menutup hidungnya saat mencium bau yang agak hanyir, bisa ia simpulkan itu memanglah darah. Mungkin saja darah binatang.

"Teror lagi, dasar bedebah gila!" gumam Jaehyun sambil mengumpat.

Semalam ia terlalu mabuk hingga tak mendengar suara kegaduhan yang terjadi di kediamannya. Kamera CCTV pun mati, ini bukan suatu kebetulan. Mereka pasti sudah mempersiapkan semuanya dengan cukup matang. Bodohnya ia malah memecat petugas keamanan dan tukang kebun yang bekerja padanya akibat teror-teror sebelumnya yang tak dapat mereka temukan siapa pelakunya.

Ya walaupun sejatinya Jaehyun sudah tahu, setidaknya ia ingin memberi pelajaran pada anak buah mereka sebagai tanda bahwa Jaehyun tidak lengah. Tapi itu hanya angan semata.

Pot dari bunga-bunga yang ia beli dari pria tua di Seoul hancur, membuat Jaehyun naik pitam. Namun ia sedang tak punya banyak energi untuk melanjutkan marah-marah, lagi pula kepada siapa ia akan melampiaskannya? Tak ada orang lain lagi selain dirinya di rumah luas nan sunyi itu. Segera Jaehyun lipat lengan bajunya keatas dan mulai membereskan hasil kekacauan yang telah terjadi. Menurut Jaehyun, orang-orang berengsek itu tidak akan berhenti sebelum dirinya menderita dan mati. Namun ia takkan menyerah begitu saja, yang terjadi padanya bukanlah apa-apa.

Tubuhnya mulai dibasahi keringat bersamaan dengan aktivitasnya yang telah selesai. Tidak ada lagi pecahan kaca dan pot yang tersisa, sekarang tinggal jendela rumah. Jaehyun meraih ponselnya di meja untuk memanggil tukang renovasi. Belum juga hal itu ia lakukan, bel rumahnya berbunyi. Dari ruang tamu, Jaehyun mulai menerka siapa orang dibalik pintu pagar besinya yang menjulang tinggi.

Ia tak memanggil Hansol kemari, pemuda blasteran yang menjadi sekretarisnya itu tak boleh tahu soal kekacauan dirumahnya. Tak mungkin juga para peneror datang sambil menekan bel, itu hal yang bodoh. Saat Jaehyun melirik layar interkom nampak surai panjang kecoklatan yang tengah berdiri memunggungi layar dari luar sana. Apa semalam ia tak sengaja memesan wanita panggilan?

Pagar besi itu terbuka dengan megah saat Jaehyun menekan salah satu tombol yang ada dalam genggamannya. Hal itu sontak membuat perempuan bersurai panjang itu terkejut sekaligus terperangah.

"Woah... Eh, selamat pagi, Jaehyun," Luda menyapa ramah lalu membungkuk sopan.

Tubuh Jaehyun menegang, bagaimana bisa perempuan itu mengetahui jika ia tinggal disini? Lee Luda, wanita yang bekerja paruh waktu untuk membantu merawat neneknya. Mereka bahkan baru bertemu sekali saat Jaehyun mengunjungi rumah neneknya saat itu.

"Kamu... kenapa bisa sampai sini? Dari mana kamu tau saya tinggal disini?"

Kedua alis Luda bertaut sesaat hingga kemudian ia menyadari sesuatu, ia mencium bau alkohol dari Jaehyun. "Ckck, mabuk parah ya?"

Jaehyun bergeming, lagi-lagi Luda membuatnya terkejut sekaligus bingung. "K-kok bisa tau?!"

"Semalam kamu mengirim pesan ke nomor nenekmu, kamu bilang kalau sedang mabuk dan mengirim alamat rumah. Lalu tadi pagi saya disuruh Nyonya Kim datang kesini sambil membawa sup penghilang pengar."

Jaehyun mengusap wajahnya kasar dan mengecek riwayat pesan yang ada di ponselnya. Dan benar saja, pukul satu pagi ia mengirim pesan ke nomor neneknya yang beberapa waktu lalu ia dapatkan dari Jeno. Dasar bodoh, kesal Jaehyun pada dirinya sendiri.

Luda agak merinding setelah Jaehyun mempersilahkan dirinya masuk. Bagaimana tidak, ia mendapati cahaya matahari dengan bebas masuk lewat beberapa jendela yang menjulang kokoh tanpa kaca. Apa yang pria itu lakukan saat mabuk?

MAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang