PROLOG

32.4K 2.2K 166
                                    

NOTE : LAPAK INI PAKAI ZIA YANG LAMA, JADI MAAF JIKA COMENT ADA YANG TIDAK SESUAI. BELUM SEMPAT DI HAPUS-HAPUSIN!! TERIMAKASIH ....

Pencet tombol ⭐ dulu ya sebelum baca ... 

Oke lanjut!!

🔗🔗🔗🔗🔗

"Kamu bilang, luka kalau gak di obatin bisa infeksi trus di amputasi. Kalau hati yang infeksi, berarti hati nya harus di angkat?" ––– Adithya Rivano Mahendra

🔗🔗🔗🔗🔗

BUGHH

BUGHH

Gadis berparas cantik dengan kulit putih bersih itu mengendap-endap di lorong sekolah menengah pertama nya itu yang sudah nampak sepi. Suara dentuman berulang kali yang cukup keras, membuat nya merasa penasaran akan asal suara tersebut. Hingga sampai lah dia di penghujung koridor tersebut, dan alangkah terkejutnya dia melihat apa yang terjadi di sana.

Gadis itu mencengkram kedua tali tas nya,  dengan tubuh yang mendadak berubah kaku saat sepasang mata tajam milik seorang anak laki-laki di sana menatap nya. Dia lalu berpindah menatap anak laki-laki lain yang terkapar tidak berdaya dengan wajah babak belur, dan tak lagi sadarkan diri.

Gadis tersebut masih diam ketika anak laki-laki dengan sorot mata datar namun tajam berjalan melewati nya setelah membuang tongkat baseball ke sembarang arah. Dia ikut berbalik menatap punggung yang sudah di basahi keringat, terlihat jelas dari seragam putih nya yang tak lagi mengenakan rompi nampak basah. Lantas berjalan mengikuti langkah tersebut dengan jarak satu meter.

"Ngapain?" Anak laki-laki itu bersuara datar. "Pulang sana!"

"Kak Adit kenapa?"

Anak laki-laki berusia 15 tahun itu bernama Adithya Rivano Mahendra. Kini dia duduk di bangku taman.

"Harus nya kamu tutup mata, kurang-kurangin sifat kepo nya, Zia."

Zia menghela napas, dia lantas duduk di samping Adit. "Kuping Zia itu masih 2 kak, belum di jual satu nya."

Hening

Adit melirik Zia yang tampak mengeluarkan sesuatu di dalam ransel merah muda miliknya itu. "Ngapain?"

"Ck, sini! Zia obatin, biar gak infeksi. Kata Om Marvel, luka kalau gak di obatin itu akan bernanah trus bisa-bisa kronis dan di amputasi. Kak Adit mau tangan nya di amputasi?"

"Cerewet!"

"Bi---"

"Sok tahu!"

Zia memberengut, seraya memeletkan lidah nya. "Biarin!"

Adit terkekeh samar, lantas menatap Zia yang menunduk mengobati punggung tangan nya yang memar.

"Jadi anak angkat itu, sesuatu yang hina ya?"

"Kenapa kak Adit ngomong gitu?"

"Kamu bilang, luka kalau gak di obatin bisa infeksi trus di amputasi. Kalau hati yang infeksi, berarti hati nya harus di angkat?"

Adit menatap mata teduh milik Zia. Gadis itu memiliki mata yang cantik, dengan bola hitam yang sempurna. Terlihat murni.

"Zia itu cuma anak umur 13 tahun, Zia mana tahu kalau hati yang infeksi boleh di angkat apa enggak. Emang hati kak Adit lagi infeksi ya?"

Adit mengangguk, tanpa memutus pandang nya.

"Coba tanya aja ke Om Marvel, kan dia dokter." Zia kembali memasukkan kotak p3k nya ke dalam tas.

"Udah siap. Tapi perban nya jelek, Zia gak terlalu bisa merban tangan orang. Nanti kak Adit buka aja pas udah di rumah, minta pasangin sama tante Caca, yah."

Adit menatap perban yang membalut tangan kanan nya, memang tidak rapi.

"Ya udah Zia pulang dulu ya, kayak nya Daddy dan Kak Zian udah di depan." Zia bangkit berdiri, dan kembali menyandang ransel nya.

"Kak Adit."

"Hmm." Adit mendongak menatap Zia. Gadis kecil itu tersenyum, membuat nya termangu.

"Kata mami, jangan suka cepat marah. kak Adit punya tante Caca, Om Renald dan Cira yang sayang sama kak Adit. Yang bisa ngobatin hati kak Adit yang lagi infeksi."

Adit tersenyum tipis. "Tahu darimana?"

"Tahu lah, Zia gitu loh." Zia terkekeh.

"Jadi Cira sayang sama aku?"

"Iya, Cira yang bilang ke Zia gitu."

"Kalau kamu?"

"Hah?"

"Iya kamu. Sayang gak?"

"Kalau Zia sayang sama kak Adit, hati Kak Adit yang infeksi bisa sembuh?"

"Mungkin."

"Ya udah, Zia sayang sama Kak Adit."

Adit terdiam melihat senyum manis Zia. "Aku juga."

"Hah?"

Adit menggeleng sembari tersenyum. "Sana pulang! Zian udah nungguin."

Zia menoleh ke arah gerbang sekolah, benar saja Zian sudah berdiri dengan payung di sana. Tanpa sepatah kata apa pun, dia berlari meninggalkan area taman.

Sementara Adit menatap punggung Zia yang kian mengecil di balik guyuran hujan siang ini. Mobil Toyota Alphard putih itu, melaju meninggalkan gerbang sekolah. 

Adit menunduk menatap perban di tangan kanan nya, diiringi senyum tipis.

Zia Alfera Queenida Bramasta. Gadis yang Adit pilih sebagai peredam amarah nya sejak dulu. Gadis yang akan selalu Adit lindungi, sayangi setelah mama dan adik perempuan nya.

"Kamu milik aku, Zia. Cuma milik Adit."

Siapa sangka 2 tahun kemudian, kalimat penuh keposesifan itu menjadi kenyataan.

🔗🔗🔗🔗🔗

Coba deh berapa vote dan coment untuk part ini 😊

Kalau bagus kita next secepat nya ...

ZI(A)DIT | (END) | Tersedia Di Google Playstore/Google PlaybookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang