"Wow rumahnya besar banget Yang Mulia" Sedari mereka memasuki gerbang mansion Mean, Plan tidak berhenti mengagumi besarnya mansion yang dimiliki oleh Mean. Mean yang mendengarnya hanya berdecih melihat kelakuan Plan yang 'udik'itu.
Tanpa mengindahkan perkataan Plan, Mean langsung saja memasukkan mobilnya kedalam parkiran mansion, setelah terparkir rapi ia turun dari mobilnya dan mengajak Plan untuk masuk ke dalam mansionnya. Bukannya berhenti, Plan malah semakin mengagumi kemewahan mansion Mean. Beberapa kali Mean harus memanggil Plan yang tertinggal beberapa langkah dibelakangnya membuat ia gemas.
"Cepatlah Plan, kau sangat lamban" Mean menggerutu membuat Plan sedang berjalan mendekati Mean mendengus.
"Sombong sekali kau baru punya mansion sebesar ini" Mean hanya menatap malas Plan, mendengarkan ocehan Plan dan menanggapinya hanya akan membuatnya naik darah, jadi lebih baik ia diamkan saja dan membiarkan Plan berbicara sendiri.
"Jadi dimana kartu identitasmu itu?" Mean berdecih, masih ingat juga ternyata tujuannya kemari, begitu pikir Mean.
"Nih" Mean memberikan kartu identitasnya.
Plan yang melihat pada kartu identitas Mean tertera tulisan 'Hedestad Royal Prince' terpampang besar cengengesan tidak jelas sambil menyerahkan kembali kartu identitas Mean pada orangnya.
"Hehehe, benar kau adalah pangeran kerajaan Hedestad" Plan masih cengengesan sambil menggaruk kepala belakangnya kikuk. Sementara Mean menatap remeh pada Plan yang sepertinya sedang mengingat betapa ia tidak sopannya dengan pewaris kerajaan Hedestad itu.
"Mohon maafkan aku Yang Mulia, aku.. saya tidak bermaksud lancang seperti itu, saya hanya ermmm.. berjaga jaga, iya berjaga jaga" Mean menaikkan alisnya meminta kejelasan lebih lanjut pada Plan.
"Maafkan saya Yang Mulia, saya memang sebodoh itu sehingga tidak tahu apapun tentang sejarah kerajaan dan teman temannya" Mean akhirnya mengangguk pelan, malas juga ia melihat orang didepannya memohon mohon seperti anak kucing yang terbuang oleh induknya.
"Terserah, aku tidak peduli dengan yang sebelumnya. Tapi kau harus menerima hukuman atas perbuatan tidak sopanmu padaku"
"Yang Mulia bilang tidak peduli kenapa Yang Mulia tetap memberikanku hukuman?" Mean berdecak sambil menatap Plan tak percaya. Sepertinya pria itu belum tahu dengan siapa ia berbicara.
"Aku bilang tidak peduli bukan berarti aku langsung saja memaafkanmu" Mean tersenyum miring tetapi Plan tidak menghiraukannya dan malah menggembungkan pipinya kesal.
"Kau harus menikah denganku" Plan semakin kesal dan bersiap untuk meluncurkan kata kata umpatannya, tetapi sebelum itu ia menatap kartu identitas Mean lagi dan berpikir ulang untuk mengumpati pangeran Hedestad yang berdiri congkak didepannya.
"Kenapa Yang Mulia mengajakku menikah seperti mengajakku pergi ke pantai? Mungkin bagi Yang Mulia itu hal yang sepele, tapi bagiku tidak semudah itu, tolong berikan aku hukuman yang lain Yang Mulia, aku mohon" Plan menangkupkan kedua telapak tangannya dan menatap Mean dengan matanya yang berbinar berharap simpati dari Mean, tapi yang ia dapatkan malah hembusan nafas kasar.
"Tidak ada opsi kedua, kau hanya harus menikah denganku, bagaimana bisa ada orang yang menolakku, apalagi orang itu adalah kau" Mean menngintimidasi Plan dengan tatapannya membuat Plan memperhatikan dirinya sendiri bingung.
"Kenapa denganku? Ku mohon Yang Mulia, tidak bisakah kau mengganti hukumanku?Apapun itu akan aku lakukan selain menikah dengan Yang Mulia" Plan masih bersikeras untuk menolak hukuman dari Mean yang tidak bisa ia terima di akalnya.
Mean mendengus kasar, kemudian sebuah ide jahat muncul di kepalanya. "Oh jadi kau benar benar tidak mau menikah denganku Plan?" Mean menekankan kata Plan diakhir kalimatnya membuat Plan seketika menelan ludahnya gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Husband [DISCONTINUED]
FanfictionAku mohon jadilah obat ku. Selamatkan aku dari penderitaan ini, akan ku berikan tanda terima kasih terbesar untukmu. Bukan hanya menjadi obat ku, tapi tetaplah ada di sampingku, temani hari-hariku yang suram dengan senyum manismu. Terima kasih. Beca...