20. Sebuah Beban.

673 68 6
                                    

Berdiam di posisinya sudah hampir dua jam lebih. Dua tangan saling menangkup menjadi satu, khidmat memejamkan mata juga berucap dalam hati. Teramat memohon. Langit mulai menggelap. Sang surya perlahan turun dan menghilang di bawah garis cakrawala di sebelah barat.

Yoongi menghela nafas panjang. Hanya segelintir orang yang ada di dalam gereja di sore itu. Di zaman yang semakin maju entah kenapa semakin sedikit juga tempat ibadah yang disambangi umat manusia. Tidak terlalu peduli juga, ia sepenuhnya sedang konsentrasi dalam penyampaian doa kepada Tuhan.

"Aku memang berdosa sekali. Jarang beribadah apalagi datang ke sini." Yoongi buka suara meski mirip bergumam. Bahkan jika didengar orang lain pun ia tidak peduli.

"Tapi bisakah doaku dikabulkan?"

Mendongak. Menatap sepenuhnya ke patung Yesus. Terlalu banyak meminta, terlalu banyak mengeluh, tetapi terlalu sedikit bersyukur. Yaa.. begitu manusia.

Yoongi tidak yakin. Ia termasuk salah satu yang berbicara pada Tuhan jika ada butuhnya saja. Kalau dipikir-pikir lagi mungkin sosok yang esa itu sendiri sedang menertawakannya. Banyak sekali tingkah namun lupa siapa penciptanya.

Kembali memejamkan mata. Mulutnya berkomat-kamit seolah mengucap matra. Lalu diakhir dengan mengucapkan 'amin'. Menarik nafas dalam kemudian dihembuskan perlahan. Sekilas senyum ada di bibir. Rasa lega--meski tidak banyak--menyambangi dada.

Ia beranjak dari bangku. Selama berjalan keluar gereja, Yoongi melirik kanan dan kiri. Beberapa orang terlihat merenung seolah meratapi nasib. Semoga Tuhan memberkati setiap orang yang ada di sana.

Hanya perlu sepuluh menit Yoongi berjalan kaki untuk sampai ke rumahnya. Lingkungan sederhana yang beruntungnya tidak kumuh, masih terlihat bersih. Begitu menjejakkan kaki melewati pintu dan terhenti di ruang tamu, dahi berkerut dalam.

"Jimin?!"

Biasanya di malam hari ia selalu mendapati suaminya terduduk di depan televisi dengan menggenggam sebotol rum. Pria itu akan meliriknya sengit sebelum mencerca dengan kata-kata makian. Efek samping mabuk. Selain itu biasanya Yoongi akan mendapatkan dua sampai tiga pukulan di tubuh. Selalu begitu. Setiap hari.

Tetapi kali ini pria bermarga Park tidak ditemukan di seluruh ruangan. Yoongi bahkan sampai mencari-cari keluar, bertanya ke setiap orang yang dikenal.

Dihitungan satu bulan lamanya, Jimin benar-benar tidak menunjukan batang hidungnya lagi. Tanpa jejak. Seperti ditelan bumi. Yoongi mendadak pusing sendiri. Putus asa mencari ia memijat pelipis dengan kernyitan.

Sepersekian detik kepalanya seolah baru saja hantam bongkahan batu. Yoongi bangkit dari karpet tipisnya. Kedua netra menyorot nanar ke cermin tepat di hadapannya. Di pantulan wajahnya sendiri Yoongi menyadari suatu hal. Tentang doanya pada Tuhan sebulan yang lalu.

.

.

.

.

"Aku lelah tapi tidak ingin mati.
Tuhan, bisa hilangkan saja beban di hidupku?"

About Us [MINYOON] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang