Chapter 17 : Sehari Sebelum Pernikahan

82 17 2
                                    

Ya, Plan harus membalas Mean. Jarak harus dibalas dengan jarak. Begitu motto Plan.

"Gimana Plan?" Plan menoleh ke sumber suara, siapa lagi yang bertanya kalau bukan Mean.

"Dah bagus, aku mah terima terima aja" Plan menganggukan kepalanya merasa puas dengan hall tersebut.

"Kalo ada rekomendasi atau apa, bilang aja ke wo nya" Plan hanya mengangguk menanggapi perkataan Mean dan berjalan mendekati Mean yang sepertinya sedang asik mengamati hiasan bunga yang ada di panggung hall.

"Sudah lihat lihatnya Mean?" Mean menaikkan alisnya bingung tanpa mengalihkan pandangannya dari bunga hias di depannya.

"Kenapa? Kau ingin kembali ke mansion?" Plan mengangguk menjawab pertanyaan Mean. Merasa tidak diperhatikan oleh Mean, Plan berinisiatif untuk memegangi bahu Mean dan mengarahkan Mean ke hadapannya agar fokusnya dari bunga hias berpindah padanya.

Mean mendengus saat tahu Plan membalikkan badannya hanya untuk melihat jawaban dari Plan.

"Yaudah ayo" Mean meraih jemari Plan, menggenggamnya dan membawanya keluar dari hall menuju parkiran dimana mobil Mean terparkir.

Sepertinya Plan sudah melupakan rencana balas dendamnya, karena saat ini Plan merasa nyaman berdekatan dengan Mean, berbeda dengan sebelumnya dimana saat Mean mendekat padanya secara tiba tiba. Hal ini membuat Plan tiba tiba kepikiran, bagaimana kalau sebenarnya ia tidak bisa berdekatan dengan Mean hanya karena ia malu, bukan karena kesal.

Merasa tidak menemukan jawaban atas pertanyaannya Plan mencoba mencari jawabannya dengan menolehkan wajahnya untuk melihat Mean yang duduk di kursi kemudi. Merasa diperhatikan, Mean bertanya pada Plan apakah ada sesuatu di wajahnya sehingga Plan memerhatikan dirinya seperti itu.

"Seperti itu gimana?"

"Seperti aku mencuri sesuatu dari mu"

"Ah yang bener aja, mana ada" Plan memalingkan mukanya dari Mean. Jangan sampai Mean melihat wajahnya memerah lagi.

"Kau kenapa Plan?" Mean bertanya seperti itu karena kaget melihat Plan yang tiada angin atau hujan menampar pipinya keras keras.

"Aku tidak tahu. Mean, kenapa wajahku terus saja memerah daritadi?" Plan menangkup kedua pipinya yang semakin memerah karena baru saja ia tampar.

"Kau demam?"

"Tidak, aku sehat sehat saja kok" Mean menaikkan salah satu alisnya bingung.

"Iyaa Mean, aku baik baik aja. Tapi pipiku ini tidak bisa dikondisikan dari tadi"

"Pipimu memerah sedari aku membersihkan bibirmu tadi?"

Plan mengangguk, dan tanpa bisa dihentikan kejadian sebelum mereka pergi menuju hall dari mansion teringat kembali membuat pipi Plan lagi lagi memerah. Plan mencoba untuk menangkup pipinya berharap panas yang tiba tiba menjalar di pipinya itu berpindah ke tangannya.

Mean memberhentikan mobil nya di sebuah restoran. Merasa bahwa tingkah laku Plan membuatnya resah, Mean membuka sabuk pengamannya dan mendekat pada Plan.

"Lihat aku Plan" Plan menggeleng keras keras tanda tak mau.

Mean berusaha keras untuk membuka tangkupan tangan Plan pada wajahnya. Tetapi entah kekuatan dari mana, tangkupan tangan Plan itu agak susah untuk dilepaskan oleh Mean.

"Plan.."

"Aku gak tau, perut ku terasa geli Mean, jangan paksa aku untuk melihatmu!"

"Oke oke. Aku tidak tahu apa salah wajahku, tapi kau harus turun dan makan bersamaku"

Be My Husband [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang