Klek!
Suara knop pintu yang diputar meyadarkan Jennie dari lamunannya, matanya mengarah kearah pintu menatap seseorang yang sedang membawa nampan berisi sarapan. Jennie sontak ingin beranjak bangun dari posisinya untuk menghampiri orang tersebut tapi sebuah tangan menahannya dan menyuruhnya kembali ke posisi semula.
“Jangan terlalu banyak gerak jika kau belum benar-benar pulih” Ucap Orang tersebut seraya meletakkan nampan tersebut di meja.
Jennie tertegun, sudah beberapa kali ini mereka berdua sangat jarang berbicara bahkan orang dihadapan Jennie enggang untuk menatap mata Jennie. Menghilangkan embel-embel panggilan Unnie dan terlihat sangat dingin. Perubahan sifat orang tersebut Jennie dapatkan semenjak masalah itu terjadi dan tentunya perlakuan orang tersebut membuat Jennie merasa sakit hati.
“Chae-young.. ah” Panggil Jennie sedikit ragu saat melihat orang tersebut ingin meninggalkan kamar milik Jennie. Ya, orang yang membawakan sarapan tadi adalah Park Chaeyoung, Rose.
Walaupun keduanya seperti perang dingin beberapa hari ini tapi Rose masih peduli akan kesehatan Jennie. tanpa ada pembicaraan dan penjelasan mengenai masalah malam itu tapi masalah antara keduanya sepertinya sangat rumit padahal masalah mereka berempat itu sama, hanya sebuah ketidaksengajaan dan kesalahpaham. Baik Rose maupun Jennie sama-sama hanya diam, tidak ada yang memulai membahas masalah tersebut. Tidak ada kemarahan yang Rose lontarkan pada Jennie dan tidak ada kata permintaan maaf juga yang Jennie katakan membuat semuanya menjadi semakin rumit.
“Gomawo” Rose pikir Jennie akan mengucapkan kata maaf tapi nyatanya Jennie hanya mengucapkan kata terima kasih, ntah itu ucapan terima kasih atas sarapan yang Rose berikan atau terima kasih karena tidak marah pada Jennie. Ntahlah..
Ntah apa yang ada dipikiran Jennie saat ini sampai-sampai dia hanya mengucapkan kata terima kasih sementara sudah sangat jelas diantara mereka berdua ada masalah yang akan sulit dikeluarkan jika keduanya masih tidak ingin bicara.
Tapi apapun yang ada dipikiran Jennie pasti dalam hatinya dia sangat ingin mengucapkan kata maaf dan mengakhiri perang dingin yang terjadi ini namun mungkin lidahnya masih terasa keluh untuk mengucapakannya saat ini. Sama halnya dengan Rose yang tidak bisa berkata apa-apa dan hanya bisa mengangguk kemudian keluar dari kamar Jennie.
.
.
“Kau masih marah pada Jennie?” Rose terkejut saat dirinya sampai didapur dan dikejutkan oleh suara dan sosok yang berdiri didekat kompor dengan segelas kopi ditangannya. Orang tersebut tak lain dan tak bukan adalah Jisoo karena Tersisa Jisoo yang berada di Dorm pagi ini selain Rose dan Jennie. Sementara Lisa, pagi-pagi sekali sudah meninggalkan Dorm dan pergi ntah kemana.
“Apakah aku berhak?” bukannya menjawab pertanyaan Jisoo, Rose malah bertanya balik. Jisoo berjalan lebih dekat kearah Rose dan bergabung duduk disebelah gadis berpipi chubby itu yang sedang memakan Ramyeonnya.
“Ntahlah, semuanya tidak bisa dipastikan sebelum kau tau benar titik masalah tersebut. Kau berhak marah jika kesalahan itu disebabkan oleh Jennie tapi kau tidak berhak marah jika kesalahan itu merupakan kesalahpahaman”
“Jangan menasehatiku jika kau berada diposisi yang sama denganku Unnie. Berhenti terlihat kuat jika nyatanya kau sangat lemah. Berhenti terlihat baik-baik saja jika nyatanya kau pun terluka” Jisoo terkekeh. Yang dikatakan Rose semuanya benar dan Jisoo tidak bisa mempungkiri hal tersebut.