SY 18 : BENARKAH?

9.9K 821 32
                                    

Liam menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Dengan setelan kerja yang masih menempel tanpa berniat untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu.

Termenung menatap langit-langit kamarnya. Kepalanya terlintas perkataan sang Mama. Tiba-tiba rasa khawatir menyelimuti dirinya. Takut jika sang Mama akan berbuat yang tidak-tidak pada Rania dan kedua anaknya.

"Tidak. Aku tidak akan membiarkan Mama melakukan sesuatu yang buruk pada keluargaku,"

Ia tidak peduli jika harus melawan Mamanya. Karena disini Mamanya lah yang salah dan yang salah tidak patuh untuk dibela.

Memang jika anak laki-laki yang sudah menikah. Ibunya tetap di nomor satu kan setelah itu istrinya. Tapi jika sikap seorang Ibu seperti Mamanya, apa patut di nomor satu kan?

Ia rasa tidak.

Liam hanya ingin mencegah Mamanya saja. Ia tak mungkin berbuat lebih karena Gisella tetap Mamanya. Wanita yang sudah melahirkannya.

Ia tahu, Mamanya hanya perlu untuk diberi pengertian saja. Liam berharap Mamanya agar segera sadar.

Tapi jika Mamanya tetap seperti ini. Entahlah apa yang akan terjadi kedepannya nanti. Liam tidak tahu.

~17 Years~

Hari masih pagi, namun Liam sudah berdiri didepan pintu rumah Rania. Melukis seulas senyuma begitu pintu rumah itu terbuka dan menampilkan wanita yang dicintainya, membalas senyumannya.

"Selamat pagi" ucap Liam.

Rania terkekeh, "Selamat pagi, Mas" membuka pintu lebih lebar untuk mempersilahkan Liam masuk.

"Kenapa Mas datang pagi sekali?" tanya Rania.

"Aku ingin mengantar Alpha dan Luna ke sekolah," jawab Liam. Ini adalah hal yang paling ia tunggu. Melakukan tugas sebagai seorang ayah.

"Oh, begitu"

"Apa kalian sudah sarapan?" Rania mengangguk sebagai jawaban. "Kami baru saja selesai. Mas sendiri sudah sarapan?" kini Liam yang mengangguk.

"Dimana mereka?" tanya Liam mengedarkan pandangannya ke penjuru rumah. Tak mendapati kehadiran anak kembarnya.

"Alpha dan Luna sedang bersiap. Mungkin sebentar lagi mereka akan keluar."

Sedetik setelah Rania mengatakan itu. Dua pintu kamar terbuka dengan Alpha dan Luna yang sudah siap dengan seragam dan tas sekolah mereka. Bersiap untuk berangkat ke sekolah.

"Ayah?" Luna yang lebih dahulu menyadari akan kehadian sang Ayah, berjalan mendekat. "Ayah disini pagi sekali,"

Kedua sudut Liam mengembang, mengelus rambut putrinya sayang. "Ayah datang untuk mengantar kalian ke sekolah. Mau kan?" Luna mengangguk cepat.

"Tidak!"

Ketiga orang itu menoleh ke arah Alpha yang sudah memasang wajah datar sejak melihat ada Liam dirumahnya.

"Kau tidak perlu mengantar kami. Kami masih bisa berangkat sendiri," datar Alpha dengan pandangan ke arah lain, tak ingin memandang Liam.

"Alpha.." tegur Rania. Mengisyaratkan agar Alpha tidak mengatakan hal seperti itu. Alpha menghela napas pelan.

"Kami berangkat dulu, Bunda"

Pemuda tinggi itu berjalan mendekati adiknya. Meraih tangan Luna, "Ayo, Luna. Kita berangkat,"

"Tapi Alpha, Ayah..."

"Ayo, Luna!! Kita sudah terlambat!" ujar Alpha mempertegas suaranya. Membuat Luna terjengkit kecil. Luna tak ada pilihan lain selain menuruti kakak.

17 Years [Terbit E-Book]✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang