Kedua mata tajam Liam terus memperhatikan Luna, putrinya, yang tengah melayani pelanggan dibalik meja Take-Away. Melihat senyuman manis sang putri, membuat paras cantiknya semakin bertambah dimata Liam.
Bagi Liam, tak ada wanita yang jauh lebih cantik selain putrinya. Ahh.. Ralat. Maksudnya selain putri dan juga cintanya, Rania. Baginya hanya dua wanita itu yang tercantik dan yang paling ia sayangi.
Namun lamunannya harus terpecah karena panggilan pelayan kedai.
"Permisi, Tuan. Anda ingin memesan apa?"
Liam terkesima, "Ah.. Tolong, satu Sweet Americano.. dan juga.. satu Ice Chocolate Vanila"
Pelayan itu segera mencatat pesanan pria tinggi berkacamata hitam itu. "Ada yang ingin dipesan lagi?"
"Tidak ada. Itu saja"
"Baiklah. Mohon tunggu pesanan Anda"
"Tunggu!" pelayan yang hendak beranjak pergi itu mengurungkan niatnya saat Liam memanggilnya.
"Iya?" tanyanya ramah.
"Bisakah kau meminta gadis berkacamata dengan rambut terikat disana untuk mengantar pesanan saya?" Pelayan itu mengikuti arah tunjuk Liam yang mengarah ke arah Luna. Kening pelayan itu mengerut.
Seolah mengerti dari ekspresi pelayan itu, Liam kembali berkata, "Saya tidak akan melakukan apapun. Ada yang ingin saya bicarakan dengan Luna. Kami saling mengenal"
Mendengar pria yang duduk di meja yang berdekatan dengan jendela kedai itu mengucapkan nama Luna, pelayan itu mengangguk dan kembali beranjak pergi.
Dapat Liam lihat pelayan itu berbicara sejenak dengan Luna yang kemudian menoleh ke arahnya lalu mengangguk kepalanya. Kedua sudut bibir Liam terangkat membentuk senyuman tipis.
Ia harus bisa mendekati putrinya meski harus dengan status 'orang lain' dimata putrinya. Ia hanya ingin menjadi lebih dekat sang putri yang belum pernah ia rasakan selama tujuh belas tahun ini.
Karena ini akan menjadi pendekatan pertama dengan anaknya, ia akan menggunakan kesempatan ini sebaik mungkin.
Ia bahkan menyerahkan semua pekerjaan kantor pada Johan demi menghabiskan waktu dengan Luna selama satu hari ini. Lagipulan Johan tidak keberatan kan? Itu sudah tugasnya.
"Permisi.. Ini pesanan Anda"
Luna meletakkan nampan pesanan Liam. Meletakkan posisi kacamata minusnya, menatap bingung pria itu. "Ehmm.. Apa Anda mengenal saya?"
Liam melepas kacamata hitam yang sedaritadi bertengger dan tersenyum teduh kepada Luna, membuat gadis itu mengingat rupa tampan itu.
"Ahh.. Anda.. Tuan yang waktu itu?" tanya Luna.
Liam terkekeh pelan, menggangguk kepalanya. "Iya.."
"Tuan.. Kenapa bisa tahu saya bekerja disini?"
"Hanya kebetulan mampir ke sini, lalu tidak sengaja melihatmu disana. Tidak apa kan untuk menyapa kamu sebentar?"
Tentu saja, itu hanya sebuah alasan.
Luna mengangguk, "Iya, Tidak apa."
"Kalau begitu... Duduklah disitu" pinta Liam seraya menunjuk ke arah kursi sebrang dari kursinya.
Luna menatap ragu Liam. Haruskah?
Ia menoleh ke arah meja bagiannya yang tengah digantikan oleh pegawai yang lain.
"Tidak perlu takut jika kamu akan marahi. Om bisa berbicara dengan atasan kamu. Lagipula, Om bukan yang memintamu?" ujar Liam dengan tatapan berharap. Luna segera duduk disana.
KAMU SEDANG MEMBACA
17 Years [Terbit E-Book]✓
General Fiction[E-Book sudah tersedia dia PlayBooks atau klik link di bio^^] Versi e-Book BERBEDA dengan versi Wattpad. ***** 17 tahun mereka saling menyimpan luka dan rindu yang tak pernah terucap. Liam Denandra harus berpisah dengan istrinya karena menemukan per...