Menghindar

17 4 0
                                    

Keesokan paginya gua terbangun dengan June yang masih tertidur di dada gua. Meskipun tertidur, June tetap menampakkan keanggunannya. Dadanya bergerak naik turun mengikuti nafasnya yang begitu lembut terdengar hingga telinga gua. Jantungnya yang berdetak seirama dengan detak jantung gua. Gua merasa begitu dekat dengannya, dalam jiwa dan raga.

Tiba-tiba June terbangun, matanya terbuka dan dia meregangkan tangannya ke atas. Melihat June bangun, gua pura-pura menutup mata. Gua malu menatap matanya langsung. Dia menjadi orang pertama yang melihat hal pribadi dari gua ketika gua tumbuh dewasa. Gua belum siap menghadapi obrolan pertama kita.

"Ya, Ya, bangun. Mumpung masih pagi, balik gih ke kamar lo. Biar ga ada tetangga yang melihat," ucapan pertama June setelah dia bangun.

Tak ada ciuman, tak ada kecupan, tak ada pelukan, bahkan tak ada kata-kata sayang. Apakah apa yang kami lakukan semalam bukan apa-apa bagi June?

Gua bangun, pura-pura mengucek-ngucek mata dan meregangkan badan gua.

"Eh iya," ucap gua pura-pura baru bangun.

"Cepet balik ke kamar lo. Nanti keburu siang," ucap June mengulangi.

"Iya, iya," buru-buru gua mengemasi barang gua dan meninggalkan kamar June.

Di kamar gua masih memikirkan kejadian semalam. Gua memang udah beberapa kali pacaran, tapi semalam adalah pertama kali gua melakukannya. Rasanya bener-bener tak bisa dijelaskan dengan kata-kata, kenikmatan tiada tara, tetapi perasaan itu berubah ketika gua memikirkan reaksi June barusan.

Kenapa dia bereaksi seperti itu ya?

Kok reaksinya biasa aja?

Apa dia udah pernah kayak gitu sebelumnya?

Apa gua gak jago, gak seperti bayangan dia?

Semua pertanyaan itu beradu dalam pikiran. Psgi berganti siang, siang pun dijemput malam, jawaban dari pertanyaan gua masih juga belum ditemukan.

Gua mencoba bersikap biasa, tetapi hati tetap tak bisa. Gua mencoba untuk melupakan, tetapi tetap kembali ke dalam pikiran. Ketika gua ketemu June, pertanyaan itu muncul kembali di benak gua.

Sehari, dua hari, bahkan sampai seminggu gua terus menghindar dari June. Gua hanya ketemu sama dia saat berangkat kuliah dan pulangnya. Setelah itu gua pergi entah kemana hanya untuk menghindari percakapan dengannya.

Lama-lama June menyadari perubahan sikap gua. Di parkiran motor kostan, sore hari sepulang kuliah, June mengungkapkan juga apa yang dirasakannya.

"Woi monyet! Gua baru tau ya lo kayak gitu. Abis make gua, lo sekarang ninggalin gua," ucap June berteriak.

Gua panik melihat sekeliling, takut ada yang mendengar ucapan June barusan, ternyata kosong. Jam segini orang-orang yang tinggal di kostan ini belum ada yang pulang.

"Woy jawab monyet! Lo menghindari gua terus-terusan dan kabur-kaburan. Lo mau ninggalin gua kan," ucap June kembali berteriak.

Takut teriakan June makin menjadi-jadi dan bisa didengar orang, gua pun memaksakan mulut gua untuk berbicara.

"Gue .. Gue..."

"Lo kenapa?" bentak June.

Gua menarik nafas dalam-dalam.

"Lo tenang dulu. Ayok kita ngobrol di kamar lo aja," ucap gua.

June pun menurut, dia berjalan lebih dahulu ke kamarnya. Pintu kamar kost June pun terbuka seperti biasa.

"Jadi lo kenapa menghindar terus?"

Kembali (END) (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang