Alunan musik pernikahan memenuhi hall pernikahan. Tatapan mata Mean dan Plan bertemu. Mean terlihat sangat tampan dengan jas serta kemeja berwarna biru malamnya. Plan sendiri merasa agak gugup karena ini pertama kalinya ia mendapatkan banyak atensi terhadap dirinya, jadi ia berusaha untuk mengontrol degup jantungnya.
Sampai tak terasa Mean sudah ada tepat dihadapan Plan. Mean menawarkan lengannya pada Plan yang masih berusaha memelankan degup jantungnya. Plan dengan senyuman gugupnya menggamit lengan Mean pelan. Mean memberikan senyuman simpul pada Plan berharap senyuman yang ia berikan mampu menetralisir degup jantung milik Plan.
Bisa Plan dengar dengan jelas Mean mengucapkan sumpah pernikahannya dengan tegas. Plan tersenyum simpul entah apa alasannya, ia hanya ingin tersenyum melihat pria yang ada di sampingnya yang begitu tulus mengucapkan sumpah pernikahan di hall hari ini. Dan selanjutnya pengucapan sumpah oleh Plan. Dengan satu tarikan nafas Plan menyelesaikan ucapannya dengan lancar.
Plan tersenyum, begitu pula dengan Mean serta undangan yang memenuhi hall pernikahan calon Raja Hedestad tersebut.
"Untuk pasangan Mean dan Plan silahkan untuk berciuman"
Pipi milik Plan langsung memanas, ia lupa dengan hal sakral tersebut. Plan menolehkan kepalanya pada Mean, ia tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh Mean yang saat ini sudah menjadi suami sahnya.
Tanpa mengeluarkan peringatan, Mean menangkup kedua pipi Plan, menarik wajah Plan agar mendekat padanya hingga kedua bilah bibir mereka bertemu.
'Manis' Mean membatin sambil menyecap bibir Plan. Sementara Plan hanya terdiam kaku tidak tahu harus berbuat apa dan pasrah dengan menutup kedua kelopak matanya. Membiarkan Mean menguasai bibirnya selama beberapa detik sebelum Mean menjauhkan wajahnya dari Plan.
Plan merasa ada yang hilang, dengan pipi yang memerah Plan tersenyum pada tamu undangan yang memberikan tepuk tangan padanya dan Mean. Bisa Plan lihat dari tempatnya berdiri, Ibu Han menangis terharu melihat anak dari mantan Ratu Kastovia menikah dengan bahagia bersama Raja Hedestad saat ini, Mean Phiravich.
+++
"Mungkin aku bukanlah Ibu kandungmu Plan, tapi kamu adalah satu satunya amanah yang diberikan oleh mantan Ratu Kastovia yang diberikan padaku. Melihatmu menikah hari ini dengan sangat bahagia membuatku sedikit tenang"
Kedua mata Plan sudah berkaca kaca saat mendengar perkataan yang keluar dari bibir ibu Han.
"Aku sangat menyayangi Ibu. Perth! Jaga ibu baik baik!" Perth mengangguk, ia menjulurkan tangannya untuk mengusak rambut adiknya, Plan.
"Aku akan menjaga ibu, jadi kau tenang saja oke?" Plan mengangguk sambil menunjukkan senyum manisnya pada Perth dan ibu Han. Ibu Han melanjutkan ceramahnya untuk Plan dan Mean yang sedang berdiri tepat disamping Plan.
"Baik bu, saya akan menjaga Plan untuk kalian"
"Baguslah, Yang Mulia Mean saya percayakan Plan pada Yang Mulia" Mean mengangguk menjawab permintaan Ibu Han dengan harapan bisa menormalkan pandangan tajam Perth yang tertuju pada dirinya. Tapi tak lama tatapan tajam Perth melunak. Perth memberikan tepukan pada pundak Mean yang Mean tahu tepukan itu mempunyai banyak arti.
Mean terpaksa pamit pada Ibu Han, Perth dan Plan untuk menemui keluarga kerajaan tetangga yang juga datang di pernikahan mewah yang digelar oleh kerajaan Hedestad. Mean juga memperkenalkan Plan pada beberapa kalangan atas kerajaan yang kemungkinan akan Plan temui di acara kalangan atas berikutnya.
Walaupun agak tertekan dengan aura mendominasi dari lawan bicaranya, Plan bisa merasa sedikit tenang karena Mean selalu ada disampingnya. Sesekali Plan akan menarik ujung jas yang dipakai oleh Mean apabila dirinya sudah merasa tidak nyaman dengan obrolan yang ia dengarkan. Dan untung saja Mean cepat tanggap dengan hal tersebut dan meminta izin untuk bertemu dengan keluarga kerajaan lainnya.
"Apa setiap pesta kerajaan akan sebegini lelahnya Mean?" Mean mengalihkan pandangannya dari ponselnya untuk menatap Plan yang sudah berbaring di kasur tanpa melepaskan pakaiannya.
"Iya" Plan cemberut mendengar jawaban Mean yang sangat singkat, padat, tetapi kurang jelas baginya.
"Rasanya kakiku mau lepas saja huhuhu" Plan mendudukkan dirinya, ia memijit pelan kakinya yang terasa sangat sakit. Bayangkan saja dirinya berdiri selama hampir 5 jam di hall pernikahan untuk menyambut tamu undangan yang bahkan tidak bisa Plan ingat setengahnya saking banyaknya keluarga kerajaan yang berdatangan.
"Seberapa luas sih dunia ini? banyak sekali kerajaan yang baru aku tahu hari ini" Mean tidak menanggapi perkataan Plan karena masih fokus pada ponselnya, entah apa yang ia kerjakan.
"Ngapain Mean? Kamu masih kerja?" Mean mengangguk untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Plan.
"Astaga kau bahkan masih bekerja disaat hari upacara pernikahanmu"
"Aku hanya menyuruh sekretarisku untuk mengatur jadwalku untuk pergi bulan madu"
Plan hampir saja menjatuhkan jas yang tengah ia pegang kalau saja ia tidak langsung menaruhnya ke dalam keranjang pakaian kotor saat Mean mengucapkan kata bulan madu.
"Yang benar saja?" Plan melupakan niatnya untuk melepas pakaian dan riasan wajahnya dan memilih untuk mendekati Mean yang masih duduk di pinggiran kasur.
"Kita akan ke pegunungan Adaldish untuk bulan madu"
"Hah?! Apa kita akan mendaki Mean?" Mean berdecak mendengar keluhan Plan yang tidak masuk akal itu.
"Pegunungan itu wisata alam terkenal di Timur, setelah aku bertanya pada ibunda mengenai tempat bulan madu, ibunda menyarankan tempat itu. Kita hanya perlu menyiapkan diri, sementara untuk bawaan dan keperluan lainnya akan ibunda yang menyiapkan"
Bibir Plan membentuk huruf o kecil sambil mengangguk tanda mengerti dengan penjelasan yang diberikan oleh Mean.
"Kau cepatlah mandi Plan"
"Siapa memangnya kau menyuruh nyuruhku?!" Beberapa detik kemudian Plan sadar akan perkataannya dan segera menutup mulutnya rapat rapat, ia berjalan menuju kamar mandi dengan tergesa gesa.
'Haaah aku tidak sabar untuk tidur nyenyak malam ini' Memikirkannya saja sudah membuat Mean tersenyum. Sambil menunggu Plan mandi, Mean berjalan keluar dari kamar mereka berdua. Masih ada beberapa hal yang harus ia urus, berhubung dengan cuti bulan madunya. Mean sebenarnya sangat yakin ayahandanya akan memberikan tiga atau lima hari cuti dengan alasan bulan madu yang dimana merupakan rencana dari ibundanya. Hanya saja untuk formalitas ia harus menemui Raja Hedestad.
Plan keluar setelah 30 menit berperang dengan kuman kuman ditubuhnya. Kamarnya kosong, Plan cepat cepat memakai baju tidurnya dan sesegera mungkin melemparkan dirinya ke kasur ukuran king size yang ada dikamarnya, sebelum Mean datang dan mengajaknya berbicara lagi. Karena faktor lelah tidak membutuhkan waktu lama untuk Plan masuk ke dalam alam mimpinya.
Mean membuka pintu kamarnya, bisa ia lihat dengkuran halus yang keluar dari bibir Plan membuatnya agak tergelitik. Orang yang biasanya tidak bisa diam itu menjadi tidak banyak bertingkah saat pesta pernikahannya diadakan. Seusai mandi Mean mengambil tempat untuk tidur disebelah Plan yang sama sekali tidak terganggu dengan kehadiran Mean.
Mean menguap beberapa kali saat membaca buku yang ia pegang, merasa kantuknya sudah menguasai tubuhnya, Mean memutuskan untuk melepas kacamata bacanya dan menaruh buku yang sebelumnya ia baca diatas nakas. Mean menghadap ke wajah Plan yang ada disampingnya. Ia memperhatikan lekuk wajah milik Plan, dalam lubuk hatinya Mean merasa beruntung karena Plan lah orang yang bisa menghilangkan kutukannya.
Entah apa alasan dibalik rasa syukurnya itu, Mean tidak terlalu memusingkan hal itu, dan dengan menggenggam jemari Plan yang tertidur Mean ikut tenggelam dalam rasa kantuknya dan ikut menyelami mimpinya bersama Plan.
Mean merasa seperti sudah menemukan akhir dari penderitaan yang diberikan oleh kutukannya. Akan tetapi tanpa Mean maupun Plan sadari bayangan sebuah pertanyaan tetap menghantui mereka yang cepat atau lambat akan menodong jawaban untuk menyembuhkan kegundahan hati yang tanpa sadar mulai bersarang di hati mereka.
-TBC-
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Husband [DISCONTINUED]
FanfictionAku mohon jadilah obat ku. Selamatkan aku dari penderitaan ini, akan ku berikan tanda terima kasih terbesar untukmu. Bukan hanya menjadi obat ku, tapi tetaplah ada di sampingku, temani hari-hariku yang suram dengan senyum manismu. Terima kasih. Beca...