Oke, ini bulan kedua ku di Jakarta. Mari kita hitung bersama-sama pengeluaran yang telah aku pakai selama satu bulan.
Di pesawat Rp. 1.700.000,-
Operasi hidung Rp. 6.500.000,-
Operasi besar Rp. 200.000.000,-
Beliin kamera Robert, dll Rp. 26.500.000,-
Shit! Kamera itu mahal sekali! Bahkan SLR punyaku tidak sebegitu mahalnya. God! Pengen nangis rasanya.
Lihat saja, baru satu bulan saja aku sudah menghabiskan 234.700.000. Gila! USD 18.627. Sedangkan uang warisan ku hanya USD 25.000. Ah. Kata google kehidupan di Indonesia itu murah. Bila dihitung irit, kita bisa makan hanya dengan $5 sehari. Hitunglah $250 sebulan sudah termasuk jajan. Uang ku takkan habis sampai 8 tahun! Sekarang hanya bisa sampai 2 tahun saja! Oh God! Sepertinya aku harus mengambil kerja paruh waktu sekarang. Aku dengar kerja di starbucks itu keren. Oke, besok aku akan mencari kerja disana.
"Mikirin apa sih, bro?" Kata Jeremy.
"Ehm? Eh, Jer. Ga mikir apa-apa kok." Bohongku. Bagaimana Jerman?" Alibiku untuk mengalihkan pembicaraan.
"Kau akan muntah karena bertemu dengan Pretzel setiap makan siang." Ceritanya.
Aku pun ikut tertawa. " And oneday, you will miss that Pretzel." Kataku.
"Aku juga berpikir seperti itu." Katanya.
"So, Apa yang membuatmu balik ke Jakarta?" Tanyaku.
"Sesungguhnya aku juga bingung. Aku selalu meminta Dad untuk kembali ke Jakarta, karena kau tahu, hidup seorang diri di negeri orang itu bukan hal yang menyenangkan. Tapi permintaanku tidak pernah dikabulkan, dengan alasan. Jakarta is not safe. What a stupid reason! Kadang aku sering menghela nafas, sampai pada 2 tahun lalu aku, aku mulai menyerah. Tapi, beberapa bulan sebelum kesini, aku diberitahu Dad kalau aku boleh balik ke Jakarta. Dan tanpa berpikir panjang. Aku mau." Jelasnya panjang lebar.
"Dan pastinya ada alasan kenapa Dad tiba-tiba membolehkan-mu kembali." Kataku
"Dia bilang sekarang sudah aman. Sudah ada yang menjagaku sekarang." Katanya.
"Siapa?" Tanyaku penasaran. Sebab tidak ada seorang pun dirumah ini, selain maid.
"You, brother!" Katanya.
Lah? Oke aku bingung sekarang. Aku? Bagaimana mungkin? AH! Shit. Aku tahu. Pasti kapan hari itu, waktu Dad meninggal. Aku ingat Uncle Jo datang padaku dan mengajakku pindah ke Indonesia. Shit! Berarti dia membohongiku dong? Waktu itu dia bilang hanya partner kerjanya Dad. Oh! Uncle Jo pasti sudah merencanakan ini semua.
"Waktu hari itu kamu pingsan entah mengapa. Dad membawa kamu kesini. Dan dia bilang kamu lah yang sekarang bakal jagain aku. Saat pertama kali ngeliat kamu, aku bingung. Aku pikir kita saudara kembar yang terpisah." Katanya sambil tertawa.
Damn! Hari itu. Lihat saja bajingan itu. Tidak akan aku ampuni!
"I think so, sebab kita mirip kembar identik. Bedanya dikit banget!" Kataku.
"So, what happen to you? Kenapa kamu bisa pindah kesini?" Tanyanya.
"Awalnya, Uncle Jo itu bilang kalau dia itu partner Dad yang tinggal di Indonesia. Dia ngajak aku buat tinggal di Indonesia. Entah mengapa, mungkin ikatan batin. Aku setuju. Aneh kan?" Kataku. Tentu saja ada faktor lain yang membuat aku pindah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated
Teen FictionAwalnya hidupnya sangat tenang, seperti es didalam musim salju. Tidak ada yang menggangu. Sampai seorang asing datang didekatku dan berhenti sejenak. Tapi ia mulai merakit sebuah tenda, mencari kayu bakar, dan membuat tungku. Aku mulai terganggu k...