Mean tidak menanggapi perkataan Plan dan fokus pada jalanan dan berhenti di kanan jalan untuk memarkirkan mobilnya. Setelah melihat Plan turun dari mobilnya dan mengucapkan beberapa kata terima kasih, Mean mengikuti langkah Plan yang berjalan menjauhi mobilnya.
"Yang Mulia kenapa masih disini?"
"Aku akan mengantarmu pulang"
"Yang Mulia sudah melakukannya, dan tolong jangan ikuti saya" Plan menekankan kata terakhirnya yang hanya dianggap angin lalu oleh Mean yang tetap saja membuntuti Plan berjalan masuk ke dalam gang dimana rumahnya berada. Plan memutar bola matanya kemudian berbalik untuk berbicara dengan Mean.
"Yang Mulia, tidak bisakah Yang Mulia tidak berbuat sesuka hati?" Mean hanya diam tanpa berkeinginan untuk menjawab, sementara Plan yang tahu Mean sangat bebal hanya mendengus dan menghentakkan kakinya kesal.
Akhirnya sampailah mereka di depan rumah Plan. "Tunggu apa lagi Yang Mulia? Apa ucapan terima kasihku masih kurang?" Mean berpikir sejenak sebelum menganggukkan kepalanya mengiyakan.
"Iya, jadi yang harus kau lakukan adalah mempersilahkan ku masuk Plan" Plan mendengus kesal tetapi tidak beranjak dari tempatnya berdiri.
"Yang menawarkan untuk mengantarku itu adalah Yang Mulia, kenapa sekarang malah minta imbalan?"
Mean berdecak mendengar ketidak sopan an perkataan Plan. "Dimana sopan santun mu Plan, biarkan aku masuk atau aku gusur rumahmu?"
Plan mengumpat dalam hati, menyesal ia telah terjebak oleh kata traktir yang Mean ucapkan padanya.
"Baiklah, tapi Yang Mulia jangan aneh aneh"
Mean hanya bergumam tak jelas agar terdengar menyetujui perkataaan Plan, tapi nyatanya tidak, "Tidak apa tante, saya kesini untuk melamar Plan" Ibu asuh Plan yang masih membawa lap menjatuhkan lapnya tanpa sadar saking kagetnya.
"Yang Mulia! Dimana kewarasanmu?" Plan berbisik pada Mean yang sudah berdiri di sampingnya tidak lupa dengan lengan Mean yang sudah melingkari bahu Plan membuat Plan agak terkejut.
Ibu asuh Plan yang masih belum tersadar dari kekagetannya hanya bisa memandangi bagaimana Mean menarik tubuh Plan mendekat padanya untuk meyakinkan kedekatan mereka.
Setelah menarik nafas panjang dan menenangkan pikirannya, ibu asuh Plan meminta waktu untuk berbicara hanya berdua dengan Mean. Plan yang masih kaget mengangguk mengiyakan kemudian masuk ke dalam kamarnya.
"Mohon maaf sebelumnya Yang Mulia, Bagaimana maksud Yang Mulia melamar Plan?"
"Ya melamar, untuk menikah, aku sudah tahu kalau tante adalah ibu asuh dari Plan, dan tante tidak bisa membohongiku mengenai latar belakang Plan, karena aku sudah mengetahuinya"
"Kalau Yang Mulia sudah tahu, kenapa Yang Mulia ingin menikah dengan Plan?" Ibu asuh Plan menatap curiga pada Mean yang hanya dibalas dengan menghela nafas pelan.
"Jangan mencurigaiku yang aneh aneh tante. Aku tidak ada keinginan untuk membalas dendam. Aku hanya ingin menghilangkan kutukan ku"
Ibu asuh Plan menampilkan wajah bertanya tanya membuat Mean menghela nafas lelah, lagi. Ia pun kembali menjelaskan tentang kutukannya ini untuk meyakinkan ibu asuh Plan yang sepertinya tidak tahu menahu mengenai kutukannya.
"Meskipun begitu, kalian berdua sama sama seorang pria, di undang undang kerajaan tidak ada yang mengatur pernikahan sesama jenis, jadi apa yang akan Yang Mulia lakukan?"
Mean mengedikkan bahunya "Aku sudah mendiskusikannya dengan Raja, dan Raja bilang akan membantuku mengesahkan undang undang pernikahan sesama jenis. Hanya saja Plan tidak menyetujuinya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Husband [DISCONTINUED]
FanfictionAku mohon jadilah obat ku. Selamatkan aku dari penderitaan ini, akan ku berikan tanda terima kasih terbesar untukmu. Bukan hanya menjadi obat ku, tapi tetaplah ada di sampingku, temani hari-hariku yang suram dengan senyum manismu. Terima kasih. Beca...