TWENTY EIGHT

1.1K 187 276
                                    

SPOILER Fanbook

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SPOILER Fanbook

Suara panggilan pada ponsel di dalam kantong celana bahan yang tergeletak di lantai itu masih terus berdering, namun agaknya sang pemilik benda pipih tersebut tidak begitu tertarik untuk menanggapi barang siapa yang menghubunginya saat ini.

Di luar langit sedikit gelap, padahal waktu sudah pukul sembilan pagi. Pun Room Service sudah dua kali mendatangi kamar guna menanyakan menu sarapan pagi ini, tetapi sang penghuni kamar ralat Seokjin lebih tapatnya tidak membukakan pintu, lelaki itu justru menghubungi lewat telepon dan meminta agar menu sarapannya tidak perlu di antar ke kamar nomor 241 tersebut, dengan alasan mereka sudah keluar kamar sejak pagi buta.

Faktanya, berbanding terbalik.

Dua onggok manusia itu persis seperti ikan laut yang baru saja di angkat kedaratan, masih sama-sama terkapar lemah di bawah selimut.

Seokjin, lelaki berengsek bak bertopeng dewa dengan sejuta pesona di balik paras tampannya terus saja memandangi punggung wanita di depan matanya. Kulit putih polos tanpa busana itu masih setia pada posisinya dari semalam, hanya sesekali terdengar helaan napas jengah dengan sejuta kalimat umpatan darinya kepada Seokjin.

Wanita yang baru saja bertambah usia itu masih berharap jika yang terjadi semalam hanyalah sebuah mimpi, tetapi setiap tubuhnya mencoba bergeser, ia barulah yakin jika semuanya memang nyata. Terasa menyakitkan baginya harus menerima hadiah berupa perlakuan kotor dari seorang Kim Seokjin-lelaki yang ia cintai sekaligus menyakiti.

Seokjin sudah terbangun sejak setengah jam yang lalu, tatapannya sayu. Ia menangis; bukan atas dasar penyesalan perbuatannya semalam. Jelas memang, Seokjin berani memperawani kekasihnya dengan unsur sengaja. Seokjin menangis lantaran wanita yang sudah ia jamah itu tetap menolak kembali padanya.

Kata maaf tak lagi Seokjin utarakan, sebab ia tahu sampai mulutnya berbusa pun kalimat maafnya tidak akan mengembalikan apa yang sudah ia renggut. Kendati begitu, Seokjin masih mempertahankan egonya, bahwasanya; Hyera tetap tunangannya--wanita terkasih yang ia cintai.

Dalam kamusnya tidak ada kata; putus dan pisah, yang ia tekankan pada Hyera hanya kata menyatu dan bersama.

"Tolong pikirkan kembali, Hye." Air mata Seokjin menetes dari sudut matanya. Sedikit memberi jarak antara tubuh keduanya, hanya ada selimut yang masih setia menutupi tubuh mereka sebatas dada.

Hyera sudah lelah menangis, bahkan air matanya telah kering. Mengerjap ke sekeliling ruangan, mencari sesuatu yang ia sendiri tak tahu apa itu. Telinganya masih mampu mendengar kalimat dari sosok di belakangnya, tetapi agaknya Hyera enggan menanggapi. Ia lelah, tubuhnya nyeri semua.

"Apa yang harus aku pikirkan? Bukankah sudah jelas. Kita pu-"

"AKU TIDAK INGIN, HYE!"

[𝐌] 𝐎𝐑𝐏𝐇𝐈𝐂✓ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang