Kakiku melangkah pelan memasuki Dorm, dengan sedikit sempoyongan aku berusaha tetap berjalan dengan benar supaya bisa sampai di Kamarku. Mata yang terasa mengatuk dan kepala yang terasa sangat berat membuatku ingin cepat-cepat mencampakkan tubuhku keatas tempat tidur.
Tak butuh waktu lama, aku pun sampai dikamarku. Dengan gerakan cepat tanganku melemparkan tas kesembarang arah dan langsung menjatuhkan tubuhku keatas ranjang.
Aroma alkohol yang begitu kuat membuat kepalaku menjadi sangat pusing, belum lagi ditambah dengan aku yang sudah berhasil menghabiskan beberapa gelas minuman tadi sehingga semakin membuat tubuhku melemah.
“Kau minum-minum lagi?”
Suara itu sukses membuat mataku yang tadi terpejam menjadi terbuka lebar. dapat kulihat sebuah sosok yang begitu kurindukan tengah berjalan menghampiriku.
Aku mengubah posisiku menjadi duduk dan masih memperhatikannya yang mulai mendekat, dia duduk dipinggiran ranjang seraya menatapku dengan tatapn yang sulit kuartikan. Aku juga menatapnya, mataku begitu merindukan manik mata tersebut. Manik mata yang selalu menatapku dengan lembut.
Kami terdiam dan masih saling memandang satu sama lain, namun detik berikutnya dia melakukan pergerakan. Tangannya yang hangat dengan tiba-tiba menggenggam tanganku membuat aku begitu terkejut.
“Jisoo Un─” “Sssstt” Ucapanku terhenti saat telunjuknya berada dibibirku. Aku kembali menatap matanya, kini dapat kurasakan matanya memancarkan tatapan sendu.
“Mianhae” Dia menunduk setelah mengatakan itu, aku masih diam dan masih mengamati dirinya. Jujur aku juga bingung ingin melakukan apa.
“Maaf karena telah membuatmu menangis, maaf karena telah membuatmu menjadi berantakan seperti ini. Tolong maafkan aku.. aku memang egois dan tidak bisa bersikap dewasa tapi percayalah, semua itu aku lakukan karena aku begitu mencintaimu.. Maafkan aku Jennie-ah, tolong jangan menjauh dariku”
Aku tertegun menatapnya yang menangis terisak, begitu menyesali perbuatannya. Mataku mendadak terasa panas, butiran bening lolos begitu saja. Sungguh melihatnya menangis membuat hatiku teriris seakan aku ikut merasakan apa yang dia rasakan.
Kedua telapak tanganku memegang rahangnya kemudian mengangkatny sedikit keatas supaya wajahnya sejajar dengan wajahku.
“Tatap aku Jisoo-ah” Ucapku saat matanya yang tidak berani menatap wajahku. Dia menuruti perkataanku, menatap mataku dengan wajahnya yang dipenuhi air mata.
“Jangan katakan itu, dengan kau yang datang padaku saja sudah cukup. Tidak ada lagi yang perlu diluruskan, tidak perlu meminta maaf karena ini juga bukan kesalahanmu. Cukup kembali memintaku untuk menjadi kekasihmu saja sudah menyelesaikan permasalahan diantara kita” Jariku mengelus pipinya dengan lembut diiringi dengan senyuman manis yang kupancarkan. Dia masih terdiam seraya menatapku lalu tersenyum simpul.
Tangannya bergerak mengelus rambutku membuat aku melepaskan tanganku dari wajahnya. Tangannya beralih tempat memegang rahangku, dengan gerakan lambat dia mulai memajukan wajahnya lebih dekat dengan wajahku. Matanya tertutup dan aku pun juga melakukan hal yang sama.
Beberapa detik kemudian dapat kurasakan bibirnya telah menempel dibibirku, bergerak dengan pelan mencicipi bibirku yang sudah lama tidak pernah dia cium. Aku terbuai, ciumannya mampu membawaku serasa terbang keatas awan.
Rasa rindu yang sudah tak tertahankan pecah begitu saja menjadi ciuman yang manis sekaligus panas. Kami saling melumat dan bertukar saliva untuk mengobati rasa rindu selama berpisah.