Chapter 3 : Seperti Penderitaan Tanpa Akhir

107 19 2
                                    

Mean menatap orang didepannya yang sedang meminum latte dengan santai. Mean berpikir apa orang ini tidak tahu kalau dia adalah seorang bangsawan, sehingga dengan santainya tidak memberikan hormat padanya.

"Jadi apa mau mu?" Plan tanpa berbasa basi melemparkan pertanyaan pada Mean yang masih diam sambil menyilangkan tangannya di depan dada.

Hening. Mean bingung apa yang harus ia tanyakan kepada Plan, karena ia yakin orang yang menggunakan sweater hijau gelap itu pasti tidak tau mengenai kerajaan Kastovia, karena Plan bahkan sepertinya tidak tahu mengenai kerajaan Hedestad.

"Kau pernah dengar tentang kerajaan Hedestad sebelumnya?" Plan yang ingin kembali meminum lattenya terhenti untuk menjawab pertanyaan Mean.

"Pernah, tapi aku hanya sempat mendengarnya sekali" Mean menghembuskan nafasnya kasar membuat Plan agak berjengit heran.

"Aku Mean Phiravich, pangeran dari kerajaan Hedestad" Mean agak menurunkan intonasi suaranya agar terdengar berwibawa didepan Plan.

Plan terdiam sebentar untuk mencerna pernyataan Mean yang membuatnya agak kaget. Setelah selesai mencerna Plan berusaha kalem dan menanggapi Mean dengan santai.

"Maafkan saya Yang Mulia, saya tidak tahu bahwa Yang Mulia adalah pangeran kerajaan Hedestad, mohon maaf atas kelancangan saya" Plan menundukan kepalanya sebentar kemudian kembali ke posisi duduknya semula, yang membuat Mean menyatukan alisnya sedikit heran.

"Jadi Yang Mulia memanggil saya hanya untuk memberitahukan hal tersebut?" Plan kembali dengan intonasinya diawal perkenalannya dengan Mean dan meghiraukan tatapan tajam Mean padanya.

"Untuk pertama kalinya aku bertemu orang sepertimu Plan" Mean melepaskan sidekap dadanya dan beralih untuk mendekati meja yang ada didepannya.

"Tentu saja Yang Mulia, mana ada orang yang bisa menggandakan diri" Latte yang dipesan Plan sudah habis, itu tandanya ia harus segera pergi dari kafe tersebut dan meninggalkan pangeran tidak jelas yang ada dihadapannya.

Mean terkekeh melihat gelagat Plan yang seperti mau kabur darinya. "Tunggu sebentar Plan, ada yang ingin kutanyakan lagi"

"Apa? Cepatlah, aku harus menemui seseorang di tempat festival"

"Oh kau masih mau kesana walaupun kau bersin bersin seperti tadi? dan dugaanku adalah kau alergi terhadap bunga, benar?"

"Tolong jangan ubah topiknya Yang Mulia, urusanku dan alergiku tidak ada hubungannya dengan Yang Mulia, jadi cepat tanyakan apa yang Yang Mulia ingin tanyakan agar aku bisa cepat pergi dari sini" Mean memutar otak secepatnya agar orang yang ada didepannya tidak segera kabur, tapi ia bingung memulai dari mana, dan akhirnya terlontar pertanyaan dari bibirnya.

"Aku minta nomormu" Plan melongo sebentar, ia tidak percaya ada orang yang tidak dikenalnya dan mengaku sebagai pangeran kerajaan Hedestad meminta nomornya.

Plan yang tidak ambil pusing langsung saja memberikan nomornya dan pamit pergi dari kafe tersebut. Sementara Mean masih duduk di kursinya sambil memikirkan apa yang ia lakukan dengan nomor Plan, orang yang bahkan belum jelas apakah ia merupakan keturunan raja Kastovia atau bukan, tapi kejadian tadi meyakinkannya, bahwa benar Plan lah orang yang ia cari untuk menghilangkan kutukannya.

Selanjutnya Mean haruslah berpikir bagaimana cara menikahi pria manis bernama Plan itu. Mengetahui hal tersebut membuat Mean meringis, di kerajaannya bahkan tidak berlaku peraturan yang memperbolehkan pernikahan sesama jenis, jadi ia bingung harus bagaimana. Dengan mengikuti kata hatinya, Mean berjalan keluar dari kafe dan masuk kedalam mobilnya untuk pulang ke mansion untuk kembali memikirkan cara bagaimana ia memberitahu hal ini kepada kedua orang tuanya, raja dan ratu Hedestad.

Be My Husband [DISCONTINUED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang