EPILOG

195 18 2
                                    

Minju side

Sejak kejadian kemarin, aku sedikit termenung ditempat. Kata-katanya terus terngiang dalam kepala ku. Bahkan, hati ku masih nyeri setelah mendengar beragam perkataan pahit yang terlontar dari mulutnya.

Jika aku bisa protes, aku ingin dia bisa mengerti keadaan ku dan posisi ku. Semuanya bukan salah ku. Aku juga korban disini. Kenapa dia hanya marah tanpa bertanya terlebih dahulu.

Sakit. Sangat sakit.

Sehari setelahnya aku menjadi pendiam. Member bilang kalau aku terlalu banyak murung, wajahku terlihat kusut dan tidak bertenaga. Untung saja hari itu kami tidak ada jadwal apapun. Aku bisa mengistirahatkan jiwa dan raga ku.

Malam harinya aku berniat pergi ke suatu tempat dimana aku bertemu dengan nya dulu. Pertemuan pertama kalinya.

Ya, aku rela pergi jauh hanya untuk mengenang semuanya.

Disini aku sekarang, taman dengan Sungai Hanan. Ramai, tapi apa kaalian pernah merasakan sepi ditengah ramainya kota?

Aku kesini tentu saja dengan pakaian yang tertutup namun tidak mencurigakan. Aku juga sedikit menyamarkan suara ku agar tidak dikenali orang. Meski sedikit kesulitan.

Aku memilih untuk duduk di salah satu bangku taman yang kosong. Di depan ku ada sungai yang tenang dengan jejeran gedung sebagai background nya. Cahaya yang terpancar dari gedung-gedung itu terlihat seperti bintang dilangit. Indah.

Suara aliran sungai yang tenang hembusan angin yang sejuk membuatku sedikit memejamkan mata. Sakit di dada ku memang belum reda namun aku bisa lupa walau hanya beberapa waktu.

Tiba-tiba ada seorang laki-laki duduk di sampingku, pakaiannya sedikit tertutup, kuharap dia bukan orang jahat. Dia melepas topi nya namun tidak dengan masker nya. Saat itu aku menahan napas, jangan sampai firasat ku benar.

"Maaf." Ucapnya tanpa menoleh.

Aku masih terdiam, berfikir bagaimana orang itu bisa tau keberadaan ku. Apakah dia sufah beralih profesi menjadi seorang mata-mata?

Dia menyenderkan punggung nya lalu menundukkan kepalanya. "Maaf." Lagi-lagi dia meminta maaf.

"Seharusnya, saat itu aku mendengar alasan mu lebih dulu bukan mengeluarkan kata-kata yang seharusnya tak aku ucapkan. Ya, aku tau maaf ku tidak akan membuat rasa sakit itu hilang dalam sekejap. Setidaknya, aku sudah berusaha meminta maaf bukan?" Dia menoleh sambil menatap mataku. Dari matanya saja aku sudah tahu dia siapa.

"Kita sama-sama sakit. Ku pikir, kita bisa saling menyembuhkan tapi aku salah, kita hanya saling menyakiti lebih dalam. Maaf"

"Entahlah, aku tidak tahu sampai kapan aku akan terus minta maaf." Sambungnya. Matanya tidak berhenti menatapku. Sepetinya, dia sudah tidak peduli apa yang akan terjadi nantinya jika ada orang yang mencurigai kita.

Dia bangkit dari duduknya lalu mengulurkan tangan kanannya kepadaku. "Ayo, kita akhiri kisah kita dengan cara baik-baik," ucapnya.

Aku bingung, menerima uluran itu atau membiarkan nya lalu pergi?

"Ayo."

Sihir. Tangan ku terulur dengan sendirinya.

"Bagaimana kalau ada yang mencurigai kita. Kamu mau kita kena masalah kedua kalinya?"

"Shin Mirae? Dispacth? Sudah kuurus semua."

Wah ... Sungguh persiapan yang luar biasa.

Aku ditarik entah menuju kemana, "Hyunjae-ssi?" Dia menoleh lalu menaruh telunjuk tangan kiri di depan mulutnya. Aku disuruh diam. Oke.

Praeterium [Hyunjae] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang