44. Keliru

321 42 8
                                    

Berdecak separuh jengkel, mengabaikan notifikasi pesan yang masuk, Yoongi memilih memandangi langit sesaat. Jika diingat-ingat ia tidak pernah menyukai musim panas. Bulir keringat, debu berterbangan, sorot matahari yang menusuk kulit, dan kerongkongan yang mudah kering sedikitnya ia anggap bencana. Namun kenyataannya, panas di dada sudah membakar lebih dulu bahkan sebelum kemarau datang. 

Melirik dari balik tembok, Yoongi mendapati dua orang yang tengah terlibat obrolan dengan sesekali diselipi tawa dan anggukan sarat ekspresif. Begitu salah satunya mengangkat tangan untuk mengusap rahang lawan bicaranya, serta-merta Yoongi memalingkan muka. 

Sudah berapa lama, ya? Lima atau enam tahun mungkin? 

Pertemuan kala SMA yang berakhir di lingkaran pertemanan hingga saat ini seharusnya tidak membawa harapan yang memberatkan hati. Toh, berpura-pura seolah tidak ada perasaan itu butuh usaha ekstra. 

"Yoon—"

"Dih, Bego!" Terlambat menyadari seseorang sudah berdiri di sampingnya, Yoongi berjingkat terkejut sampai menempel sepenuhnya di tembok. 

Yang menerima semburan protes mendadak berkedip cepat. Ikut terkejut sendiri. "Lagian ngapain melongo di situ?" 

"Nungguin elu," balas Yoongi sewot. 

Jimin tampak berpikir sejenak. Dahinya berkerut samar. "Kalo lagi laper kadang bawaannya buas, ya?" Lantas ia menyambar leher Yoongi untuk dijepit di ketiaknya. "Ayo, kita cari mangsa. Mampir ke Simpang Raya, deh." 

***

"Mending makan nasi biar kenyang." 

Itu gerutuan Jimin ketiga kalinya padahal mi ayam di mangkuk sudah tandas setengah. Setelah Yoongi menolak keras ajakannya, mereka berakhir di stan makanan yang persis menempati trotoar tak jauh dari gerbang kampus. 

"Enggak ada yang maksa ikut," Yoongi mencibir. "Sana pindah." 

"Mau bareng makannya." 

Kunyahan Yoongi terhenti. Ia menatap Jimin yang masih fokus mengosongkan mangkuk miliknya. "Cewek yang tadi ... beda lagi, ya?" 

Kali ini Jimin membalas tatapan mereka. Cengiran tanpa malu ada di wajahnya. Ia menjeda kegiatannya sejenak. "Iya, beda lagi." 

"Yang kemarin?"

"Udah putus." 

"Bukannya kalian baru pacaran seminggu?" 

"Sok tau." Jimin mendengkus tidak terima. "Yang bener 2 minggu." 

Yoongi menggeleng setengah muak. "Aneh."

"Lu lebih aneh kayaknya. Enggak pernah pacaran, betah banget sendirian. Emang enggak takut pantatnya karatan?" 

Dan Yoongi bersemangat menoyor pemuda yang berada di kursi seberang. Hidungnya kembang-kempis dengan picingan tersinggung. "Ngomong sekali lagi, gua colok lu," ancamnya sambil mengacungkan sumpit. 

Yang menjadi korban justru tergelak, sukses membuat jengkel Yoongi. "Tapi serius, deh. Jangan keseringan gonta-ganti apalagi lu yang duluan ninggalin, Jim," ia menambahkan wejangan. "Nanti kejadian lagi disamperin orang yang nangis-nangis ke kostan. Segala minta tanggung jawab udah kayak abis dihamilin aja." 

Alih-alih menyahut, Jimin bungkam lebih lama nyaris satu menit terlewat. Ia memilih menopang dagu dan membiarkan selera makan siangnya menguap begitu saja. "Iya, maunya sama satu orang aja," ungkapnya.

Jimin memandang sosok di hadapannya tanpa berkedip, memperhatikan tulang hidung, kerjapan sepasang netra, juga bibir tipis yang sering terkatup kaku. Tanpa sadar cuping telinganya memerah, ia berdeham gugup. Lantas kembali yakin secara pasti hatinya telak jatuh berkali-kali. 

"Tapi dia enggak suka gua, Yoon." 

About Us [MINYOON] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang