38. Satu Sama?

505 68 3
                                    

"Ini pertama kalinya aku pacaran," ungkap Jimin kelewat jujur. Ia sudah bersiap-siap mendapat ejekan atau cemoohan yang mencubit ulu hati. Namun, pemuda yang duduk persis di sampingnya tidak melakukan hal tersebut. 

"Oh … aku juga." 

Ketika iris mereka saling bertemu, Jimin yakin apa yang temukan bukanlah kebohongan. Maka dari itu, buncahan dalam hati serta-merta mengembus rasa lega. Kenyataannya ia tidak sendirian. 

Biasalah … romansa anak SMA. 

Dipertemukan karena satu angkatan, kelas bersebelahan, kejahilan seorang teman, dan sampai di mana satu sama lain timbul perasaan. Klasik. 

Lima menit terlewat dalam bungkaman masing-masing. Kedai mi khas negeri seberang menjadi saksi bisu atas kecanggungan dua insan. Maklum, kencan pertama. 

Kendati demikian, Yoongi memilih tidak ingin berlama-lama dengan kebisuan. Terlebih semangkuk ramen di hadapannya terlihat menggiurkan. 

"Jimin?"

"Ya, Yoongi?"

Yoongi meneguk ludah. Pipinya bersemu merah karena terlalu lama menatap Jimin membuat jantungnya bertalu habis-habisan. "Aku boleh makan sekarang, 'kan?" 

"Boleh, boleh. Kalau mau nambah lagi, bilang aja. Aku punya kupon banyak." 

***

"Taehyung sama Jungkook putus." 

Berhasil menjadikan Yoongi menyedot kuat kotak jusnya. Ia menoleh separuh terkejut sambil menggigit main-main ujung sedotan sebelum dilepaskan. "Kok bisa? Kenapa?"

Jimin menggeleng pelan. "Enggak tau juga. Tapi katanya, karna orang tua mereka masing-masing saling enggak setuju." 

Pukul empat lewat sembilan belas menit, langit tampak cantik sekali tatkala jingga menyorot hangat. Gemeresik ilalang yang disapu angin cukup menggelitik telinga. Seharusnya sore itu bisa membuat kebungahan tersendiri, tetapi dua entitas di sana mendadak abai. 

"Aku jadi kepikiran," jeda Jimin sejenak untuk menarik napas berat. "Kalau kita putus, kira-kira alasannya karna apa, ya? 

Yoongi ikut berpikir keras. Ia memandangi kotak jus yang isinya masih setengah. Kemudian bergumam tanpa sadar, "Karna aku banyak jajan terus kamu jadi miskin." 

Alih-alih meratapi, Jimin malah tertawa dan sempat iseng menyenggol bahu pemuda yang duduk di sebelahnya. 

Respons Yoongi tersenyum malu. Ia menggaruk pelipisnya sekilas. "Bisa aja, 'kan?"

"Ya, mungkin," sahut Jimin. "Tapi enggak apa-apa. Soalnya cita-citaku mau jadi kaya raya dan nanti kalo kamu banyak jajan, aku enggak masalah. Terus kita enggak putus, deh."  

Sontak Yoongi terkekeh. Cengirannya begitu lebar sambil mengangguk tanda setuju. Lantas ia menghabiskan sari buah dalam kemasan itu dalam semangat membara. Sesederhana itu saja, sih.

***

"Aku belum punya kendaraan sendiri." 

"Sama, dong. Aku malah enggak bisa ngendarain juga."  

Jimin tersenyum. Bukan, bukan itu maksudnya. Ia berdeham sambil melirik cemas. "Besok aku tungguin kamu latihan basket. Nah, pulangnya kita bareng naik bus, aku anterin sampe depan rumah."

"Jangan nungguin aku sampe sore, kelamaan. Rumah kamu juga beda arah, bisa-bisa ngelewatin banyak halte dulu buat muter jalan. Lagian aku bisa pulang sendiri, kok." Yoongi menolak halus.

"Orang lain aja nganterin pacarnya pulang, masa aku enggak?" Jimin merubah sedikit intonasi suaranya. Ia menambah penekanan di akhir kalimat. 

"Ya, biarin."

"Yaudah aku pulang dulu, terus kamu kabarin kalau udah selesai latihan. Nanti aku pinjem motor Kakak atau tetangga. Jadi enggak perlu naik bus lagi."

"Itu … makin ngerepotin."

"Soalnya orang lain kalo pacaran begitu."

Reaksi Yoongi berbeda dari Jimin yang tampak sangat antusias. Ia menghentikan langkahnya. Dahinya berkerut dalam seolah kesulitan mencerna. 

Jimin yang baru tersadar langsung menoleh ke belakang dan menemukan Yoongi tertinggal beberapa langkah. 

"Kenapa harus kayak orang lain?" 

Begitu pertanyaannya dibiarkan mengambang tanpa jawaban, Yoongi memilih menunduk. Ia mengetukkan salah satu ujung sepatunya ke tanah. "Ya, boleh ngeliat orang lain, tapi jangan dijadiin semuanya patokan. Fokus aja sama kita berdua. Toh, nanti ketemu nyamannya sendiri, kok." Ia memberanikan diri mendongak untuk menatap Jimin lalu menghampirinya sekadar menepuk bahu pemuda tersebut. 

Singkatnya Jimin melebur dalam hitungan detik. Memaksakan sesuatu memang tidak akan berakhir bagus. Aduh, kelihatan amatiran. Padahal sebelumnya ia sedang berusaha agar tampak keren di mata Yoongi. 

About Us [MINYOON] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang