Tiga Belas

6.1K 739 130
                                    

Hollaa!!!

Apa kabar guys? Kuy absen dulu di sini 🤗

Sesuai janji kan? Maka nya jangan kecewakan aku ya 🥺

Karna ini memang di sempet² tin sebenarnya.

Dukung aku dengan pencet 🌟 lalu baru baca ya 😊


Oke, jika sudah ..

Ayo lanjut!!

Happy Reading!!!

******

"Eghh---sstt---"  

Kepala Zia berdenyut begitu sakit ketika mata nya perlahan terbuka. Pandangan nya masih berkunang-kunang, bahkan atap kamar yang kini di tempatinya nampak berputar-putar. Namun, rasa haus yang menyerang tenggorokan nya memaksa nya untuk bangun.

"Ha---us, air, Zia butuh a---ir."

Segelas air berada di atas nakas samping ranjang. Zia berusaha menarik dirinya yang begitu lemas demi menjangkau gelas tersebut. Tangan nya terulur dengan gemetar, dia sesekali meringis ketika sakit di bagian kepala nya kian menjadi membuat penglihatan nya semakin berkunang-kunang.

Detik berikutnya kesadaran Zia kian menipis, gelas yang tadi berusaha dia raih di biarkan nya tersenggol hingga akhirnya jatuh pecah ke lantai di sertai tubuhnya yang ikut jatuh tepat di atas pecahan gelas tersebut.

PRANGG

BRUKK

"Argh---sstt---awwhh---"

Ringisan lolos dari bibir Zia ketika beling melukai kaki serta telapak tangan nya. Kepala nya kian berputar melihat darah segar mengalir deras di telapak tangan kanan nya.

"Dasar ceroboh!"

Suara datar itu mengusik Zia di tengah kesadaran nya. Dari balik helaian rambutnya dia bisa melihat tubuh kekar seseorang berjalan ke arah nya. Dia spontan beringsut tidak memerdulikan jika itu akan bisa membuat kaki nya kian tergores beling pecahan gelas.

"Diam! Beling itu akan semakin ngegores kulit kaki lo!"

Zia hanya pasrah ketika tubuh lemah nya di angkat oleh kedua tangan kekar cowok tersebut. Dia bahkan memejamkan mata nya dan tanpa sadar menenggelamkan wajah di dada bidang orang asing itu.

Wangi parfum yang menyeruak tentu berbeda. Ini bukan parfum Adit apalagi kedua kakaknya. Saat itu lah kesadaran Zia pulih sepenuhnya, bertepatan dengan dirinya sudah di baringkan di atas ranjang empuk tersebut.

"Dia udah sadar, bos?"

Zia mengalihkan pandangan nya pada seorang cowok lain yang baru saja masuk. Cowok berwajah lebih sangar di bandingkn cowok pertama yang mengangkat nya tadi.

"Apa lo lihat-lihat?!"

Zia bergidik ngeri akan suara datar namun penuh intimidasi itu. "Kakak berdua ini nyulik Zia ya?"

"Hah?!"

Zia mengangguk polos. "Iya, ini bukan kamar rumah Zia. Di sini gak ada Daddy, mami, sama teman-teman Zia. Pasti Zia di culik kan?"

"Kalau iya kenapa? Nanti kita bakal minta tebusan ke keluarga lo! Kalau keluarga lo gak mau, lo kita jual ke luar negeri!"

Mata Zia membola akan jawaban tersebut. "Jangan kak! Zia itu dari keluarga miskin, gak punya apa-apa. Buat makan aja susah, gimana mau nebus Zia di sini. Pokoknya kakak-kakak ini bakalan rugi besar nyulik Zia, soalnya Zia banyak makan. Kan kalau mau di jual harus sehat dulu, nah sementara Zia itu kekurangan gizi. Soalnya---"

ZI(A)DIT | (END) | Tersedia Di Google Playstore/Google PlaybookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang