Aku benar-benar hancur dan terhina. Walaupun dalam hatiku masih ada setitik harapan kalau William benar-benar sadar suatu hari, tapi intinya aku benar-benar hancur sekarang.
Kurasakan ada suatu cairan, terasa seperti besi didalam hidungku mulai mengalir masuk kedalam paru-paruku. Tetapi dengan sigapnya, anggota tubuh yang lain mencegah hal itu. Sehingga membuat ku tersedak dan refleks memuntahkannya.
Aku hanya memandang langit. Memang hanya langit yang selalu menemaniku disaat seperti ini. Berbaring telentang, ditepian laut. Langit malam ini, indah sekali. Bulan sabit ditemani dengan bintang-bintang. Terlintas suatu kutipan diotakku. "Shoot for the moon, even if you miss, you'll land among the stars" Cocok sekali bukan? Selama ini yang menjadi bulanku adalah William. Tak sadar begitu banyak ratusan ribu bintang lainnya ada disekitarku. Aku teringat pada seseorang yang baru saja membuatku kesal. Seorang yang menjadi alasan aku berada disini.
***
*flashback*
Hubunganku dengan William semakin dekat setiap harinya. Kisah ini terjadi kira-kira beberapa bulan setelah pertama kali aku bertemu dengan William, saat itu kita berdua masih dalam tahap 'pendekatan'.
"Will? Apa kau pikir aku jahat?" Tanyaku padanya.
"Kenapa tiba-tiba kau menanyakan hal itu?" Tanyanya kembali.
"Hmm.. Aku baru saja mendapat pesan ini." Kataku sambil memberikan handphone ku padanya.
From: gotohellnow@hotmail.com
SLUT, WHORE, BITCH, GO TO HELL NOW.
"Siapa bajingan ini?! Berani sekali dia mengirim pesan ini padamu. Aku tidak bisa diam saja." Seketika mukanya merah padam.
"Just relax, I can handle it by myself." Tanyaku.
"Aku tidak bisa diam saja, Pete!" Mukanya masih saja merah.
"Kenapa kau tidak bisa diam saja?" Tanyaku.
"Uhm.. Itu.. Hmm.. Karna..."
Ada apa dengannya? Kenapa tiba-tibanya mukanya yang dari merah padam menjadi merah malu-malu seperti itu?
"Karena apa?" Tanyaku lagi.
"Karena kau sahabatku, Pete." Katanya.
"Ah? Kenapa untuk bilang sahabat saja kamu sampai gugup dan mukamu merah seperti itu?" Tanyaku.
"Ah sudahlah, tapi aku serius, jika ada yang berani menyakitimu. Dia akan menyesal." Ucapnya.
Aku hanya tertawa mendengar pernyataannya itu. (Jika diingat-ingat, sekarang ia yang menyakitiku, apakah ia menyesal pada dirinya sendiri? Jelas-jelas tidak)
"Sudahlah, bukankah tinjuanku lebih sakit daripada tinjuanmu." ucapku.
***
Beberapa minggu kemudian, saat itu sedang musim gugur. Aku baru saja selesai latihan baseball, dan sengaja aku turun 4 halte sebelum halte biasanya aku turun. Aku sangat suka musim gugur, cuaca berangin, daun-daun mulai berguguran. Dan aku suka berjalandisaat-saat seperti ini. Setelah membeli kopi hangat aku mulai berjalan kaki. Sengaja juga aku tinggalkan peralatan baseball-ku disekolah karena terlalu berat jika harus naik bus.
Banyak orang yang tidak suka keluar rumah saat musim gugur. Ada yang rambutnya rusak karena angin, debu-debu berterbangan, dan yang lainnya. Sehingga membuat sepanjang jalan ini sepi. Baru saja sampai seperempat jalan ada yang menghadang jalanku, entah siapa mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated
Подростковая литератураAwalnya hidupnya sangat tenang, seperti es didalam musim salju. Tidak ada yang menggangu. Sampai seorang asing datang didekatku dan berhenti sejenak. Tapi ia mulai merakit sebuah tenda, mencari kayu bakar, dan membuat tungku. Aku mulai terganggu k...