23

11 6 0
                                    

Revan masih bercerita ria dengan Seno, teman cerewetnya itu masih sama. Sedangkan Silvia memilih menjauh dari Revan dan kini ia sedang duduk bersama Mega dan yang lainnya.

"Rep, Lo gak lagi bohongin gue kan?." Tanya Seno masih terus meyakinkan diri.

"Lo kayanya lebih cocok jadi wartawan ketimbang pengusaha. Bisa gak ganti pertanyaan?."

"Gue tau Rep. Jangan sampe Lo jadiin Silvia pelampiasan! Gue gampar Lo nanti!."

'Seandainya Seno bahkan semua orang tau, kalo gue emang cinta sama Silvia, gak perlu lagi gue berhadapan sama omongan murahan mereka. Semoga aja Silvia gak salah paham.' Ujar Revan membatin.

Anak siapa?: Pulangnya jangan malem-malem! Jagain kakak ipar gue dari temen-temen sok kegantengan Lo!

Revan tersenyum tipis saat membaca pesan dari Ersya, bukan karena ancaman yang bersifat dusta melainkan kata 'kakak ipar' yang sedikit menyentil hatinya.

"Kenapa Van?." Tanya Seno. "Senyam-senyum sendiri gitu?."

"Adek gue WA, suruh jagain kakak iparnya katanya." Ujar Revan santai. Benarkan? Ia memang tidak berbohong untuk yang satu itu.

"Kode keras nih?."

"Gue pulang dulu yah." Pamit Ghozi menghampiri keduanya kemudian bertos ria.

"Cepet amat, mau kemana? Untung aja tema reuninya bebas, coba kalo resmi?." Tanya Seno.

"Sorry, tunangan sama nyokap gue nyuruh pulang." Jawab Ghozi sambil cengengesan.

"Sejak kapan Lo punya tunangan? Seinget gue dulu Lo mana mau pacaran?." Tanya Revan.

"Gue dijodohin. Tunangan aja tema tertutup gitu. Tapi bersyukur deh gue sama-sama cinta pandangan pertama. Untungnya belum ada yang punya juga.

"Beruntung bener dah nasib Lo." Ujar Revan.

"Tunangan Lo udah serumah sama Lo?." Tanya Seno kaget.

"Gak. Dia cuma hari ini doang, soalnya camer lagi ke luar kota, biasalah urusan bisnis." Jelas Ghozi. "Ya udah gue cabut dulu." Pamit Ghozi lalu meninggalkan restoran tersebut.

"Gila mah si Gozok gigi, dulu jomblo sekarang udah main punya tunangan aja." Celetuk Seno.

Satu persatu teman Revan meninggalkan tempat dengan berbagai macam alasan yang terdengar masuk akal pastinya. Ada yang sudah disuruh pulang oleh orang tuanya, ada yang sudah mengantuk, adanya sudah dijemput dan masih banyak lagi. Bahkan Seno pun sudah berlalu dengan alasan busuknya.

"Gue pulang dulu guys! Ayam tetangga gue bertelor, tapi kalo gak ada gue gak bisa keluar telornya, sama iya harus disesar dulu. Dengan berat hati gue undur diri."

Sontak saja leluconnya itu membuat seisi restoran tertawa membahana, lain halnya dengan Revan yang hanya menggelengkan kepala tidak percaya bahwa Seno adalah teman seperjuangannya dulu.

Revan mendekat kearah Silvia, yang masih saja tertawa dengan ghibah khas insert-nya.

"Pulang yuk Vi!." Ajak Revan. Silvia menoleh lalu mengangguk.

"Kita pulang dulu ya." Pamit Revan.

"Ok! Hati-hati Van! Jagain temen gue yang ceria itu, kalo sampe Lo sakitin dia, gue orang pertama yang bakal bantai Lo!." Ancam Mega tegas.

"Tenang aja!." Jawab Revan.

Alasan mengapa Silvia tak mengajak Revan pulang dulu sudah jelas, berdongeng dengan teman lama sekaligus menghindari keterdiaman ketika berada di mobil. Seperti saat ini misalnya.

You Are My Love (End✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang