Empat Belas

5.9K 782 92
                                    

Hollaa!!!

Apa kabar guys? Kuy absen dulu di sini 🤗

Dukung aku dengan pencet 🌟 lalu baru baca ya 😊

TOLONG DI VOTE!!!

Oke, jika sudah ..

Ayo lanjut!!

Happy Reading!!!

******

"Kak Alex, harusnya ini di ganti dari tadi pagi. Lihat nih! Udah lusuh gak layak pakai, ini bisa-bisa luka Kak Alex bukan nya sembuh tapi malah infeksi! Kak Alex mau tangan nya di amputasi, huh?!"

"Bawel! Diam dan cepat ganti!"

Zia berdecak, melirik kesal pada Alex tapi tidak menolak sama sekali. Dia meraih kotak p3k lantas mulai mengganti perban di tangan kiri cowok itu dengan yang baru.

"Kak Jo, lain kali di gantiin ya perban nya. Kalau Kak Alex gak mau, bawa ke rumah sakit aja! Biar di suntik sekalian!"

Johan terkekeh samar. "Dia mau nya elo yang gantiin. Iya kan bos?"

Alex mendengus, menatap datar pada Zia yang ikut menatap nya. "Apa?"

"Kok Zia bisa gak ngeh ya kalau Kak Alex, kakak-kakak cabul yang malam itu Zia perbanin."

"Gue gak cabul!" Kesal Alex terlebih anggota Elektra menahan tawa akan ucapan Zia barusan.

"Iya cabul, bukti nya tadi kak Alex ngancam bakal cium Zia kalau---"

"Kalau lo gak berhenti ngomong!" Sela Alex yang seketika langsung membuat Zia memberengut.

"Dasar galak." Gumam Zia pelan.

"Ngomong apa?!"

Zia menggeleng sembari menekuk bibir nya, "gak ngomong apa-apa."

Alex mengulas senyum tipis miliknya dengan mata yang tidak lepas menatap gadis di hadapan nya ini yang begitu telaten dalam membalut perban di tangan nya.

"Bos, ada yang mau ketemu."

Alex mengangguk tanpa ekspresi, "suruh masuk!"

"Kak Alex lagi ada janjian sama orang?" Zia menatap Alex polos, dia mengerutkan dahi ketika cowok itu malah mengacak rambut nya.

"Bukan gue. Tapi elo."

Zia mengerutkan dahi, dia berbalik. Untuk sesaat dia terdiam melihat siapa yang berdiri di ambang pintu basecamp Elektra itu dalam kondisi basah kuyup. Tanpa di perintah Zia bangkit berdiri dan berjalan ke arah jendela basecamp Elektra yang di tutupi oleh gorden abu-abu. Benar saja di luar sana tengah di guyur hujan lebat. Bagaimana mungkin dia tidak mendengar nya?

"Cira hujan-hujanan?"

Cira mendengus, menatap sinis pada Zia. "Punya otak gak lo nanya kayk gitu, huh?" Yang di balas gerutu tidak jelas dari siempunya. "Untung lo gak mati."

"Cira!! Kok jahat!" Rengek Zia.

"Lo yang jahat!"

"Kok Zia?!"

"Gue udah bilang kan buat diam! Jangan terlalu hyperaktif jadi orang! Ujung nya apa? Kena sial kan lo?!"

Zia teridam akan hardikan Cira yang terdengar begitu kesal padanya.

"Teman lo baik-baik aja. Cuma kening sama tangan dan kaki aja yang luka. Jadi jangan khawatir." Cira beralih pada cowok yang baru saja bersuara. Saat itu lah dia sadar jika ada begitu banyak mata yang memperhatikan nya. Dan semua nya menyeramkan.

ZI(A)DIT | (END) | Tersedia Di Google Playstore/Google PlaybookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang