9

17 9 0
                                    

❤️ MOGA SENENG ❤️

Setelah selesai dengan sarapannya, akhirnya keduanya pun undur diri untuk kembali kekediaman masing-masing dan tentunya kembali Revan menempuh berjalanan dengan bermodalkan kaki.

Setelah masuk kedalam rumah, Revan memicingkan matanya berharap apa yang ia lihat bukanlah suatu kesalahan.

"Nah tuh dia manusianya udah pulang." Kata Alexa sambil menunjuk Revan yang wajahnya masih terlihat sangat bingung. "Ya udah kak, aku ke kamar dulu." Pamitnya pada seorang wanita dan segera pergi tanpa menjelaskan apapun pada Revan.

"Hai Van." Sapanya.

"Ee... Lo mau ngapain ke rumah gue? Gak. Maksudnya tumben. Lo tau rumah gue?." Tanya Revan berbuntut.

"Iya. Gue minta alamat rumah Lo sama Silvia. Makanya gue kesini. Gue cuma main doang kok, di rumah gak ada orang." Jawabnya menjelaskan. "Maaf juga nih gak ngasih tau Lo dulu."

"Oh."

Revan tidak tau harus bereaksi seperti apa. Situasi detik ini terlalu mengagetkan. Lintang yang selama tujuh tahun ia dekati dan hasilnya selalu nol besar, kini sedang duduk di bar dapur rumahnya dan berkata 'hanya main' serta rela berkendara jauh demi bertemu dengannya. Pertanda apakah ini?

Revan berjalan gugup mendekat kearah Lintang dan duduk disebelahnya dengan hati yang berdebar-debar, jantungnya seperti tidak kuat memompa darahnya dan ingin segera keluar.

"Alexa belum ngambilin Lo minum? Mau minum apa?." Tanya Revan mencoba sebisa mungkin menghancurkan dinding kegugupan diantara mereka.

"Gak papa. Gak usah repot-repot. Gue kesini cuma mau kenal lebih dekat sama keluarga Lo aja, tapi kayanya dari tadi sepi, pada kemana?."

"Masih pada tidur. Biasa kalo hari Minggu jam sembilanan baru bangun." Jawab Revan.

"Lo habis jogging ya?." Tanya Lintang yang melihat kondisi Revan sekarang.

"Iya."

"KAK BUATIN SUSU DONG!. BIASA." Suara teriakan Ersya dari lantai kamarnya yang menggelegar mengagetkan Lintang dan Revan sebab mereka  bertepatan sedang dalam mode diam. Revan menggeram kesal pada adiknya itu.

"KAK BUAT..." Merasa tidak ada respon, maka Ersya pun turun dan matanya segera tertuju pada manusia asing yang duduk disebelah sang kakak.

'Bencana.' Batin Revan.

"Oh ada tamu. Sorry gak tau." Ucapnya ketus. Tidak berperikemanusiaan.

"Kak walaupun ada tamu, tetep buatin ya?! Kakak kan tau..."

"Aku suka ngerepotin kakak. Susu yang kakak bikin pas hari minggu entah kenapa enak banget jadinya." Lanjut Revan memotong ucapan Ersya dan sudah lancar diluar kepala dengan yang akan Ersya katakan selanjutnya.

"Baik deh." Ujar Ersya masih dengan wajah ketusnya. Revan sendiri juga bingung dengan perubahan wajah Ersya yang mendadak mengeluarkan aura dingin, padahal biasanya ia banyak bicara dan berceloteh ria.

'Bener kata Satria.' Batin Revan tak menyangka dengan sifat dadakan adiknya.

Ersya berjalan menaiki tangga tanpa berminat menyapa teman Revan. Mungkin dia juga tidak akan mau mengingat Ersya yang baru ketemu sudah menampakan wajah sangarnya. Batin Ersya.

You Are My Love (End✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang