SY 15 : NYAMAN

10.7K 979 73
                                    

"Bunda"

Rania yang tengah memasak tersentak kecil saat dirasanya dua lengan mengalung diperutnya.

"Kenapa, Luna?" mengelus pipi sang putri yang menyandarkan dagu diatas pundaknya.

"Boleh Luna bantu?" gadis 17 tahun itu semakin menyamankan dekapannya pada Rania. Sangat hangat.

Kening wanita yang lebih tua itu mengerut "Hm? Kamu tidak belajar sama Alpha?"

Gerakan gelengan pelan terasa pada pundaknya. "Luna bisa belajar nanti. Alpha masih bisa belajar sendiri tanpa Luna."

" Jadi kenapa Luna harus selalu menemaninya belajar? Dia kan bukan anak kecil yang manja lagi seperti dulu" lanjut Luna.

"Hei! Aku mendengarmu, bocah!"

Kedua wanita itu menoleh saat sebuah sahutan dari arah ruang tamu yang memang menjadi satu dengan dapur.

"Oh? Kau disitu ya daritadi? Aku kira tidak ada orang" ujar Luna dengan nada santai.

"Kau! Lalu apa maksudmu dengan 'bukan anak kecil yang manja lagi seperti dulu', hah?!" kesal Alpha pada adiknya.

"Apa kau lupa? Saat kecil dulu, kau lah yang manja. Kau selalu memintaku menemanimu setiap saat! Kau bahkan tidak membiarkanku jauh darimu! Saat aku pergi sebentar saja, kau sudah menangis tersedu. Kau juga dulu tidak bisa melakukan apapun tanpa diriku. Bukankah kau yang manja dulu?" ejek Alpha dengan seringai yang menurut Luna sangat menyebalkan itu.

"Itu kan dulu! Sekarang aku sudah besar! Dan aku tidak manja lagi!" cerca Luna menatap kakak menyebalkannya itu.

"Hah! Tidak manja lagi? Tapi kau masih saja memeluk Bunda dengan manja. Lihat!" mendengar itu sontak membuat Luna melepas dekapannya pada Rania.

Luna semakin menatap kesal Alpha yang masih menyeringai. Dia merasa terejek!

"Diamlah!!" kesal Luna lalu menjulurkan lidahnya pada Alpha.

Kini giliran Alpha yang merasa terejek! Ini tidak bisa dibiarkan!

"Kaulah yang diam! Aku lebih tua darimu!"

"Hah! Kau selalu saja mengunkit hal itu setiap kita bertengkar! Hanya lebih tua delapan menit saja sudah merasa paling tua saja!"

"Biarlah! Tetap saja aku yang lahir pertama. Jadi aku kakaknya, kau adiknya!"

"Tidak!"

"Iya!"

"Tidak!"

"Sudah! Hentikan!" Rania yang sudah merasa jengah akhirnya mengakhiri perdebatan tak penting itu. Membuat keduanya menghentikan pertengkaran mereka.

"Kalian ini masih saja bertengkar. Kalian sudah besar. Tidak pantas lagi untuk bertengkar. Kalian bukan anak kecil lagi," tegas Rania menggelengkan kepalanya heran.

Ya seperti itulah persaudaraan. Tidak hanya saudara, tapi juga teman, sahabat, keluarga, ataupun orang lain yang sudah seperti saudara sendiri. Setiap suatu hubungan tidak semerta akan selalu dipenuhi kasih sayang, pasti akan ada sebuah pertengkaran didalamnya.

Tidak peduli mereka kembar atau tidak. Tetap saja mereka masih bersaudara.

Dengan adanya pertengkaran membuat kita menyadari betapa berharganya saling menyanyangi itu. Karena pertengkaran pula membuat kasih sayang yang terjalin semakin kuat.

Meskipun begitu, setiap pertengkaran entah itu kecil atau besar, juga harus dihentikan. Entah dengan adanya orang ketiga untuk menghentikan. Entah pula dengan salah satu dari mereka memiliki kesadaran untuk berhenti dan mengalah.

17 Years [Terbit E-Book]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang