{25} target

1K 114 30
                                    

"Lo inget Peter yang dari London itu? Dia sekarang udah punya dua anak," ucap seorang pria yang berjalan beriringan dengan Mark. "Semenjak lulus kuliah kita bahkan nggak pernah ketemu, Mark."

Kemudian Mark terkekeh pelan, kawan lamanya bernama Daniel kebetulan sedang ada perjalanan bisnis ke Seoul dan ia menyempatkan waktu untuk datang menemui dirinya yang semenjak mengurus perusahaan tidak punya waktu luang, datang ke acara reuni sekolah misalnya. Mau tidak mau Daniel yang menyempatkan diri untuk mampir demi bisa bertemu dengan Mark yang sudah sekian lama tidak ia hajar wajahnya. Saat kuliah dulu Mark sempat menjadi salah satu mahasiswa yang dikirim ke Kanada dalam rangka summer exchange.

"Haha sekarang udah beda, pekerjaan bener-bener nggak bisa ditinggal. Thanks bro, udah sempetin waktu datang kesini."

"Jangan lupa, lo harus mampir ke Kanada. Gue habis kredit rumah by the way," bisik Daniel yang sontak mengundang gelak tawa seorang Mark Lee.

"Yo, Mr.Choi sekarang pekerja keras. Bangga gue sama lo!" seru Mark sambil merangkul tubuh Daniel yang sedikit lebih tinggi darinya.

"See you, bro. Nanti sore gue balik."

Kalimat Daniel dibalas anggukan oleh Mark. "Safe flight, I'm so sorry karena nggak bisa antar lo ke airport."

Mark berdiri ditempatnya sembari mengamati laju taxi yang ditumpangi Daniel keluar dari pelataran parkir Yonhae Group. Jujur ia rindu masa-masa dimana dirinya bisa bersenang-senang tanpa harus terbebani oleh urusan orang dewasa yang kini justru berada tepat dipundaknya. Tidak ada waktu bagi Mark untuk bersenang-senang begitu saja. Meskipun bukan pimpinan perusahaan, ia memegang peranan penting dalam kehidupan keluarganya.

Jeno dan Haechan kini sudah mulai memasuki semester akhir, Mark tak ingin mengganggu kesibukan mereka. Si kembar Lee dulu rela cuti kuliah saat Mark juga berada di semester tua, mereka berjibaku mengasuh Lami tanpa bantuan orang luar. Mark yang mengambil peran sebagai anak pertama di rumah pun rela mengubur sebagian besar impiannya hanya untuk kebahagiaan Lami dan Donghae, orang tua satu-satunya yang ia miliki saat ini.

Ponsel dalam saku celananya bergetar, alarm pengingat mulai berdenting nyaring mendekati waktu rapat yang akan dimulai dalam sepuluh menit. Mark bergegas melangkahkan kakinya menuju lift sampai akhirnya ia berpapasan dengan Hansol, sekretaris Jaehyun. Kedua mata Mark menyipit saat menyadari pria berparas bule itu jalan sendirian.

"Sekretaris Choi?" panggil Mark.

"Halo Pak Mark," Hansol membungkuk sopan. "Anda mau ke ruang rapat juga?"

"Iya. Mmm, sendirian aja?" tanya Mark datar. "Bosmu kemana?"

Berikutnya Choi Hansol menghela nafas pelan. "Pak Lee minta saya buat datang sekaligus mewakilkan, beberapa hari belakangan ini nggak bisa hadir karena ada urusan."

Mark hanya membulatkan mulutnya. "Urusan apa?"

"Itu dia masalahnya, saya kurang tau."

"Bisa-bisanya kamu sampai nggak tau dia ngapain?"

"P-pak Lee nggak bilang apa-apa," jawab Hansol tergagap. "Waktu saya tanya lebih jauh, Pak Lee langsung marah-marah dan menegaskan kalau urusan urgent, katanya saya nggak perlu tau. Begitu."

Yang bisa Mark lakukan hanya menggelengkan kepala. Sebenarnya apa sih yang dilakukan Jaehyun sampai sering melewatkan rapat penting? Mark beranggapan jika kakaknya itu mulai berubah menjadi seorang yang tidak bertanggung jawab. Segala urusannya hanya diserahkan pada Hansol sedangkan Jaehyun sendiri tidak jelas pergi kemana dan ada urusan apa.

MAMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang