Hari pernikahan telah tiba. Seperti yang disepakati, pernikahan Liam dan Rania diadakan secara tertutup tanpa ada media yang meliput. Pernikahan yang hanya dihadiri kerabat dan kolega bisnis terpercaya Gyan maupun Liam. Untuk pihak Rania tidak ada satupun yang datang karena dia memang sendiri.
Pernikahan ini terbilang sederhana untuk keluarga konglomerat seperti Denandra. Tapi itulah syarat yang diberikan Gisella dan Rania sama sekali tidak mempermasalahkannya karena mewah maupun sederhana itu sama saja.
Pernikahan berjalan dengan lancar. Liam dan Rania terus tersenyum bahagia dari awal hingga akhir acara. Berbeda dengan Gyan dan Gisella, mereka memang tersenyum tapi itu palsu.
Pernikahan benar-benar berakhir hingga pukul sepuluh malam. Kini Liam dan Rania mengistirahatkan tubuh mereka setelah membersihkan diri mereka masing-masing.
"Sayang."
Liam tiba - tiba memeluk Rania dari belakang yang sedang mengeringkan rambut hitam panjang dengan handuk yang tengah duduk ditepi ranjang yang berada dikamar Liam.
"Mas. Kau mengejutkanku."
Liam terkekeh kecil, lalu mengulas senyuman yang sulit diartikan. "Sayang. Kau pasti sudah siapkan?" tanya Liam masih dengan senyuman penuh makna.
Rania mengerutkan keningnya bingung, "Siap apa, Mas?" Rania kembali bertanya yang masih belum mengerti apa yang dimaksud suaminya itu.
Liam tidak menjawab dan justru semakin melebarkan senyuman artinya dengan sebelah alis terangkat. Rania semakin bingung, lalu berpikir hal yang dimaksud Liam.
Tak lama, pipih Rania merona merah malu saat paham apa yang dimaksud Liam. "B-Bisakah beri aku beberapa menit? A-aku ingin mempersiapkan diriku dulu, Mas." senyum malu Rania membuat Liam tertawa pelan.
Liam mengangguk pelan seakan mengerti apa yang dirasakan Rania. Rania menghela napas lega. Liam berubah posisinya menjadi bersandar di kepala ranjang.
"Mas"
"Iya?"
"Terimakasih, ya"
Dahi Liam mengerut bingung mendengar ucapan Rania, "Untuk?"
"Terimakasih karena telah menerima dan mencintaiku apa adanya." tatapan Rania berubah sendu. Liam tersenyum kecil, "Aku juga berterimakasih padamu, karena juga telah mencintaiku apa adanya tanpa memandang kasta ataupun harta."
Rania ikut bersandar pada kepala ranjang disamping Liam. Memeluk erat tubuh tegap itu yang dengan senang hati dibalas oleh Liam tak kalah erat.
"Aku sangat beruntung mendapatkan dirimu, Mas Liam. Pria yang mencintaiku dengan setulus hati." ucap pelan Rania yang masih bisa didengar oleh Liam.
"Aku yang seharusnya merasa beruntung karena telah mendapatkan seorang istri sepertimu. Kamu berbeda dengan wanita diluar sana. Mereka hanya memandang hartaku, tapi kamu tidak. Kamu mencintaiku karena hatimu yang meminta. Kau wanita terbaik yang pernah aku miliki dan aku temui."
Tangan besar Liam mengusap punggung Rania lembut. Mereka menikmati kenyamanan seperti ini, berpelukan dimalam yang sunyi namun indah ini. Lampu tidur dan cahaya bulan yang mengintip malu menemani mereka.
"Bolehkah aku bertanya? Mas Liam akan mecintaiku sampai kapan?" entah kenapa, Rania hanya ingin menanyakannya.
"Aku akan mencintaimu sampai akhir hayatku. Aku janji hanya akan ada nama Rania Inara Denandra yang terukir permanen dihatiku sekarang ataupun nanti. Hanya wanita itu saja yang berhak mengisi hatiku." jawab Liam yang membuat Rania tersenyum haru. Mengeratkan pelukan hingga membuat tubuh mereka semakin menempel tanpa jarak.
KAMU SEDANG MEMBACA
17 Years [Terbit E-Book]✓
General Fiction[E-Book sudah tersedia dia PlayBooks atau klik link di bio^^] Versi e-Book BERBEDA dengan versi Wattpad. ***** 17 tahun mereka saling menyimpan luka dan rindu yang tak pernah terucap. Liam Denandra harus berpisah dengan istrinya karena menemukan per...