Akhirnya waktu untuk mereka bulan madu ke pegunungan aldadish telah tiba. Kemarin malam Plan sudah sangat bersemangat menyiapkan segala keperluannya untuk pergi berlibur. Senyuman terus menghiasi wajahnya. Ingin rasanya Plan menanyakan apakah Mean sudah menyiapkan barangnya sendiri, tetapi Plan sadar Mean adalah seorang pewaris tahta, sangat tidak mungkin Mean akan melakukan sesuatu yang biasa dikerjakan oleh pelayannya tersebut.
Plan melirik ke arah Mean yang sedang fokus dengan jalanan di depannya.
"Apa ada sesuatu di wajah ku Plan?" Plan menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan Mean.
"Aku harap kau bisa menikmati liburan kita kali ini, jangan terlalu memikirkan perkataan ibunda dan ayahanda tadi"
Plan mengingat ingat perkataan ibunda dan ayahanda Mean kemudian tanpa ia sadari wajahnya memerah, panas menjalar sampai ke telinganya membuat Plan ingin menyembunyikan wajahnya dari Mean. Sementara Mean terkekeh melihat reaksi dari Plan yang tidak berubah sejak pertama kali perkataan tersebut dilontarkan oleh kedua orangtuanya.
+++
"Plan?" Plan menggeliat saat mendengar namanya dipanggil.
"Hm?" Mean tersenyum simpul melihat Plan yang masih menggosok kelopak matanya malas.
"Kita sampai di bandara, ayo keluar" Plan mengangguk mengiyakan. Ia berjalan menuju bagasi mobil Mean untuk mengambil koper miliknya.
"Masih ngantuk?" Plan menggeleng keras, ia mulai menyeret kopernya menjauhi mobil, diikuti oleh Mean yang baru saja menutup bagasinya.
"Apakah ada waktu sebelum kita berangkat Mean?" Plan mengelus perut ratanya sambil menatap Mean penuh harap.
Mean terkekeh pelan mengerti akan kode yang diberikan oleh Plan. "Kau lapar?" dan tanpa sadar Mean mengusak rambut Plan yang awalnya sudah berantakan semakin berantaran akibat usakan yang ia berikan. Sementara Plan menggaruk pelan pipinya yang tidak gatal.
"Salahkan perutku yang sudah kelaparan saat ini" Plan memajukan bibirnya lucu.
"Ada waktu sekitar 30 menit sebelum landing" Mean melirik ke arah jam tangannya. Ia kemudian memutar pandangannya dan menemukan sebuah tempat makan cepat saji. Namun bibirnya enggan mengajak Plan untuk ke tempat tersebut.
"Kenapa Mean? Ayo kesana" Plan langsung saja menggamit lengan Mean untuk mengikuti langkahnya menuju rumah makan cepat saji yang ada dihadapan mereka.
"Itu, hanya saja aku belum pernah makan makanan cepat saji selama ini"
"Hah, kau serius Mean?" Mean mengangguk lemah, entah kenapa ia merasa malu, padahal tidak ada yang salah dengan hal tersebut.
"Aku sangat sering memakannya karena harganya murah dan isinya yang banyak, kau harus mencobanya walaupun hanya sekali Mean" Plan mengajak Mean untuk duduk di dalam rumah makan cepat saji tersebut dengan gembira.
Mean hanya diam dan mengikuti Plan untuk duduk tanpa mengeluarkan protes. Ia duduk seperti anak anjing yang menunggu induknya memberinya makan. Plan tertawa ringan melihat Mean yang hanya duduk diam di sampingnya. Plan memesan burger dan kentang goreng dan kemudian kembali memerhatikan Mean.
"Bagaimana bisa kau sama sekali belum pernah memakan makanan cepat saji Mean?"
"Aku selalu makan dirumah" Plan membulatkan bibirnya, jelas saja Mean hanya makan di rumahnya, makanan di mansion Mean sudah setara dengan makanan restoran berbintang lima, ia bebas memesan makanan sesuai kehendaknya dan tanpa protes koki di mansionnya akan segera melaksanakan perintah tuannya tersebut.
Tak lama pesanan mereka berdua datang. Plan menatap makanannya tak sabar, perutnya sudah meraung kelaparan dari tadi.
"Selamat makan" Plan tersenyum senang lalu melahap makanannya dengan gembira.
Melihat begitu lahapnya Plan memakan makanannya membuat Mean ingin mencicipi makanan cepat saji yang terhidang didepan matanya. Mengunyahnya pelan dan merasakan makanannya, Mean membulatkan matanya, entah kapan terakhir kali dirinya merasakan makanan yang begitu berminyak namun memiliki rasa yang sangat segar.
Plan terkekeh "Sepertinya burger akan menjadi makanan kesukaanmu Mean" Plan menyodorkan kentang goreng milik Mean kepada empunya. Mean menerimanya dengan senang hati.
Melihat Mean begitu senang dengan makanan yang ia tawarkan, Plan tersenyum senang. Mereka berdua menikmati makanannya dengan wajah senang. Setelah mengisi perut Mean dan Plan berjalan menuju gate mereka dan menunggu pesawat untuk berangkat.
"Kamu pusing gak Plan?" Mean bertanya pada Plan yang sudah duduk tenang disampingnya. Plan menjawab Mean dengan gelengan dan menandakan bahwa dia baik baik saja.
"Rasanya hampir sama seperti menaiki kapal, hanya saja terasa lebih bising" Mean tersenyum simpul, ia mengambil buku miliknya dan melanjutkan bacaannya dengan airpods yang tersemat di telinganya.
"Kau membaca apa Mean?" Mean yang merasakan tatapan Plan ke arahnya langsung membuka airpodsnya untuk mendengarkan pertanyaan Plan dengan lebih jelas.
"Oh ini, hanya bacaan santai" Mean berkata demikian dan hanya dibalas oh ria oleh Plan.
Selang beberapa menit Plan sudah dapat mendengar hembusan nafas teratur pria disebelahnya. Mean sudah tertidur. Plan memerhatikan Mean yang tertidur, sangat damai dan tenang, Plan menyukainya.
Bulu mata lentik milik Mean berhasil membuat Plan merasa iri, di bawah kelopak matanya Plan menyadari kantung mata Mean yang masih terlihat samar. Mengingat bagaimana Mean menceritakan padanya kalau dirinya tidak bisa tidur di malam hari selama kurang lebih 2 tahun, pasti sangat menyiksa. Plan berharap dalam hati semoga dengan adanya dirinya kantung mata Mean setidaknya berkurang.
Perjalanan mereka menuju adaldish kurang lebih memakan waktu 3 jam. Selaa di pesawat yang Plan lakukan hanyalah memandangi awan yang bergerak dilewati oleh pesawat yang ditumpanginya. Sedangkan Mean tetap tertidur hingga terdengar suara pengingat bahwa pesawat telah sampai di daerah pegunungan adaldish.
"Kebiasaanku untuk tidur di siang hari masih aku lakukan, padahal aku sudah bisa tertidur di malam hari" Plan tersenyum simpul mendengar gumaman Mean yang sebenarnya jarang ia dengar. Bahkan sebelum mereka berdua menikah, Mean sangat jarang dan bahkan terlihat enggan untuk membuka mulutnya dan mengajak Plan untuk berbicara. Namun setelah mereka menikah dan tinggal bersama, Mean sepertinya lebih terbuka pada Plan dan hal itu tentu saja membuat Plan senang, yang dimana artinya ia tidaklah menikahi patung tampan, akan tetapi manusia nyata.
"Itu bagus, kau selalu bekerja sepanjang hari" Plan terkekeh saat mengakhiri kalimatnya membuat Mean ikut terkekeh disampingnya.
Mereka berdua sudah memasuki mobil yang sebelumnya sudah dipesan oleh Ratu. Setelah Plan mencari cari di internet mengenai hotel yang akan mereka tempati, Plan menemukan bhawa hotel tersebut lebih mirip dengan villa dbandingkan dengan hotel yang setahunya memiliki bangunan bertingkat.
Hotel tersebut menyediakan pemandangan gunung adaldish yang sangat segar, dengan pepohonan maple merah yang sangat menarik. Plan yang merupakan penyuka daun maple sangat senang dengan hal itu dan berniat untuk mengambil beberapa daun maple dan membawanya pulang. Mean yang mendengarkan ocehan Plan selama perjalanan mereka ke hotel terkekeh gemas dengan tingkah Plan yang memeragakan dirinya mengambil beberapa daun maple.
"Tapi tempatnya lumayan tinggi Plan, aku tidak yakin kau bisa meraihnya" Plan langsung cemberut mendengar perkataan Mean yang secara tidak langsung mengatakan bahwa dirinya pendek.
"Aku bisa menggoyangkan pohonnya dan mengambil daun yang sudah berguguran dan itu tidak akan merusak pohon maplenya" Mean mengangguk membenarkan perkataan Plan yang membuat Plan semakin bersemangat.
-TBC-
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Husband [DISCONTINUED]
FanfictionAku mohon jadilah obat ku. Selamatkan aku dari penderitaan ini, akan ku berikan tanda terima kasih terbesar untukmu. Bukan hanya menjadi obat ku, tapi tetaplah ada di sampingku, temani hari-hariku yang suram dengan senyum manismu. Terima kasih. Beca...