Setelah keluar dari sekolah, Liam membawa si kembar tak identik itu ke rumah sakit untuk mengobati luka lebam mereka. Meski awalnya mendapat penolakan dari Alpha dan ingin segera pulang tapi Liam tak kehabisan akal dengan membawa nama Rania. Membuat Alpha mau tak mau menurutinya.
Kini selepas dari rumah sakit, Ayah dan anak kembar itu berada di Private Room rumah makan untuk makan siang.
"Apa benar, selama sekolah disana kalian selalu dibully?" tanya Liam to the point.
Menatap kedua anaknya yang satupun tak menjawab. Luna hanya menunduk, sedangkan Alpha mengalihkan pandangannya ke arah yang lain.
Liam dengan cepat mengetahui hal yang mereka sembunyikan selama 3 tahun ini. Johan yang memiliki akal inisiatif lah sebabnya.
Johan yang sudah bekerja puluhan tahun dengan Liam, tak bisa hanya berada di satu tempat saja. Ia harus menelisik ke segala tempat untuk mendapatkan segalanya.
"Luna.. Jawab Ayah, Nak" ujar Liam pada Luna. Ia mencoba berbicara lembut agar tak terlalu mengintimidasi.
Gadis yang beberapa bulan lagi berusia 18 tahun itu mendadak mulutnya menjadi membisu.
Lalu dengan gerakan ragu Luna mengganggukkan kepalanya.
Liam menghela napasnya, "Kenapa kalian tidak membela diri diperlakukan seperti itu?"
"Kenapa kalian tidak memberitahu hal itu?" tanya Liam lagi.
"Bagaimana kami bisa memberitahunya?" tanya Alpha balik. Tatapannya terlihat tajam. "Bagaimana kami bisa membela diri disaat kami tidak punya sesuatu untuk melindungi diri?" lanjutnya.
"Kami hanya orang rendahan bagi mereka! Kami tidak punya apa-apa untuk membela diri!" nada amarah itu terdengar jelas di gendang telinga Liam.
"Kami bertahan disana hanya karena Bunda! Jika kami melawan, Bunda yang akan terkena imbasnya! Bunda harus kembali menanggung beban berat karena kami! Dan kamu tidak mau itu terjadi!"
Mata tajam itu nampak berkaca-kaca, "Maka diamlah yang menjadi langkah terbaik."
"Kami bahkan tidak memiliki seseorang yang seharusnya melindungi kami dan Bunda," sindir Alpha mengenai sasarannya.
Luna bahkan hanya diam dengan kepala yang masih tertunduk. Karena apa yang dikatakan sang kakak itu benar.
"Tapi Ayah sudah ada disini. Ayah akan selalu melindungi kalian dan juga Bunda kalian," ujar Liam membuat Alpha mendengus.
"Bunda kalian pernah bilang.." jeda Liam.
"Seorang Ayah adalah cinta pertama untuk putrinya, dan pahlawan pertama untuk putranya. Tapi bagi Ayah... Ayah akan menjadi pahlawan pertama untuk kedua anak Ayah," lanjut Liam.
"Tapi bagiku, Kau! Bukan pahlawan pertama untukku!"
Liam membungkam mulutnya ketika Alpha menyela perkataannya dengan nada lantang. Membuat Liam mengerti jika putranya Alpha belum memaafkannya.
Alpha mendengus. Membuang pandangannya ke arah lain.
Inilah salah satu alasan kenapa dirinya tidak mau memaafkan orang yang berstatus sebagai Ayahnya ini.
Dia datang disaat semua sudah seperti ini.
~17 Years~
Rania berjalan cepat menuju pintu rumahnya ketika terdengar suara ketukan dari luar. Dia sudah menunggu sedaritadi karena khawatir.
"Astaga, Alpha... Wajah kamu kenapa, Nak?" tanya Rania yang sontak terkejut melihat bekas lebam yang begitu parah yang masih terlihat.
Alpha tersenyum kecil, menggeleng kecil, "Alpha tidak apa-apa, Bun."
KAMU SEDANG MEMBACA
17 Years [Terbit E-Book]✓
General Fiction[E-Book sudah tersedia dia PlayBooks atau klik link di bio^^] Versi e-Book BERBEDA dengan versi Wattpad. ***** 17 tahun mereka saling menyimpan luka dan rindu yang tak pernah terucap. Liam Denandra harus berpisah dengan istrinya karena menemukan per...