Mean tak percaya ia sudah menunggu pria bernama Plan itu selama setengah jam. Ia menggerakkan kakinya tidak sabar sambil sesekali melihat ponselnya. Pesan terakhirnya hanya dibaca oleh Plan membuatnya semakin geregetan. Tiba-tiba terdengar bunyi gemericing pintu kafe membuat Mean menegakkan punggungnya, dan bisa ia lihat dari tempatnya duduk seorang pria bertubuh mungil mendekati mejanya.
"Apa yang membuatmu datang sangat terlambat seperti ini?" Mean melipat kedua tangannya didepan dada. Menatap dari atas sampai bawah Plan membuat Plan merasa agak rishi dan segera mengambil tempat duduk di depan Mean.
"Perlu Yang Mulia tahu bahwa aku bukanlah seorang bangsawan seperti Yang Mulia. Jadi aku memiliki sebuah pekerjaan yang harus saya kerjakan" Mean menaikkan salah satu alisnya. Berapakah umur pria yang ada didepannya, begitu pikir Mean heran.
"Cepatlah, apa yang Yang Mulia perlu kan dengan saya?" Mean menghembuskan nafasnya malas, bisa bisanya orang seperti Plan menyuruhnya untuk cepat-cepat, kalau bukan karena ia membutuhkan pria itu ia takkan sudi untuk bertemu dengan orang yang sepertinya tidak memiliki sopan santun itu.
"Menikahlah denganku" Bisa dilihat oleh Mean, pria mungil didepannya membuka matanya lebar lebar tak percaya.
"HAH" Suara nyaring Plan memenuhi kafe membuat beberapa orang menolehkan kepalanya ke sumber suara. Plan yang merasa menjadi pusat perhatian langsung menutup mulutnya. Tanpa Mean tahu Plan sudah misuh misuh sendiri dengan mengumpati pangeran yang ada di didepannya saat ini.
"Kalau Yang Mulia ingin bercanda, maaf aku tidak minat. Cepatlah katakan hal yang kau perlukan" Mean berdecak sambil memutar kedua bola matanya, kurang to the point apa dia saat ini.
"Sudah aku bilang, menikahlah dengan ku" Plan lagi lagi melebarkan kedua matanya. Kedua mata sipit Plan seperti hendak meloncat karena sekali lagi tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Mean.
"Yang Mulia sudah gila?" Mata Mean membesar saat mendengar Plan mengatainya gila, ingin sekali menjitak kepala kecil Plan tersebut, tapi harus ditahan karena ia masih memerlukan pria itu.
"Aku serius"
"Tidak ada yang membenarkan hal itu Yang Mulia" Mean mengangguk membenarkan perkataan Plan membuat Plan melorotkan bahunya.
"Kan sudah kubilang, sudah ya dengan omong kosongnya, saya permisi" Plan hendak meninggalkan Mean di kafe, namun langkahnya terhenti oleh genggaman tangan Mean pada tangannya.
"Apalagi Yang Mulia?" Plan menarik lengannya namun sepertinya Mean tidak berniat untuk melepaskannya membuat Plan menyerah untuk melepaskan tangannya dan menunggu Mean untuk berbicara kembali.
"Tolong dengarkan penjelasanku dulu" Mean mengarahkan pandangannya pada kursi dibelakang Plan, Plan yang mengerti dengan intruksi Mean langsung saja duduk dengan ogah ogahan.
"Aku tahu apa yang akan aku katakana ini tidak akan terdengar nyata di telingamu tapi tolong dengarkan penjelasanku sampai selesai" Plan menggerakan tangannya memberikan gesture menyilahkan.
"Beberapa hari yang lalu aku menemukan informasi bahwa aku terkena kutukan yang membuatku tidak bisa tertidur saat matahari terbenam. Aku terkena kutukan ini sejak umurku 18 tahun, aku sudah menemui seluruh tabib yang ada di negeri ini untuk memastikan bahwa aku hanya terkena insomnia biasa. Tetapi para tabib tidak ada yang bisa menjelaskan apa penyebab dan bagaimana cara menghilangkannya, dan beberapa tabib yakin kalau aku tidak mengidap insomnia setelah melakukan pemeriksaan lanjutan. Jadi aku mencari peramal yang mengetahui tentang kutukan ini. setelah bertemu dengan beberapa peramal, aku mendapatkan informasi mengenai kutukanku, bahwa aku bisa menghilangkan kutukan ku ini dengan menikahi keturunan murni dari raja kerajaan Kastovia. Dan orang itu adalah kau" Mean menunjuk Plan yang uga menujuk dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Be My Husband [DISCONTINUED]
FanficAku mohon jadilah obat ku. Selamatkan aku dari penderitaan ini, akan ku berikan tanda terima kasih terbesar untukmu. Bukan hanya menjadi obat ku, tapi tetaplah ada di sampingku, temani hari-hariku yang suram dengan senyum manismu. Terima kasih. Beca...