"Lalu kau mau bagaimana Plan?" Perth bertanya pada Plan yang sedang beristirahat dari pekerjaannya.
"Aku pasti harus menerimanya, pangeran itu tidak mau penolakan. Aku berencana akan mengajukan syarat padanya"
Perth menaikkan salah satu alisnya. "Syarat apa?"
Plan hanya tersenyum miring tanpa ada niatan untuk menjawab pertanyaan kakaknya. Perth yang melihat Plan tersenyum tidak jelas hanya mendengus, ia maklum jika otak Plan agak konslet setelah kejadian penculikan itu menimpanya.
"Oh ya, kau masih belum menceritakan padaku kau kemana waktu itu hingga pulang subuh"
Plan terkekeh garing, jujur ia bingung menceritakan pada Perth darimana. "Dia suka sekali menghamburkan uangnya padaku untuk hal hal yang tidak penting Perth, aku risih"
Perth mengangguk mengerti. Dalam hatinya Perth membatin, tabiat seorang ahil waris. Dan tanpa sadar Perth mendecih. "Malam itu hanya ada kesalahpahaman antara aku dan pangeran, dan itu tidak penting. Aku hanya berharap dia mengubah kebiasaan buruknya itu"
"Apa memangnya kau harapkan dari seorang pewaris seperti Mean Phiravich itu Plan" Plan mendelik tajam pada Perth tak suka.
"Aku akan mengajukan syarat seperti itu agar dia tidak berbuat semaunya padaku"
Perth mengendikkan bahunya tak peduli, ia kembali sibuk dengan pekerjaannya dan meninggalkan Plan yang sepertinya masih ingin menyusun syarat apa saja yang ia ajukan pada Mean. Plan menimang nimang beberapa syarat yang sudah ia tulis, jangan sampai Mean merobek robek kertas syaratnya karena merasa tidak diuntungkan.
"Kenapa nasib ku begini banget ya?" Memikirkan mengenai pernikahannya dengan Mean yang sudah tidak bisa ia hindari itu hanya membuatnya ingin tertidur alias kabur dari pikirannya tersebut.
"Perth" Perth melongokan kepalanya untuk melihat sumber suara yang memanggil namanya, dan orang itu tak lain adalah Plan. Perth menaikkan kedua alisnya bertanya kenapa ia dipanggil.
"Kalau menikah itu kita harus ngapain?" Perth menyipitkan kedua matanya tak mengerti dengan pertanyaan tiba tiba yang diajukan oleh Plan.
"Kau kira aku sudah menikah? Tanyakan saja pada ibu" Plan mendengus merasa Perth tidak berguna sama sekali. Ia akan menanyakan hal tersebut pada Ibu Han siapa tahu beliau tahu, begitu pikir Plan.
"Ibu, aku mau bertanya sesuatu" Ibu Han yang sedang menyiapkan makan malam menghentikkan kegiatannya sebentar untuk menatap anak angkatnya Plan.
"Bertanya apa nak?" Plan memainkan jarinya diatas meja. "Itu, bu, aku ingin bertanya tentang pernikahan" Ibu Han tersenyum simpul lalu berjalan mendekati Plan yang duduk di kursi ruang makan. Mengelus kepala Plan halus sebelum menjawab pertanyaan yang diajukan Plan.
"Menurut ibu, kau hanya harus mengikuti kata hatimu nak"
Plan meringis, kalau bisa ia mengikuti kata hatinya mungkin saja ia sudah lompat dari tebing untuk menghindari Mean. Tetapi ia sendiri takut dengan kematian, jadi apa boleh buat, mau tak mau ia harus menikah dengan Mean. Lagipula ia tidak bisa menemukan alasan untuk menolak permintaan Mean tersebut, ia juga kasihan dengan penderitaan yang dialami Mean yang secara tidak langsung keluarganya lah penyebabnya. Tetapi Mean tidak pernah membahas hal tersebut. Mean mengatakan bahwa ia tidak peduli dengan alasan dibalik kutukannya yang ia terima, karena masa lalu adalah masa lalu, hal yang tidak ada orang yang bisa mengubahnya.
Diam diam Plan membenarkan perkataan Mean tersebut, tetapi dalam lubuk hati Plan sebenarnya ia merasa agak bersalah, walaupun Mean sendiri tidak peduli dengan hal tersebut. Jadi dengan menggunakan perasaan bersalahnya ia mau menikah dengan pangeran Hedestad tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Husband [DISCONTINUED]
FanfictionAku mohon jadilah obat ku. Selamatkan aku dari penderitaan ini, akan ku berikan tanda terima kasih terbesar untukmu. Bukan hanya menjadi obat ku, tapi tetaplah ada di sampingku, temani hari-hariku yang suram dengan senyum manismu. Terima kasih. Beca...