"Jadi lo kenapa menghindar terus?" tanya June dengan suara yang lebih tenang.
Sekali lagi gua menghela nafas panjang.
"Jadi kejadian malam itu adalah kejadian pertama kali buat gua, pertama kali dalam hidup gua," ucap gua memulai penjelasan.
June pun mengernyitkan dahi, mencoba membaca kemana arah pembicaraan ini akan gua bawa.
"Ketika melihat respon lo di pagi harinya, dada gua terasa sesak, hati gua terasa sakit. Gua yang kebingungan gimana cara menghadapi lo setelah kejadian itu, malah harus bengong ngeliat sikap lo yang biasa aja. Dari respon lo di pagi itu, gua pikir lo udah biasa kayak gitu," ucap gua menjelaskan.
"Woi monyet! Tai!" segala sumpah serapah keluar dari mulut June.
"Udah biasa? Lo pikir gua pecun?" desak June penuh amarah.
"Eh, eh, bukan begitu maksud gua. Dari respon lo, gua pikir,,,"
"Gausah banyak omong lo monyet!" ucap June memotong ucapan gua.
Mendengar caci maki June terus menerus, akhirnya gua memilih diam. June terus melanjutkan ocehan dan sumpah serapahnya.
"Jadi menurut lo gua cewek murahan kan? Iya kan?" desak June.
Gua yang sadar kalau gua salah ngomong di awal, hanya bisa tertunduk dan diam.
"Jawab dong monyet! Sekarang lo malah diem aja!" desak June lagi.
Gua jadi bingung. Gua jawab, dibilang gak usah banyak ngomong. Gua diem malah disuruh ngomong. Tiba-tiba gua ingat sebuah buku yang pernah gua baca, judulnya "Seni Menghadapi Wanita."
'Wanita itu tak butuh penjelasan, mereka hanya butuh menang, hanya butuh untuk dikatakan benar. Jadi kalahkan egomu, jangan berikan mereka seribu penjelasan, cukup dengan hanya satu permintaan maaf,' kalimat dalam buku itu.
"Maafin gua June," kata yang akhirnya muncul dari mulut gua.
"Maaf, maaf. Gua tanya lo mikirnya gua cewek murahan ya? Gitu?" desak June yang tak berkurang sedikitpun galaknya.
"Maaf," ucap gua lagi.
Cacian, makian, dan pertanyaan bertubi-tubi terus menerus menerjang gua, yang hanya gua jawab dengan maaf. Akhirnya setelah gua minta maaf terus menerus, June pun mulai luluh.
"Gile ya June. Lo lagi marah aja cantik banget," gombal gua.
Senyum tipis tersungging dibibirnya.
"Coba guru BP gua dulu secantik lo ya. Pasti gua bakal betal tuh marahin seharian," gombal gua lagi.
Gombalan yang datang bertubi-tubi, akhinrya dapat menembus pertahanan kemarahannya.
"Apaan sih lo," ucap dia sambil tersenyum.
Senyum dia membuat gua mulai berani untuk menjelaskan maksud dari omongan gua sebelumnya.
"Jadi gini loh, maksud gua tadi tuh gua heran sama sikap lo di paginya. Tiba-tiba bangunin gua dan nyuruh gua pergi. Gak ada kata sayang, ga ada kecupan, udah kayak gak ada apa-apa aja semalemnya. Padahal itu pertama loh bagi gua," ucap gua menjelaskan.
"Itu juga pertama bagi gua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali (END) (SELESAI)
RomanceLife Must Go On. Hidup harus terus berlanjut, tetapi Arya terus terjebak pada masa lalu. Hingga dia memiliki kesempatan untuk kembali dan merubahnya, dia terus menerus kembali untuk merubah hidupnya. Dia berharap menjadi sempurna, tetapi dibalik it...