"Kemana dulu nih?"
Mean melirikan matanya sebentar pada Plan tanpa mengalihkan fokusnya pada jalanan.
"Cincin dulu" Plan ber oh ria saat mendengar jawaban dari Mean. Plan mengangkat jemarinya, memperhatikan jemari kecilnya. Tanpa Plan sadari Mean menarik sudut bibirnya merasa lucu dengan ekspresi yang ditampakkan Plan saat pria mungil itu memerhatikan jarinya.
"Kenapa dengan jarimu?" Plan yang menyadari atensi Mean cepat cepat menarik jemarinya dan menyembunyikannya dibalik sweater panjangnya. Plan menggeleng cepat, ia malu dengan kelakuan anehnya itu yang pastinya membuat Mean menertawainya.
"Nanti kau saja yang pilih mana yang bagus" Plan berpikir sebentar sebelum menjawab pertanyaan Mean.
"Okay" Mean mencuri lirik ke arah Plan yang menarik kedua ujung bibirnya tampak puas dengan jawabannya sendiri.
"Tumben kau tidak protes"
Plan menghembuskan nafasnya keras keras, bingung dengan tanggapan Mean akan jawabannya yang cepat. Tanpa protes salah, diprotes pun salah, Plan tidak mengerti dengan maksud Mean sama sekali.
"Daripada aku membiarkanmu memilih yang aneh aneh. Akan aku pilihkan yang paling sederhana" Mean memutar bola matanya, sekarang ia paham kenapa Plan langsung menyetujui permintaannya itu.
"Terserah kau saja, kalau pilihanmu buruk akan aku ganti sendiri"
"Hei, kalau begitu caranya sama saja aku tidak punya kesempatan untuk memilih"
"Makanya kau harus memilih yang paling bagus"
"Huh" Rusak sudah mood Plan gara gara perkataan yang dilontarkan oleh Mean. Tapi sudahlah Plan juga memang tidak memiliki minat berlebih pada perhiasan apapun itu, karena seumur umur ia tidak pernah menggunakan pernak pernik apapun yang menghiasi tangannya.
Mean membelokkan mobilnya ke salah satu mall terbesar yang ada di daerahnya. Plan memandang takjub pada interior mall yang terkesan mewah. Mean yang melihat gelagat Plan yang agak udik itu terkekeh geli. Rasanya seperti mengajak seorang bocah umur lima tahun masuk ke mall untuk pertama kalinya.
"Iya aku tahu aku lebay Yang Mulia, tidak usah tertawa sembunyi sembunyi begitu" Plan memberengut. Ia sangat lucu dengan sweater hijau pastel membalut badannya. Sementara Mean masih menggunakan kemeja kerjanya, Mean berkata tidak ingin mengganti bajunya karena langit sudah begitu gelap, jadi sehabis bekerja ia langsung saja mengajak Plan untuk membeli pernak pernik pernikahan yang harus mereka pilih sendiri.
Mean memasuki outlet perhiasan yang diikuti oleh Plan dibelakangnya. Berbagai macam perhiasan dipajang di toko tersebut. Tanpa Plan lihat harganya, Plan sangat yakin harga perhiasan yang dijual oleh toko tersebut yang pastinya menyaingi harga rumahnya, membayangkan hal itu saja membuat Plan pusing, biar sajalah Mean yang membayarnya karena ini adalah titah orangtua Mean.
Pegawai toko menyodorkan beberapa model cincin terbaik yang mereka miliki. Mean bergumam rendah saat melihat lihat model cincin yang diberikan.
"Kau bagaimana?"
"Aku maunya yang polos aja Yang Mulia, agak sungkan rasanya kalau aku memakai yang terlalu glamour, tidak cocok dengan tanganku" Plan memperlihatkan tangan mungilnya pada Mean. Mean memerhatikan jari Plan kemudian menyodorkan jari manis Plan pada pegawai toko untuk memberikan model dan ukuran cincin yang sesuai dengan jemari milik Plan.
"Baik, mohon tunggu sebentar Yang Mulia Pangeran" Pegawai tersebut berjalan menuju ruang penyimpanan khusus untuk mencarikan cincin yang dimaksud oleh Mean. Pegawai tersebut keluar dengan membawa dua kotak beludru berwarna biru kehadapan Mean dan Plan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Husband [DISCONTINUED]
FanfictionAku mohon jadilah obat ku. Selamatkan aku dari penderitaan ini, akan ku berikan tanda terima kasih terbesar untukmu. Bukan hanya menjadi obat ku, tapi tetaplah ada di sampingku, temani hari-hariku yang suram dengan senyum manismu. Terima kasih. Beca...