Kulihat wajah matthew yang sampai terbengong-bengong mendengar ceritaku. Kulihat jam ku. Kurang lebih 2 jam aku sudah menceritakan masa lalu ku kepada orang yang hanya kirakira baru 4 jam yang lalu aku kenal.
"Wahhh! Thats so cool! Gua suka banget cerita pas Dad lu mukul dirinya sendiri tapi pake tangan lo. Gua nangkep itu kayak gimana ya. Hal yang jarang atau mungkin ga pernah dilakuin Dad manapun di dunia. Your Dad's inspired me to be a good father."
"Yeah! He's a amazing Dad ever. Dan tak pernah tergantikan oleh siapapun."
"Mungkin gua akan merasakan hal yang sama kalau gua jadi lu. Gua minta maaf ya soal... Mmm... Your Mom."
Aku hanya tersenyum, "Mungkin karena aku ga pernah ketemu secara langsung sama Mom, jadi tuh perasaan aku yang... biasa aja. Kamu ngerti kan maksud aku? Aku tau emang dia yang udah ngelahirin aku, aku juga sempat minum susu darinya, secara logika ya, aku sayang Mom. Tapi aku biasa saja, bukan biasa aja itu maksudnya jelek yaa. Tapi yaa.... Kamu ngerti lah?"
"Yaaa gua ngerti kok."
"Yang paling sayang sama Mom itu Sid, my big bro. Mungkin karena waktu itu Sid udah besar, jadi dia yang sedikitnya itu ngerti tentang Mom."
"Iya... Terus Dad, Sid sama Felix dimana sekarang?"
Matt mengucapkan Sid sama Felix itu kesannya seperti udah kenal lama sama mereka. Sedikit lucu aku mendengarnya.
"Sid sekarang udah magang dokter disana, tinggal tunggu graduation-nya aja. Felix juga tinggal sama Sid disana. Dan ini pertanyaan yang paling ditunggu."
Kulihat Matt sedikit bingung.
"Dad juga udah meninggal, Matt. Sekarang kami semua yatim piatu."
Kulihat wajah Matt yang seketika berubah. Kuhadapkan badan ku kedepan. Kuregangkan kaki-kaki dan tanganku. Ah, pegal sekali. Aku sudah merasa duduk seharian disini. Tapi Jakarta pun tak kunjung datang, apa Jakarta sejauh itu?
"I'm sorry, Peter. Gua bener-bener gatau apa-apa." Tanpa kulihat pun aku sudah merasakan ada yang membuat hatinya tak enak.
"Its okay, Matt. This is life. Bisa aja sekarang sayap pesawat ini patah secara tiba-tiba, pilot dan co-pilot nya pun shock. Yang satu pingsan, yang satu kejang-kejang. Sampai akhirnya kita jatuh kelaut. Tapi kita selamat, keluar dari pesawat, pas keluar kita berenang sejauh-jauhnya, dan tiba-tiba ada ikan hiu makan kita, dan kita mati. Bisa aja kan, Matt?"
"Kok lo jadi horror gitu sih? Gua bukan tipe orang yang takut sama cerita-cerita kayak gitu, bisa aja pas kita landing nanti ban pesawat macet gak keluar dan akhirnya kepala pesawat nabrak dan kita langsung kepanggang semua disini."
Kurasakan sedikit ngeri
"Aku juga gak takut Matt sama cerita kayak gitu, walapun sedikit ngeri. Kenapa harus landing?"
Kulihat Matt hanya tertawa.
"Apa kamu penasaran dengan cerita mengapa Dad-ku meninggal?"
"Gua rada penasaran sih. Tapi gak enaklah sama lo. Nanti lo malah keinget-inget lagi."
"Sebenarnya sih gapapa, tapi next time ajalah. Aku udah cerita panjang lebar 2 jam masa sekarang disuruh cerita lagi?"
"Yaaa, kita sekarang berteman kan? Mungkin lo bisa ceritain lain waktu. Siapa tau aja nanti kita bisa pergi jarak jauh kayak gini lagi."
"Sebenernya kamu idah aku anggep kayak kakak sendiri. Entah kenapa, aku merasa menemukan diri "Sid" dikamu. Entahlah, mungkin aku sedang kesepian."
Aku melihat pramugari yang ada di cabin. Ku kode dengan tanda isyarat "makan" dengan cepat. Pramugari itu pun tersenyum dan menghilang secara cepat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated
Teen FictionAwalnya hidupnya sangat tenang, seperti es didalam musim salju. Tidak ada yang menggangu. Sampai seorang asing datang didekatku dan berhenti sejenak. Tapi ia mulai merakit sebuah tenda, mencari kayu bakar, dan membuat tungku. Aku mulai terganggu k...