"Bunda"
Rania menoleh ke arah pintu yang baru saja dibuka oleh Luna yang kini masuk ke dalam kamar berukuran kecil dengan beberapa buku didekapannya.
"Sudah selesai belajarnya, Nak?" tanya Rania yang duduk diatas lantai seraya melipat baju milik pelanggannya yang sudah dicucinya
Luna mengangguk, "Iya, sudah. Alpha juga sudah masuk ke kamarnya"
Gadis berkacamata itu berjalan ke arah meja kecil untuk meletakkan buku-buku dan menyiapkan untuk sekolahnya esok hari.
"Kalian sudah minum tehnya?"
"Iya. Luna juga sudah mencuci gelasnya" Rania tersenyum kecil.
Luna mendudukan dirinya disamping sang Bunda. Mengambil salah satu baju"Biar Luna bantu melipatnya, Bunda"
"Tidak perlu, Sayang. Ini sudah malam, lebih baik kamu tidur. Besok sekolah, kan?" ujar lembut Rania.
"Tidak apa, Bun. Luna masih belum mengantuk."
Rania menghela napas kecil, "Ya sudah. Tapi jangan sampai tidur larut malam ya?"
"Iya."
Kedua wanita berbeda usia itu sibuk melakukan pekerjaan mereka. Luna berkali –kali melirik ke arah sang Bunda, raut wajahnya nampak bimbang. Seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tak bisa ia katakan.
"Ada apa Luna? Kamu ingin mengatakan sesuatu sama Bunda?" rupanya tingkah gadis berusia 17 tahun itu disadari oleh Rania membuat gadis itu tersentak kecil. "Tidak ada, Bunda" ujarnya dengan tersenyum kecil.
Namun jawaban itu tak membuat Rania yakin. Ia sangat mengenal anak-anaknya. Putrinya ini hanya merasa takut untuk mengatakannya. Menghentikan sejenak pekerjaannya lalu menggenggam tangan putri tersayangnya ini.
"Luna... Tidak apa-apa, Nak. Katakan saja," ujar Rania, menatap Luna dengan penuh kasih sayang.
Luna menggeleng, "Tidak ada, Bunda. Luna tidak jadi untuk mengatakannya."
"Sayang.. Ini Bunda. Jangan takut untuk mengatakannya. Katakan saja apa yang ingin kamu katakan" ucapan Rania membuat Luna terdiam.
Mau bagaimana lagi? Ia sudah ketahuan.
"Bunda.."
"Hmm?"
Gadis itu menundukkan kepalanya. Menggigit bibir bawahnya. "Luna ingin bertanya.."
Luna terdiam sejenak.
"Ayah Luna bagaimana orangnya?"
Hening. Senyuman kecil dibibir Rania perlahan luntur. Dapat Luna rasakan genggaman tangan sang Bunda ditangannya perlahan melonggar membuat gadis itu merasa bersalah.
"Lu-Luna minta maaf jika bertanya seperti itu. Tapi setiap kali Luna pulang sekolah dan melihat teman-teman Luna yang dijemput ayah mereka. Membuat Luna penasaran, Ayah Luna itu seperti apa?"
Masih tidak ada jawaban dari Rania. Wanita berumur 38 tahun ini sibuk dengan pikirannya. Tatapannya nampak kosong. Hal itu membuat Luna semakin bersalah.
"Bunda tidak perlu menjawabnya. Lupakan apa Luna tanyakan. Maafkan Luna, Bunda" ujar Luna tak enak. Ingin rasanya ia menangis.
"Ayah kamu itu orang yang baik" Kedua netranya menatap lembut ke arah sang putri. Mengangkat tangannya, mengusap buliran air mata yang menetes dipipi Luna.
"Ayah kalian sangat menyayangi orang yang dia sayangi."
"Dia tampan, tinggi, pintar. Sama seperti Alpha. Jika kamu melihat Alpha lebih jelas dan lebih dalam lagi, dia akan terlihat mirip seperti Ayah kalian. Sifatnya bahkan menurun pada Alpha."
KAMU SEDANG MEMBACA
17 Years [Terbit E-Book]✓
General Fiction[E-Book sudah tersedia dia PlayBooks atau klik link di bio^^] Versi e-Book BERBEDA dengan versi Wattpad. ***** 17 tahun mereka saling menyimpan luka dan rindu yang tak pernah terucap. Liam Denandra harus berpisah dengan istrinya karena menemukan per...