{22} rindu Mama

1.3K 159 27
                                    

"Besok kamu mau pergi sama siapa?" tanya seorang anak perempuan berkuncir kuda kepada temannya.

"Sama Bundaku, dong," anak perempuan yang lain menimpali dengan semangat.

"Aku juga mau pergi sama Ibuku," tambah seorang anak laki-laki bermata cokelat.

Sekolah dasar elite tempat Lami bersekolah mengadakan festival tahunan yang bertepatan dengan momentum hari ibu. Semua siswa menyambutnya dengan antusias apalagi mereka akan menghabiskan waktu seharian di festival bersama ibu mereka. Dari sekian banyak murid mungkin hanya Lami yang tidak bisa merasakan hal seperti itu ditahun pertamanya.

"Hey, Lami! Kamu mau pergi sama siapa? Kamu kan nggak punya ibu," anak perempuan berkuncir kuda bertanya kepada Lami.

"Kok nggak jawab, sih!"

"Kamu nggak dengar ya?"

Lami hanya menunduk sedih dibangkunya. Sejak tadi ia hanya memperhatikan teman-temannya yang sedang membicarakan seputar hal tentang ibu. Berfoto bersama ibu, memberikan hadiah untuk ibu, memeluk ibu dan lain sebagainya.

Ibu, ibu dan ibu.

"Udahlah, dia pasti datang sama ayahnya."

"Yah, jadi hari ayah dong. Hahahaha!!!"

"Hahahahahahaha..."

Tawa mengejek mereka berdengung ditelinga Lami, membuat ia menutupi telinganya. Ingin marah tapi tidak kuasa. Kerinduan tak berujung kembali memenuhi rongga dada putri kecil Lee Donghae. Lami meremas ujung bajunya menahan gejolak perih dalam hati. Netranya memanas hingga kemudian setetes air jatuh. Perlahan, tetes demi tetes hingga tanpa ia sadar ujung bajunya telah basah.

Lami bangkit dari duduknya dan keluar dari ruang kelas. Sebagian anak tadi kembali mengejeknya. Lami cengeng. Lami payah. Lami tidak punya ibu. Gadis kecil itu berlari memasuki bilik toilet dan menangis sejadi-jadinya didalam sana. Tangisannya menggema memecah sepi. Tak ada satu pun orang yang lewat.

"Mama, hiks," dalam kesunyian, Lami memanggil sang ibu. "Aku mau Mama disini."

Wanita berkacamata masuk untuk memulai pembelajaran selanjutnya, membuat beberapa anak yang tengah bergerombol membicarakan acara festival kembali ke tempat duduk mereka masing-masing.

"Selamat siang."

Para murid menjawab bersamaan dengan si wanita yang berposisi sebagai wali kelas itu memicingkan matanya. Salah satu bangku yang terletak ditengah nampak kosong. Ia tidak menjumpai gadis dengan rambut panjang lurus duduk manis disana.

"Apa kalian ada yang tau dimana Lami?"

"Tidak, Bu."

***

Ting Tong!!!

Ting Tong!!!

Beberapa saat kemudian pintu kecil dari pagar besi yang menjulang tinggi itu terbuka, menampilkan laki-laki dengan setelan baju khas rumahan. Jeno membetulkan letak kacamatanya saat melihat Mina datang membawa sebuah tote bag ditangan sebelah kanan.

"Hai, Jeno!"

"Eh, hai Suster Kang. Apa kabar?" sapa Jeno dengan memamerkan eyes smile-nya.

"Jangan panggil aku kayak gitu, dong," Mina mengibaskan tangannya.

Jeno terkekeh. "Habisnya, kamu udah lama banget nggak mampir kesini."

"Iya, nih. Karena hari ini pulang cepat, aku langsung mampir deh."

"Oh iya. Ayo masuk Mina, malah ngobrol disini kan jadinya."

Jeno mempersilahkan Mina masuk dan menutup pintu pagar. Harusnya ia dan Haechan memanggil Mina dengan sebutan kakak karena usia mereka yang terpaut jarak beberapa tahun. Tapi Haechan menolaknya karena menurutnya wajah Mina terlihat seumuran dengan mereka dan perempuan itu pun tidak merasa keberatan jika hanya dipanggil nama oleh yang lebih muda.

MAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang