Dua Puluh Tiga : Kehilangan?

5.6K 652 435
                                    

Hallo!!

Assalamu'alaikum 🤗

Sorry ya baru UPDATE, padahal mencapai target udah dari 2 minggu yg lalu 🥺

Aku banyak kegiatan guys, jadi sorry ya baru bisa update 🙏

Seperti biasa ya, pencet 🌟 dulu sebelum baca !!

Yang belum vote chapter sebelum nya, silahkan back dulu. Baru baca part ini ya 🥰

Okedeh!!!

Enjoy!!!!

******

Di dalam ruangan bernuansa putih yang sangat di dominasi oleh bau obat-obatan yang begitu menyengat. Gadis 16 tahun yang terbaring di atas ranjang itu mulai membuka kedua mata nya dan mengerjap beberapa saat. Mata sayu nya yang begitu lemah menelisik setiap sudut ruangan, seketika kepala nya berputar mendapati jika kini dia kembali berbaring di kamar rawat VVIP rumah sakit ini.

Mata nya menatap pantulan dirinya melalui jendela transparan. Terlihat tidak berdaya dan menyedihkan. Detik berikutnya, dia bisa mendengar pintu kamar dibuka. Masih dalam posisi yang sama dia bisa melihat seseorang berdiri di ambang pintu melalui pantulan jendela transparan ini. Memandang ke arah nya.

"Lo mau makan? Daritadi lo pingsan. Tubuh lo butuh asupan."

Gadis itu tak kunjung membuka suara. Dia tetap berbaring dalam diam, menatap keluar jendela besar itu, dan sama sekali tidak menoleh ke asal suara.

Kinal melangkahkan kaki nya mendekat ke arah ranjang. Lalu meraih mangkok bubur di atas nakas.
"Makan!" Titahnya.

"Dimana keluarga gue?"

Sungguh, ini pertanyaan yang sangat Kinal hindari. Kinal bahkan tidak tahu harus menjawab apa sekarang. Dia kian berdiri kaku ketika untuk pertama kali nya, Zia menoleh dan memandang nya. Mata itu terlihat sayu, mengisyaratkan lelah. Namun, dingin secara bersamaan.

"Keluarga gue dimana, Ki?" Bersamaan dengan pertanyaan itu meluncur, air mata Zia tampak menetes.

Kinal mencengkram kuat mangkok bubur di tangan nya. Mata nya masih menatap Zia datar, namun hati nya berkecamuk.

"Mereka ada, hidup." Ucap Kinal dingin.

Zia diam, menunggu Kinal kembali bersuara karna dia tahu masih ada lanjutan dari kalimat gadis itu.

"Kondisi belum kondusif. Nyokap lo, Zio, Zian dan bokap lo masih terjebak di tengah penyerangan. Lo harus tetap di sini sampai kondisi membaik." Lanjut Kinal.

Kamar itu kali ini hening. Kinal masih berdiri menatap Zia lekat-lekat yang kali ini kembali memalingkan wajah ke arah jendela transparan itu. Entah apa yang Zia lihat, sehingga di luar sana lebih menarik.

"Jangan tatap gue dengan tatapan menyedihkan kayak gitu." Ucap Zia dingin, membuat Kinal terpaku sesaat. Untuk pertama kali nya dia mendengar Zia bersuara dingin seperti ini. Ada perasaan aneh mendengar nya, namun dengan cepat dia tepis.

"Gue gak tahu siapa yang menyedihkan sekarang. Elo? Keluarga lo? Atau justru orang-orang yang mengenal lo?"

Zia sontak menyeringai, seringaian yang tidak mampu di tangkap oleh mata Kinal karna dia masih enggan menoleh. Tanpa diminta air mata mengalir disertai sesak yang mendominasi dada nya. Digigitnya bibir bawah nya agar suara isakan nya tak lolos.

Namun, Kinal tahu Zia menangis dia bisa melihat dari pundak bergetar gadis itu.

"Lo nangis bukan karna khawatir akan kondisi keluarga lo sekarang." Kinal menjeda nya sejenak.

ZI(A)DIT | (END) | Tersedia Di Google Playstore/Google PlaybookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang