{10} goodbye Mama

2.7K 327 154
                                    

Haechan mengucek kedua matanya. Saat sepenuhnya sudah sadar, ia mendapati hanya Mark yang duduk termenung disebelahnya sambil memainkan seekor cacing bermotif pelangi yang menggeliat bebas sambil memakan kuman-kuman berbentuk jelek dilayar ponselnya. Permainan yang menurut Haechan benar-benar membosankan dan sedikit menggelikan karena cacingnya aneh dan jelek. Kadang Haechan sampai menjuluki Mark si hobi cacingan.

"Bang Jaehyun sama Jeno kemana?"

"Abang cari angin, Jeno keluar cari bunga." Jawab Mark sekenanya sambil terus fokus menatap layar ponsel. "Betah banget lo molor sambil mangap."

"Duh, laper nih. Makan yuk!"

"Nggak nafsu."

Haechan kembali menyenderkan bahunya lesu. Perutnya mulai bergemuruh meminta pasokan makanan untuk dimasukkan. Semoga saja Jaehyun datang sambil menenteng plastik berisi makanan untuknya.

Haechan menatap langit-langit rumah sakit. Ia jadi teringat sang Mama. Padahal baru kemarin mereka diajak foto bersama disalah satu studio pemotretan, dengan Mama yang memamerkan perut buncitnya. Tak lama Jaehyun datang dengan senyum mengembang diwajahnya.

"Bang Jae, ngapa senyum-senyum? Bawa makanan nggak?" Sontak Haechan beranjak dari duduknya berharap Jaehyun datang membawa sesuatu.

"Eh nggak tuh, gue nggak ke mini market. Cuma jalan-jalan disekitar sini aja."

Haechan mendengus kecewa, "Yah, kirain."

"Jeno man-" belum sempat Jaehyun menyelesaikan pertanyaannya, pintu ruang bersalin terbuka dan dokter keluar diikuti Donghae dibelakangnya.

Samar-samar terdengar suara tangisan seorang bayi dari dalam. Jaehyun, Mark dan Haechan merasa lega mendengarnya, namun perasaan lega itu luntur begitu melihat wajah Donghae yang tampak sembab dengan tatapan kosong.

"Gimana dok, pah?" Jaehyun buka suara.

Seorang dokter perempuan yang berada dihadapan mereka menghela nafas berat. "Selamat ya, bayinya lahir dengan jenis kelamin perempuan dan kondisinya sangat sehat. Tapi-"

"Tapi? Tapi apa?" Mark yang hampir mengucap kata syukur mengurungkan niatnya karena mendengar kata 'tapi'.

"Tapi maaf, sayangnya ibu Yoona tidak selamat. Beliau mengalami pendarahan hebat saat melahirkan dan kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tuhan sudah punya kehendak lain, nak."

"Bu dokter, jangan bohong!" Haechan berseru dihadapan sang dokter.

"Saya turut berduka cita. Dan—"

Suara langkah kaki mendekat memotong kalimat sang dokter. Itu adalah Jeno lengkap dengan sebuket aster ungu digenggaman tangannya. Jeno tiba dengan ketidaktahuannya tentang kondisi sang Mama.

"Loh pah, kok udah keluar? Mama mana? Udah lahir bayinya? Wah, Jeno telat dong, ya?" Tanya Jeno panjang.

Haechan menghampiri Jeno, memeluknya dengan sangat erat. "Mama udah nggak ada, Jen." ucap Haechan parau disela-sela isakannya.

Jeno diam mematung. Sebuket aster ungu yang ia tujukan untuk sang Mama jatuh berantakan dilantai. Pertahanannya runtuh, Jeno menangis tersedu-sedu dalam pelukan Haechan.

Dokter itu mengelus pundak Mark dan Jeno pelan. "Maaf, saya harus permisi." Dokter pergi meninggalkan keluarga Lee Donghae yang kini tengah diselimuti kabut duka atas kepergian seorang wanita yang mereka cintai itu.

***

Derasnya hujan mengiringi proses pemakaman Yoona, seolah langit juga ikut berduka atas kepergiannya. Wanita yang dicintai banyak orang, wanita yang sangat berarti bagi keluarganya, kini sudah bahagia diatas sana. Payung-payung hitam yang semula bernaung diatas pusaranya perlahan berkurang saat langit mulai gelap. Tersisa Donghae dan keempat putranya.

Jaehyun basah kuyup memeluk batu nisan dari wanita yang telah merawatnya hingga menjadi seperti sekarang ini. Air matanya tersamarkan oleh air hujan yang juga ikut membasahi wajahnya yang kini pucat pasi. Sang Mama meninggalkannya bahkan sehari sebelum ia melaksanakan wisuda untuk kelulusannya.

Donghae tak kalah terpukul dengan kepergian sang istri. Dibalik kacamata hitamnya ia menangis dalam diam. Ia mencoba untuk tegar walaupun juga terpuruk. Jika dirinya terlalu larut dalam kesedihan, maka siapa yang akan menguatkan keempat putranya?

Donghae memberikan kunci mobil kepada Jeno, mengisyaratkannya untuk mengajak Mark dan Haechan pulang terlebih dahulu.

Sebelum Jeno pergi ia meletakkan sebuket bunga aster ungu yang sudah mulai layu dan bentuknya yang tidak seindah tadi pagi diatas pusara Mamanya. "Mah, Jeno pulang dulu ya." gumamnya pelan sambil mengelus permukaan tanah yang basah lalu beranjak menuju mobil.

Donghae lantas menarik Jaehyun untuk berdiri. "Ayo, pulang. Hari sudah mau gelap."

"Tapi pah, Jaehyun nggak mau ninggalin Mama sendiri." Jaehyun bersusah payah merangkai kata dalam isakannya.

"Jaehyun! Papa tau kamu sedih dan berduka. Tapi apa cuma kamu yang merasakan hal seperti itu? Papa, Mark, Jeno, Haechan bahkan adik kamu yang baru lahir juga sama. Kita sama-sama kehilangan Mama. Kita juga berduka." Jaehyun bergeming.

"Sekarang ayo pulang, Mama pasti ikut sedih kalau melihat kamu seperti ini. Kamu laki-laki Jaehyun, harus kuat. Ada adik-adik kamu yang harus kamu jaga."

Jaehyun berdiri, membalik posisinya menatap Donghae nanar. "Pah, emang buat apa sih menjaga benalu yang sampe bikin Mama meninggal?"

Apa dia bilang? Benalu? Benalu katanya. Jaehyun sudah keterlaluan. Hal itu membuat Donghae naik pitam dalam sekejap. "KELEWATAN!!!"

Plakkk

Satu tamparan keras sukses mendarat dipipi kanan Jaehyun. "Berani-beraninya kamu bilang seperti itu?!?! Bahkan didepan makam Mama kamu sendiri?!?!"

Jaehyun masih terdiam dan menunduk. Rambutnya berantakan menutupi kedua matanya yang tak hentinya mengeluarkan cairan bening yang penuh akan kesedihan. Sakit dan perih, itu yang dirinya rasakan. Sangat sulit menerima kenyataan pahit yang merenggut nyawa sang Mama.

Donghae hendak melayangkan tamparan dipipi kiri Jaehyun tapi Haechan berhasil menahannya.

"STOP!!! KALIAN KETERLALUAN BANGET SIH. JANGAN BERANTEM DISINI!!!"

—tbc.

sakit sih, tapi gimana ya😔

MAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang