6. Maaf.

738 100 5
                                    

"Aku tidak bisa lagi menganggapmu sahabat." 

Fokus Park Jimin pada pekerjaannya di laptop terbuyarkan saat Min Yoongi—sahabat dari kecil bahkan sebelum keduanya bisa memakai celana dalam—menggumamkan kalimat kelewat pelan namun masih terdengar jelas di telinga. 

"Ha?" 

"Kau mendengarku." 

"Oke. Tapi—" 

"Karena aku menyukaimu lebih dari sekadar sahabat."

Setelah pengakuan itu Yoongi menghindari Jimin. Lebih tepatnya setelah mendapat sebuah pesan berisi satu kata 'maaf'. Cukup memberikan jawaban kalau cintanya selama dua puluh lima tahun hanya bertepuk sebelah tangan. 

Memblokir seluruh akses agar Jimin tidak bisa menghubunginya dan juga menginap di rumah temannya yang lain. Takut jika Jimin menghampirinya ke rumah.

Dan itu benar. Sekitar dua minggu dari pengakuan cintanya, Yoongi berniat pulang mengambil beberapa pakaian tapi saat membuka pintu sosok yang tidak diinginkan berdiri menjulang di depannya. 

Sontak Yoongi menutup kembali pintu lalu menguncinya rapat. Berlari ke kamarnya di lantai dua, tidak mempedulikan gedoran keras di belakangnya. 

"KAU MAU MENGHINDARIKU LAGI?!"

Yoongi menatap nanar jendelanya yang terbuka lebar. Debaran jantungnya menggila mendengar teriakan Jimin dari bawah.  

"TURUN ATAU KU DOBRAK PAKSA PINTUNYA, MIN YOONGI?!"

"JANGAN MERUSAK RUMAHKU, BRENGSEK!!" 

Jimin menghembuskan nafas pelan. Meski mendapat umpatan setidaknya Yoongi mau bicara dengannya.

"Bisa-bisanya menghindariku setelah kau mengungkapkan perasaanmu, bahkan aku belum memberikan penjelasan?" 

"Tidak usah dijelaskan. Tidak perlu." Yoongi agak menjauh dari jendela namun masih terpantau dari pandangan Jimin yang berdiri di halaman depan, mendongkak ke atas.

"Sialan. Berani sekali membuatku gila sendiri seperti ini." 

"Kenapa kau yang marah sih?"

"Jelas aku marah. Lagipula untuk apa bertingkah drama queen, kau bukan gadis." Jimin berdecak kesal sebelum melanjutkan kalimatnya.

"Dari dulu Yoongi.. dari dulu. Aku sudah jatuh berkali-kali padamu. Pengakuan perasaanmu padaku tidak berguna sama sekali karena kau sudah mengambil segalanya dariku. Untuk apa dipertanyakan lagi?" 

Yoongi melebarkan mata sipitnya, mulutnya sedikit menganga. Perkataan Jimin cukup mengejutkan baginya. Butuh beberapa detik untuk mencerna kalimat-kalimat Jimin tadi. Ia melangkah lebih dekat ke jendela lalu sedikit merunduk, mendapati Jimin yang masih menatapnya teduh. 

"Karena aku butuh kepastian, Park keparat Jimin. Kalau kau memang merasakan hal yang sama, kenapa diam saja? Bertingkah seolah tidak tahu apa-apa dan mengirimkan pesan berisi satu kata. Kau bercanda ya?" 

Cecaran Yoongi dibalas kekehan remeh oleh Jimin. Pria itu menyugar rambutnya ke belakang lalu menampilkan senyuman miring. 

"Oke. Kunikahi kau hari ini. Apa kau mau ku kawinkan lebih dulu? Cepat turun ke sini, ku sumpal mulutmu yang merengek itu dengan milikku."

Mendengar ucapan Jimin yang kelewat gamblang sekaligus kurang ajar. Yoongi mengambil ancang-ancang untuk melemparkan lampu tidur ke arah Jimin yang kini mengangkat kedua tangannya. Menyerah. Yoonginya sedang tidak bisa diajak bercanda kali ini. 

"Oke. Lupakan." Jimin kembali menghela nafas. Entah ini yang ke berapa kalinya ia menarik nafas panjang. 

"Aku butuh waktu, sayang." 

Yoongi merasa pipinya memanas, namun tetap menajamkan tatapan meski yang ada tampak lucu di mata Jimin.  

"Aku tau apa yang harus kulakukan. Menurutmu tabungan hasil kerja kerasku selama ini untuk apa? Yaa, untuk menikahimu. Kau kira modal pernikahan bisa pakai daun?" 

Mungkin Jimin harus mati-matian menahan gemas, melihat Yoongi kebingungan dengan alis ngerut juga muka berona merah samar dan hidung kecilnya yang kembang kempis. Persis kucing yang tinggal pergi pemiliknya. 

"Tidak usah terkejut. Aku memang berniat menikahimu. Nih, sudah kubelikan cincin untuk pertunangan." 

Pria yang sedang menodongkan kotak kecil berbahan bludru merah itu memang pandai membolak-balikkan perasaan seorang Yoongi. Entah kenapa Yoongi merasa kesal sendiri, sampai memukul jendela tapi meringis setelahnya karena tangannya sakit. 

"Jangan marah-marah di situ, oke? Hei.. jangan menangis, Yoon." 

"Ka-kau menyebal-kan.. Park Jimin." 

"Iya tahu. Aku menyebalkan dan aku juga mencintaimu, Yoongi. Cepat turun dan buka pintu. Leherku pegal." 

About Us [MINYOON] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang